Kamis, 25 Juni 2015

Feodalisme

Ngunandiko.86


Feodalisme
(Feudalism)

Susunan masyarakat berdasar feodalisme (feudalism) di Eropa Barat mulai sekitar pada akhir pemerintahan Charlemagne (747 - 814) sampai timbulnya pemerintah absolute (mutlak). Sedangkan di tempat-tempat lain, misalnya di Asia, kapan mulai tidak diketahui dengan pasti.
Pada kesempatan ini "Ngunandiko" ingin merenungkan dan membahas secara singkat feodalisme (feudalism) tersebut, terutama berdasar atas kejadian-kejadian yang berlangsung di Eropa. Renungan dan bahasan itu adalah seperti terlihat dalam uraian berikut ini.
Seperti diketahui ciri pokok sistim feodalisme adalah politik ekonomi pertanian setempat, dimana tanah-bangsawan (Inggris: manor) dan petani / penggarap merupakan satu kesatuan. Hamba sahaya (Inggris: villein) dan ulur (Inggris: serf) menguasai dan memanfaatkan tanah yang diperoleh dari pemilik tanah-bangsawan tsb, sementara itu tuan besar (seigneur) memberi perlindungan dan izin pemakaian tanah.
Jadi tuan-besar (seigneur) adalah yang memberikan perlindungan dan izin pemakaian tanah. Untuk itu tuan-besar dapat imbalan jasa dari para petani / penggarap berupa jasa-jasa perorangan dan upeti. Ini disebut pula sebagai system manorial.
Dalam masyarakat feodal yang ideal, semua tanah adalah milik raja. Dibawah raja ada hirarki (hierarchie): kaum bangsawan yang tertinggi dan mendapatkan tanah langsung dari raja; kemudian yang setingkat lebih rendah mendapatkan tanah dari yang tertinggi tersebut (kaum bangsawan); dan demikian seterusnya. Tuan-besar yang terkecil adalah yang menguasai hanya satu bidang tanah saja.
Penguasaan tanah bersifat pinjaman, yang diperoleh melalui suatu upacara "Pemberian Kekuasaan-Atas Tanah (Investiture)" secara formal. Sebidang tanah yang dipinjamkan itu dinamakan feadum (Latin) atau feud (Inggris), sedang raja adalah feodal lord, dan yang memegang feud adalah feodal tenant. Sedangkan vassal adalah penguasa lokal yang keberadaannya disahkan oleh raja.
Seperti diketahui sistim feodal tergantung pada jangka waktu yang tidak tetap, dan besarnya keperlukan seorang Lord ("tuan besar") akan prajurit-prajurit bersenjata. Ksatria (Inggris: knight) adalah gambaran prajurit yang khas pada masa itu, prajurit-prajurit pada umumnya adalah orang-orang bersenjata yang mendapat bayaran. Sementara itu tingkat kebangsawanan seseorang berdasar tanah yang didapatnya langsung dari raja, serta kedudukannya (pangkatnya) dalam dinas militer . 
Sistem feodal tersebut, jika digambarkan lebih kurang seperti gambar skema berikut ini.


Gereja memiliki pengaruh besar dalam pembentukan sistim feodalisme, karena gereja memiliki banyak tanah dan memiliki herarki yang ternyata mirip dengan herarki pada sistim feodalisme. Sistim feodalisme mungkin terbentuk selama masa perpecahan lembaga-lembaga Romawi yang sedang runtuh karena serbuan dan kolonisasi yang dilakukan oleh bangsa German     (Germanic Tribes) pada abad ke-3. Sistim feodalisme tersebut meluas dari Perancis. Spanyol, Italia dan kemudian ke Jerman dan Eropa Timur. Bentuk feodalisme Prancis dipaksakan oleh raja William-I (William the Conqueror 1028 - 1087, Inggris) pada tahun 1066.
Feodalisme ternyata tidak menjadi penyebab timbulnya fragmentasi kekaisaran di abad ke-9, karena para bangsawan masih memiliki sikap barbar yang penuh kecintaan akan kebebasan pribadi dan kemuliaan. Tanpa seorang raja seperti itu, yang memiliki rasa tanggung jawab dan kesetiaan, maka Eropa akan menempuh cara-cara individual, dan akan tercerai-berai jatuh ketangan ribuan tuan-besar (seigneur), masing-masing dengan kemauannya sendiri.
Seiring dengan berjalannya waktu, sistim feodalisme berangsur-angsur surut dengan bangkitnya monarchi yang menghancurkan sistim-sistem setempat. Di Perancis sistem feodal bertahan sampai abad ke-18 (Revolusi Perancis, 1789), di Jerman dan Jepang sampai abad ke-19, dan di Rusia sampai abad ke-20 (Revolusi 1917).
Feodalisme di Indonesia berlangsung di-jaman kerajaan-kerajaan pribumi dan diteruskan selama masa menjadi koloni negara-negara kolonial Barat (al Kerajaan Belanda). Sejak Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya (17-8-1945), fitur feodalisme mulai dihilangkan.
Untuk memberikan gambaran tentang bagaimana sistim feodalisme tersebut mulai tumbuh, berikut ini adalah uraian singkat tentang situasi di Eropa (Perancis) pada awal tumbuhnya sistim feodalisme sbb:
  • Pada masa raja Charles (Charles the Bald, 823 - 877) di Prancis,  pemerintahannya   adalah sangat lemah. Raja Charles tidak mampu menjaga perdamaian dan ketertiban warganya, serta melindungi negaranya dari serangan asing. Para penjelajah Viking dari Skandinavia menyerbu pantai Perancis, serta melakukan perampokan (sampai di Paris), yang tidak dapat dicegahnya. Para warga saling berebut harta (al tanah) tanpa terkendali. Perancis seakan-akan tanpa hukum, sehingga dikatakan sebagai "lautan dimana ikan saling menelan";
  • Dalam situasi kacau seperti itu, aktivitas membawa barang (trading) maupun uang dari suatu tempat ke   tempat lain di Perancis adalah sangat berbahaya dan besar resikonya. Kondisi seperti itu menyebabkan transaksi dagang dan peredaran uang sangat terbatas. Perdagangan yang sangat sedikit dan kecilnya peredaran uang, menyebabkan raja tidak bisa mengumpulkan pajak dengan cara-cara biasa. Pemerintahan tidak berfungsi, karena  tidak dapat membayar aparat   yang menjaga ketertiban (kantor dan tentara).
  • Kondisi seperti itu mendorong perawatan milik pribadi seperti tanah dll dilakukan melalui perjanjian pribadi antar individu- termasuk raja dengan orang-orang kuat. Hal itu kemudian menyebabkan pemerintahan sangat ter-desentralisasi-kan ke pribadi-pribadi (swasta), yang kemudian dikenal sebagai feodalisme (feudalism was a system of contractual relationships among the members of the upper class in medieval Europe; "Encyclopedia Americana"), Namun karena sikap yang masih dimiliki oleh para bangsawan- kecintaan akan kebebasan pribadi dan kemuliaan, maka Eropa tidak sampai tercerai-berai jatuh ketangan ribuan tuan-besar (seigneur)
  • Kondisi tidak tertib pada masa pemerintahan raja Charles (Charles the Bald) tersebut, sesungguhnya bukan hal yang baru bagi Eropa. Kondisi seperti itu telah pernah terjadi di Eropa pada abad ke-3, yaitu ketika kewibawaan kekaisaran Romawi mulai menurun. Dalam keadaan tidak tertib seperti itu, maka sebagian besar orang - untuk melindungi dirinya dan hartanya - menempatkan diri-nya di bawah perlindungan orang kuat. Hal itu diatur sesuai dengan praktek Romawi, yang dipengaruhi oleh kebiasaan suku-suku Jerman di abad ke-3, yang menduduki kekaisaran Romawi;
  • Antara abad ke-3 dan ke-9 praktek mendapatkan perlindungan melalui perjanjian pribadi, seperti dijelaskan dimuka telah ada  hampir diseluruh Eropa. Bahkan   ketika Charlemagne mendirikan kekaisaran "Romawi Suci" di tahun 800, hal itu terus menyebar. Orang lebih suka menempatkan diri  di bawah perlindungan tuan feodal. Ketika Charlemagne meninggal pada 814, feodalisme telah dapat berdiri dengan kokoh sebagai sistem utama pemerintah dan cara hidup di Eropa.

Setelah melalui periode yang pajang yang disertai dengan sejumlah peperangan serta pertumbuhan ekonomi, social, dan budaya. U terutama memenuhi kebutuhan militer dan politik di negara-negara yang hampir seluruh warganya terdiri dari bangsawan (noble) dan rakyat-jelata(peasant). Akhirnya sistim feodalisme mulai surut seperti tampak antara lain dari peristiwa sbb:
  • Sejak sekitar tahun 800 di Eropa telah terjadi beberapa kerusuhan dan perang, namun raja-raja feodal (sekitar setelah tahun 1000) telah berhasil membawa: kedamaian dan ketertiban;   perdagangan tumbuh dan berjalan dengan lebih aman; pedagang mulai melakukan perjalanan dan  pasar-pasar kota  muncul ; serta uang menjadi lebih umum dipergunakan.
  • Dengan meningkatnya peredaran uang secara berarti, maka raja sekarang dapat mengumpulkan pajak. Para raja menjadi kurang tergantung pada uang dari para vassal dan bisa menggunakan uang itu (uang dari pajak) untuk menyewa  kantor dan penjaga. 
  • Antara tahun 1096 sampai 1291 telah berlangsungnya Perang Salib yang antara lain berakibat:
    • menjauhkan para ksatria dari vassal -   penguasa local yang keberadaanya disahkan oleh raja, mereka adalah militer, bangsawan, gerejawan, kantor pemerintahan -;  dan
    • meningkatkan perdagangan dengan Timur.

Sistim feodalisme mulai surut, karena adanya hal-hal yang kemudian dirasa tidak adil seperti berikut:
  • Para vassal meminta  pembayaran uang atas jasa layanan-nya;
  • Para ksatria selain harus membayar   pajak (scutage), juga harus melayani raja selama 40 hari setiap tahun;
  • Raja ("king") juga dikenakan pajak perdagangan.
  • Semua beban tersebut akhirnya menjadi beban hamba-sahaya, petani / penggarap

Oleh karena hal-hal itu, maka sejak lk tahun 1300 sistem feodalisme mulai surut secara cepat sebagai sistem pemerintahan, karena sistem feodalisme telah menjadi tidak cocok lagi dengan kondisi masyarakat Eropa pada waktu itu, dimana masyarakat mulai berpikir dengan cara yang bebas dan hamba-sahaya bangkit kesadarannya.

Feodalisme juga ikut serta membangun sebuah tradisi perlawanan terhadap absolutisme monarki. Voltaire (1694 - 1778) berteriak melawan tirani seignorialism atas nama feodalisme, dan Filsuf Inggris, John-Locke (1632 - 1704), berbicara tentang feodalisme tersebut dalam teori-nya "Pemerintahan".
Feodalisme- yang di laknat oleh begitu banyak kaum liberal, ternyata mengandung unsur-unsur positip bagi terbentuknya paham liberalism.

Dalam evolusi politik Eropa, feodalisme memiliki nilai ganda. Feodalisme disatu fihat tidak berfihak pada golongan rakyat-jelata (hamba sahaya),   namun dilain fihak  feodalisme   telah sangat   membantu integrasi pemerintah yang pada akhirnya menjadi negara-bangsa Eropa yang modern.

Harus diakui bahwa "Feodalisme" telah menjalankan perannya pada saat-saat yang penting; waktu feodalisme telah memberi  kedamaian, ketertiban, dan kemajuan di Eropa khususnya Eropa Barat   pada saat lesunya perdagangan dan kurangnya sirkulasi uang.

Demikianlah renungan dan bahasan singkat tentang feodalisme, dan semoga bermanfaat.
*
I am opposing a social order in which it is possible for one man who does absolutely nothing that is useful to amass a fortune of hundreds of millions of dollars, while millions men and women who work all the days of their lives secure barely enough for a wretched existence (Eugene-V-Debs)

*

Selasa, 02 Juni 2015

Imperialisme

Ngunandiko.85



Imperalisme



 Emperialism is difficult to define or explain. This is so because, like the term of "Republican"   and   "Conservative"    the word may be used in both praise and  denunciation of the practice or policy for which it is the merest label.    Further "imperialism  " often is taken as a synonym for " colonialism " with which it nonetheless should be distinguished (Encyclopedia Americana)

Imperalisme, dalam arti luas, adalah perluasan kekuasaan atau pengaruh suatu bangsa terhadap bangsa lain. Negara-negara besar (Latin: imperium; Inggris: empire) telah ada sejak jaman prasejarah seperti di: Mesir (lk 4000 SM); Mesopotamia (lk 1500 SM ); Asiria (lk 800 SM); dan Persia (lk 600 SM). Imperalisme kuno mencapai puncaknya di kerajaan Romawi dan Bizantium (lk 600 SM), dan kemudian di kemaharajaan Usmania (1299 - 1230 Masehi).
Dengan mulculnya semangat melakukan penelitian dan penemuan, serta akibat bangkitnya negara nasional modern, maka dari barat timbul imperalisme. Ketentuan imperalisme tersebut biasanya hanya terbatas pada pola pembangunan negara besar yang modern pada masa itu. Munculnya keyakinan bahwa bangsa-bangsa orang-orang Eropa unggul dalam segala hal, maka kemudian Eropa memaksakan hegemoni-nya terhadap penduduk negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin. dalam hubungan ini bangsa-bangsa Eropa mendirikan koloni-koloni tersebut dalam beberapa pola atau bentuk yang lebih kurang sbb:
  • Bangsa-bangsa Spanyol dan Portugis terutama membangun koloni  dalam bentuk daerah-daerah kekuasaan perdagangan (trading empire).
  • Bangsa-bangsa Inggris, Perancis dan lain-lain membangun koloni di Asia dan Afrika dalam bentuk wilayah kekaisaran (settlement empire), berdasar paham merkantilisme [1].
  • Ras baru Amerika Serikat membangun koloni-koloni dengan memperluas wilayah kekuasaannya ke arah barat. Perlu diketahui bahwa sebelum "Perang Spanyol-Amerika" pada tahun 1898, Amerika Serikat belum merupakan satu negara besar.

Usaha orang-orang Eropa tersebut juga berarti ekspansi Eropa ke Asia dan Afrika, yang mencapai puncaknya pada kurun waktu 1884 - 1914. Marxisme menganggap ekspansi tersebut sebagai suatu tingkatan baru dalam perkembangan kapitalisme.
Setelah Perang Dunia I bangsa-bangsa Asia dan Afrika mulai sadar akan hak-haknya, dan semangat anti imperialisme (Eropa) meningkat. Hal itu kemudian menjadi nyata setelah Perang Dunia II dengan kemerdekaan negara-negara di bekas jajahan atau koloni Barat. 
Imperialisme sering digambarkan sebagai praktek politik, ekonomi (dan moral?) Eropa, yang diterapkan dengan paksa terhadap daerah-daerah non-Eropa. Hal itu mengacu pada telah bergeser-nya minat Eropa khususnya Inggris dan Perancis dari Dunia Baru (Amerika) dan berpaling ke Asia dan Afrika, serta ekspansi Eropa pada periode setelah Revolusi Amerika (1775-1783) yaitu ke wilayah-wilayah yang sudah padat dengan orang -orang kulit berwarna kuning, coklat, atau hitam. Disamping itu juga karena adanya Revolusi Industri (1750-1850) yang dimulai di Inggris, dan cepatnya Barat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai dengan ditemukannya kereta api (rail road), kapal laut bermesin (Steamship), berbagai mesin industri.
Istilah "imperialisme" pada umumnya tidak di terapkan pada praktek yang dilakukan oleh pemerintah Roma, Cina, Islam, Mongol, dan juga Inca pada masa kuno atau pada masa pertengahan. Sebaliknya pada masa modern, istilah "imperalisme" tersebut mulai pula digunakan untuk menggambarkan ekspansi ideologi komunisme [2] dan semua ekspansi dari mereka yang berteknologi maju terhadap yang berteknologi lebih rendah.

Hubungan antara Eropa dan Non-Eropa
Imperialisme, seperti halnya kolonialisme adalah dominasi dari suatu bangsa yang memiliki keunggulan (superioritas) terhadap bangsa-bangsa lain yang kurang unggul dalam ilmu dan pengetahuan (IPTEK). Dalam hubungan itu umum sepakat bahwa dampak keseluruhan dari imperialisme adalah terjadinya hubungan yang tidak adil antara bangsa -bangsa yang memiliki kekuatan IPTEK (bangsa-bangsa Eropa)  dengan yang tidak cukup memiliki IPTEK namun kaya akan sumberdaya alam (bangsa-bangsa Asia, Afrika dan Amerika Latin).   Jadi karena itu kekuatan ekonomi seperti keuangan, perdagangan dan sejenisnya di dunia didominasi oleh bangsa-bangsa negara-negara maju cq Eropa dan Amerika Serikat. Hal itu menjadi lebih parah karena sistem administrasi, alat tukar (uang), dan bahasa antar bangsa  (mis; bahasa Inggris) juga dikuasai oleh bangsa-bangsa Eropa.

                                                     . . . . . ..Disekitar tahun 1947 sampai dengan tahun 1963 kekuatan kekaisaran Inggris Raya     yang menguasai lebih dari separo (50%) muka bumi  telah mengalami kemunduran secara tajam dan cepat. ... ..

Sesuai dengan karakter kapitalisme, maka dimensi imperialisme adalah menguasai dunia. Pada tahun 1930, ketika dunia Eropa berada pada puncaknya, lebih dari 80% dari permukaan tanah di muka bumi berada di bawah administrasi Barat (ras kulit putih). Sebagai contoh adalah "terminologi geografis dunia "terminologi tersebut telah menjadi Eurocentric- misalnya dunia dibagi menjadi Timur dekat, Timur tengah, dan Timur jauh, dimana ukuran dekat, tengah, dan jauh adalah dari sudut pandang Eropa. Namun disekitar tahun 1947 s / d 1963 kekuatan kekaisaran Inggris- yang menguasai lebih dari 50% muka bumi telah mengalami kemunduran secara tajam dan cepat. kemunduran kekaisaran Inggris (lihat: ngunandiko. "Industri Ibu")  dan kawan-kawan tergambar antara lain dari:
  • lebih dari 800 juta warga negara-negara baru yang menjadi merdeka seperti: India, Indonesia, Alajazair dll;
  • pada tahun 1970-an sebagian besar delegasi negara-negara di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), yang pada 20 tahun sebelumnya didominasi oleh negara-negara Barat seperti Inggris, Prancis, Belanda, Belgia, atau Amerika Serikat, juga telah berubah.

Pada abad ke-19 "imperialisme" (imperialisme type baru yang berbeda dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah Roma, Cina, Islam, Mongol, dan juga Inca pada masa kuno atau pada masa pertengahan) dapat tumbuh dengan subur dan berkembang di muka bumi karena adanya :         


(1) masyarakat Eropa dan juga masyarakat Amerika Serikat yang memiliki:

  • keunggulan (superioritas) terutama di bidang ilmu pengetahuan & teknologi (IPTEK);
  • faham kapitalisme yang sedang tumbuh dan berkembang 

(2) masyarakat Asia, Afrika, dan juga Amerika Latin yang pada umumnya memiliki:

  • elit yang sedang mengalami perpecahan;
  • faham feodalisme yang sudah usang (feodalisme);

  • potensi sumber daya khususnya sumber daya alam yang belum dapat dimanfaatkannya secara efisien.
Karena ad. (1) dan ad. (2) tersebut, maka kekuasaan Eropa didorong oleh motif ekonomi dan politik, serta berbagai motif lain yang saling tumpang tindih menjadi kekuatan imperialis yang tak terbendung. Kekuatan superior mendominasi kekuatan inferior.

Orang sepakat bahwa dampak secara keseluruhan dari imperialisme adalah adanya hubungan yang tidak adil antara Eropa (Inggris, Perancis, Belanda, Amerika Serikat dan lain-lain) dengan Asia, Afrika dan Amerika Latin. Lembaga-lembaga perdagangan, keuangan, dan ilmu pengetahuan & teknologi, serta budaya (bahasa) dunia praktis berada ditangan Eropa (orang kulit putih) yang kemudian mendominasi dunia..

Seperti telah dikemukakan dimuka ada berbagai motif yang mendorong tumbuh dan berkembangnya imperialisme. Motif-motif tersebut saling tumpang tindih yang dalam garis besarnya adalah sbb ::

  •            Motif ekonomi; keinginan untuk menemukan sumber-sumber bahan baku baru, menjamin adanya pasar, dan investasi modal. Pada masa setelah Revolusi Industri ketiga hal itu adalah mutlak (termasuk tersedianya tenaga kerja dari negara-negara industri di Eropa) ;

  •                  Mencaplok dan menguasai wilayah lain (termasuk menguasai penduduk) agar terjaga stabilitas yang diperlukan untuk melanjutkan operasi ekonomi (industr, perdagangan dll) . Hal ini antara lain  dengan mengelola konflik (divide at empera) antar etnis, antar kelompok suku atau antar agama yang mengancam stabilitas.                      Misalnya dari motif politik yang sejalan dan berinteraksi dengan motif ekonomi adalah indakan Inggris atas semenanjung Malaysia. Seperti diketahui pada tahun 1874, Inggris telah melakukan intervensi atas masalah -masalah negeri-negeri Melayu yang berakibat beralihnya kekuasaan raja-raja Melayu ketangan orang-orang Inggris. Intervensi tersebut kemudian beralih dengan dijajahnya (secara politis dan ekonomi) Malaysia oleh kekaisaran Inggris. Contoh lainnya adalah tindakan Amerika Serikat atas Filipina setelah "Perang Spanyol -Amerika "tahun 1898, dimana Amerika Serikat campur tangan atas politik luar negeri koloni tersebut, dan kemudian membuat Filipina seperti halnya koloni-koloni Spanyol di Puerto Rico dan Guam (Traktat Paris 10 Desember 1959) sebagai jajahan. ..

  •     Motif lain-lain; sering muncul motif-motif lain seperti nasionalisme, chauvinisme, keamanan strategis, keluhuran budi, penyebaran agama dan lain-lain. Pada akhir abad ke-19, imperialisme tampak erat terkait dengan nasionalisme, negara-negara atau bangsa-bangsa eropa melihat bahwa prestise suatu bangsa atau negara tercermin dari kekuasaan dan kepemilikan atas properti (koloni) di luar negeri. Hal itu antara lain terlihat ketika Italia mencaplok Ethiopia pada tahun 1936, tujuannya adalah meningkatkan prestise-nya dengan membentuk Afrika Timur Italia (Africa Orientale Italia). 
Posisi negara imperialis
Seperti diketahui sekitar sejak pada abad ke-15, Eropa melihat bahwa menjaga keamanan kepentingannya di luar negeri (termasuk koloni-koloninya) adalah sangat penting. Penjelasan  tentang koloni-koloni yang dikuasai oleh kekaisaran (Colonial Empires) sampai tahun 1914 tampak seperti peta diatas. Dalam hubungan  itu, Eropa menjalankan kebijakan menjaga keseimbangan kekuasaan (balance of power) sbb:
  • Eropa berusaha menguasai: pulau-pulau, semenanjung, selat, kanal, mulut sungai dan lain-lain yang strategis guna mengamankan kepentingannya dengan menekankan pada aspek ekonomi dan politik seperti mengamankan rute perdagangan.  Eropa berpendapat bahwa kepentingan-nya (kaum imperialis) di manapun di dunia harus dijaga dan berada dalam kondisi aman, bagaimanapun caranya dan berapapun biayanya.
  • Pada awalnya, hal tersebut diatas dilakukannya secara terlanjang (dengan kekuatan militer). Namun d engan berjalannya waktu, Eropa (dan juga Amerika Serikat) tidak hanya menekankan pada aspek ekonomi dan politik saja, tetapi juga pada aspek sosial, budaya dan lain-lain sesuai dengan tantangan yang dihadapinya, Langkah-langkah seperti itu kemudian menjadi apa yang sering disebut sebagai "neo imperialism".

Seperti telah dijelaskan langkah-langkah strategis imperialistik dari kekaisaran-kekaisaran sebelumnya (kekaisaran lama) hanyalah merupakan langkah yang bersifat fisik (antara lain dengan kekuatan militer) dalam aspek ekonomi dan politik seperti misalnya:
  • menguasai pulau, mulut sungai, semenanjung, dan lain-lain yang mendominasi rute perdagangan; 
  • membangun benteng yang akan membuat tugas mengamankan kegiatan ekonomi dan politik lebih mudah; dan lain-lain.

Sebagai contoh nyata dari langkah-langkah strategis imperialistik tersebut antara lain tampak dari tindakan-tindakan sbb:
  • Inggris, menguasai selat Gibaltar, pulau Malta dan Siprus untuk mengontrol Laut Mediterania atau menguasai terusan Suez untuk melindungi rute ke India dan Timur.
  • Prancis mencaplok sebagian besar dari Afrika Barat dan Afrika Khatulistiwa sebagai perlindungan terhadap harta yang berada dipantai dan perdalaman Afrika, atau rute perjalanan ke pantai.

Langkah-langkah strategis tersebut kemudian diberbaharui, karena berubahnya keseimbangan kekuatan militer dengan ditemukannya senjata, sarana transportasi, komunikasi, dan lain-lain yang baru, dan lain-lain. Langkah-langkah yang baru tersebut  antara lain sbb:
  • Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia melakukan akuisisi atas wilayah-wilayah di Afrika Timur;
  • Inggris mengambil dataran tinggi Kenya guna mempertahankan kontrol di Mesir dan sungai Nil (tanpa aneksasi formal), serta membiarkan Jerman mengambil Tanganyika;
  • Daerah penting tertentu diperdagangkan (dipertukarkan) dengan daerah lain yang lebih penting, tanpa memperhatikan kepentingan penduduk pribumi, seperti misalnya: Inggris berdasar Perjanjian London 1824 mempertukarkan wilayah Bengkulu (Indonesia) dengan Malaka dan Singapura, sehingga Inggris menguasai Singapura yang strategis;
  • Amerika Serikat (1920) telah melakukan "dolar diplomasi" [5] guna mempertahankan kontrol di terusan Panama tanpa melakukan aneksasi langsung kepulauan Karibia dan Amerika Tengah;
                                                  ......Timbulnya imperialisme sulit untuk di-generalisasi-kan, namun secara umum adalah karena kepentingan ekonomi dan politik dalam situasi dimana Barat (Eropa) yang superior berhadapan dengan Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang inferior. ......

Sebelum menutup bahasan dan renungan singkat tentang "imperialisme" ini ingin kami sampaikan hal-hal sbb:
  • Setelah waktu penelitian dan penemuan lebih dua abad yang lalu dan bangkitnya negara nasional modern di Barat, maka ada kondisi dimana Barat (cq Eropa dan Amerika Serikat) yang unggul (superior) dalam IPTEK berhadapan dengan Afrika, Asia, dan Amerika Latin yang sedang mengalami kemerosotan hampir disegala bidang. Kondisi seperti itu memungkinkan Barat memaksakan kehendaknya (dengan berbagai motif) men-dominasi Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Barat mendirikan koloni-koloni di Asia, Afrika, dan Amerika. Hal itu kemudian menimbulkan imperialisme.
  • Imperialisme digambarkan sebagai praktek politik dan ekonomi Eropa terhadap non-Eropa (Asia, Afrika, dan Amerika Latin). Praktek imperialisme itu dimulai setelah: (1) Bergesernya minat Inggris, Perancis dll terhadap Dunia Baru (Amerika) ke Asia dan Afrika; (2) ekspansi Eropa ke Asia dan Afrika pada periode setelah Revolusi Amerika (1775-1783); (3) Revolusi industri (1750-1850) yang dimulai di Inggris, sehingga Barat unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi (Ipek) yang ditandai dengan ditemukannya kereta api (rail road), kapal laut bermesin (Steamship), dan berbagai mesin industri.
  • Sebab-sebab timbulnya "imperialisme" sulit untuk di-generalisasi-kan, namun secara umum adalah karena kepentingan ekonomi dan politik dalam situasi dimana Barat yang superior (terutama IPTEK) berhadapan dengan Asia, Afrika, dan Amerika Latin yang inferior. Hal itu kemudian berakibat berlangsungnya hubungan yang tidak-adil antara yang superior (Eropa) dan yang inferior (Asia, Afrika, dan Amerika Latin).
  • Ketidakadilan antara "superior" dan "inferior" tersebut dengan berjalannya waktu, sebagian dapat didamaikan melalui suatu kompromi. Namun di sejumlah tempat (mis: di Indonesia dan Vietnam) telah melalui suatu revolusi yang berdarah, dimana si "inferior" harus melawan si "superior "dengan kekerasan
  • ketidakadilan antara "superior" dan "inferior" tersebut yang dapat diatasi dengan suatu kompromi tanpa kekerasan yang berarti; misalnya telah terjadi: (1) di Kanada Inggris, Australia, dan Selandia Baru yang memandang dirinya sebagai bagian dari Eropa; (2) di Canada Prancis dan Afrika Selatan yang melihat dirinya sebagai masyarakat baru yang terpisah dari Eropa;
  • Sementara itu beberapa negara imperialis seperti: (1) Prancis dan Portugal melihat koloni-koloninya sebagai bagian integral dari "ibu bangsa" itu sendiri; (2) Inggris, yang merasa bahwa koloninya tidak mungkin diintegrasikan dengan sempurna, menawarkan suatu kemerdekaan misalnya ke India dan Malaysia; dan (3) Amerika Serikat memerdekakan Filipina, dan memasukkan Hawaii sebagai salah satu negara bagian.
  • Secara sepintas tampak bahwa imperialisme telah lenyap dari muka bumi, koloni-koloni berubah menjadi masyarakat-masyarakat merdeka yang bebas dari ketidakadilan dan penindasan. Namun tindakan-tindakan imperialistik seperti pada waktu yang lalu kiranya masih ada dan terus bertahan dalam bentuk dan cara yang baru.

Demikianlah bahasan dan renungan singkat tentang "imperialisme", semoga bermanffat!
*
It is wrong to try to avoid the struggle against imperialism under the pretext that independence and revolution are important, but that peace is still more precious (Kim Il-sung)

*




[1] Merkantilisme adalah suatu teori ekonomi yang menyatakan bahwa kesejahteraan suatu negara hanya ditentukan oleh banyaknya aset atau modal yang disimpan oleh negara yang bersangkutan, dan bahwa besarnya volume perdagangan global teramat sangat penting. Aset ekonomi atau modal negara dapat digambarkan secara nyata dengan jumlah kapital (mineral berharga, terutama emas maupun komoditas lainnya) yang dimiliki oleh negara dan modal ini bisa diperbesar jumlahnya dengan meningkatkan ekspor dan mencegah (sebisanya) impor sehingga neraca perdagangan dengan negara lain akan selalu positip . Merkantilisme mengajarkan bahwa pemerintahan suatu negara harus mencapai tujuan ini dengan melakukan perlindungan terhadap perekonomiannya, dengan mendorong ekspor (dengan banyak insentif) dan mengurangi impor (biasanya dengan pemberlakuan tarif yang besar). Kebijakan ekonomi yang bekerja dengan mekanisme seperti inilah yang dinamakan dengan sistem ekonomi merkantilisme (Wikipedia)
[2] Ekpansi negara komunis Uni Soviet, setelah PD II, juga dipandang sebagai ekspansi yang imperialitik. Amerika Serikat & Co berusaha membendung ekspansi Uni Soviet tersebut al dengan mendirikan NATO dan SEATO. Menghadapi Imperalisme Uni Soviet dan Amerika tersebut negara-negara baru di Asia, Afrika, dan Amerika Latin membentuk Gerakan Non Blok.
[3] Kecuali Jepang yang telah dapat memodernisir dirinya
[4] Imperialism: The policy, practice, or advocacy of extending the power and dominion of a nation especially by direct territorial acquisitions of by gaining indirect control over the political or economic life of other areas, broadly: the extension or imposition of power authority or influence (Merriam - Webster)
[5] A policy aimed at furthering the minat of the United States abroad by encouraging the investment of US capital in foreign countries. (The Free Dictionary)