Senin, 21 April 2014

Jajak-pendapat



Ngunandiko.68


Jajak pendapat
(survey)

Petugas Jajak-pendapat.
Beberapa waktu yang lalu,14 April 2014, saya menerima SMS dari  cucu saya, dia menanyakan mengapa Prof Yusril Ihza Mahendra tidak percaya hasil “jajak pendapat” mengenai elektabilitas beberapa orang yang ingin menjadi Presiden RI dan juga hasil Quick Count.  Prof Yusril menuduh Lembaga-lembaga Survey tersebut hanya mengarahkan pendapat umum agar bersimpati terhadap nama calon dan partai tertentu. Kemudian terjadi dialog –  melalui SMS –    berkaitan dengan pertanyaan itu antara saya dan cucu saya.  Dialog tersebut selengkapnya adalah seperti  dibawah ini. Perlu saya jelaskan pula bahwa cucu saya tersebut berumur 18 tahun mahasiswa semester pertama.

Cucu                 : Mengapa Prof Yusril tidak percaya dengan hasil “jajag pendapat (surveY)” tentang elektabilitas  calon Presiden? Bahkan Lembaga Survey dituduhnya mengarahkan orang memilih calon-calon tertentu. Survey itu kan kerja ilmiah Ki ? (cucu saya biasa memanggil saya Aki).

Aki                    : Saya yakin Prof Yusril tahu bahwa “jajag pendapat” itu kerja ilmiah, tapi yang tidak beliau percayai adalah cara (methode) menjalankan survey itu !

Cucu                 : Bagaimana penjelasannya Ki ?

Aki                    : Saya ambil contoh ; kamu ingin beli buah duku, ada sekeranjang duku dan kamu ingin tahu apakah duku itu manis apa tidak. Yang kamu kerjakan mencicipi beberapa duku dan kalau duku yang kamu cicipi itu manis, maka  kamu percaya bahwa sekeranjang duku tersebut manis. 

Cucu                 : Apakah itu ilmiah Ki ?

Aki                    : Ya ! Jika duku yang kamu cicipi itu diambil  secara acak dan jumlahnya cukup, maka itu ilmiah. Mengambil secara acak dengan jumlah yang cukup tersebut dalam ilmu statistik disebut random sampling.

Cucu                 : Apakah sekeranjang duku tersebut pasti manis semua  Ki ? 

Aki                    : Tidak selalu semua duku di keranjang itu manis. Ada sejumlah duku yang tidak manis, yang  disebut  kesalahan (magin of error) biasanya dinyatakan dalam presentase.

Cucu                 : Tapi kalau saya (cucu saya) beli duku sering kali yang saya coba manis, tetapi setelah saya beli ternyata banyak yang tidak manis !

Aki                    : Itu  mungkin penjual duku-nya curang, duku yang manis diletakkan ditempat yang mudah kamu ambil untuk dicicipi, sehingga kamu mencicipi duku yang manis,  tapi duku lainnya banyak yang tidak manis.

Cucu                 : “Lembaga-lembaga Survey” juga berbuat seperti penjual duku itu  Ki ?

Aki                    : Ya kira-kira begitu ! Beberapa “Lembaga-lembaga Survey” dalam melaksanakan “jajak pendapat”  memilih “responden” yaitu orang  yang  ditanyai  pendapatnya (tidak secara acak), dan  jumlahnya pun tidak mencukupi !

Demikianlah dialog saya melalui SMS dengan cucu saya !  
*
Democracy cannot succeed unless those who express their choice are prepared to choose wisely. The real safeguard of democracy, therefore, is education. (Franklin D. Roosevelt) 
*

Rabu, 02 April 2014

Mengetahui Sebab dari Akibat.

Ngunandiko.65



Mengetahui
Sebab dari Akibat


I.                   Pendahuluan.

Tan Malaka
Renungan dan bahasan tentang  “Mengetahui Sebab dari Akibat” ini telah pernah dimuat  dalam “Warta HCRI” No.2 dan No.3 tahun 2003 dengan judul “ Kesilapan di dalam menarik suatu kesimpulan dari suatu peristiwa”. Renungan dan bahasan dalam tulisan  ini  adalah penyempurnaan dari tulisan dalam “Warta HCRI” tersebut, dimana  akan diuraikan bagaimana hubungan antara “sebab” dan “akibat” dari suatu peristiwa, dan bagaimana kita mencari sebab jika kita mengetahui akibatnya.  
Sebagian besar bahan-bahan yang digunakan dalam tulisan ini didasari oleh tulisan Tan Malaka dalam bukunya  "Madilog"
Renungan dan bahasan dalam tulisan ini akan disusun dengan urutan sebagai berikut :
  • Eksperimen
  • Jalan Persamaan (methode of agreement).
  • Jalan Perbedaan (methode of diferencet).
  •  Sisa (residu).
  •  Perubahan Bersama (cob-comitent variation).
  •  Jalan Persamaan (joint methode).
  •    Penutup


II.                 Eksperimen.

Eksperimen  atau per-alam-an adalah suatu percobaan yang memiliki sistem dan berencana (untuk membuktikan kebenaran suatu teori dsb). Eksperimen juga merupakan salah satu jalan untuk mengetahui “sebab” dari “akibat”. Dengan jalan eksperimen dapat diperlihatkan dengan jitu hubungan antara sebab dan akibat. Eksperimen untuk mencari sebab dari akibat tersebut dapat dibagi dalam 5 (lima) methode atau jalan :
Renungan dan bahasan dalam tulisan ini akan disusun dengan urutan sebagai berikut :

  •  .   Eksperimen
  •  .  Jalan Persamaan (methode of agreement).
  •    Jalan Perbedaan (methode of different).
  •  .   Sisa (residu).
  •  .   Perubahan Bersama (con-comitant variation).
  •  .   Jalan Persamaan (joint methode).
  •  .   Penutup  

III.      Jalan Persamaan (methode of agreement).

Jika seorang peneliti/pemeriksa ingin tahu apa yang menjadi sebab utama penyakit malaria, maka peneliti tersebut mencari informasi dengan membaca buku, tanya dokter, tanya dukun dan lain-lain. Peneliti tersebut akan memperoleh antecendent yaitu beberapa perkara yang yang mendahului, yang mungkin menjadi penyebab penyakit malaria tersebut. Kemudian semua antecendent itu dia susun menurut jalan persamaan.

Bagaimana posisi jalan persamaan itu?

Persamaan diantara beberapa bukti atau kejadianlah yang barangkali menjadi sebab (calon sebab)—beberapa bukti atau kejadian yang dapat dikumpulkan oleh si peneliti tersebut. Kemudian informasi yang diperoleh si Peneliti tersebut disusunnya, misalnya dalam dua kelompok sbb :

  • Kelompok Pertama : Nyamuk Anopheles, Teguran Hantu, Makan Rujak semuanya  berkumpul dan disangka menimbulkan demam,panas, dingin.
  • Kelompok Kedua : Nyamuk Anopheles, Angin Malam, Melangkahi Kubur orang keramat semuanya berkumpul dan disangka menimbulkan demam, panas dingin.

Mana yang menjadi sebab dari akibat (“demam. panas, dingin” atau malaria) belum diketahui. Peneliti tersebut lalu menyusun suatu formula :

  • Nyamuk Anopheles (sebagai calon sebab), dia (si Peneliti) pendekkan dengan huruf A, dan akibatnya dengan huruf a (dia belum tahu, bahwa akibatnya demam).
  • Teguran Hantu (di rimba atau ketika mandi di hari panas) dengan huruf H, dan akibatnya dengan huruf  h (dia juga belum tahu, bahwa akibatnya demam atau bukan).
  • Makan Rujak dengan huruf R dan akibatnya r (dia juga belum tahu, bahwa akibatnya demam atau bukan).
  • Melangkahi Kubur dengan huruf K dan akibatnya k (dia juga belum tahu, bahwa akibatnya demam atau bukan).
  • Angin Malam dengan huruf M dan akibatnya m (dia juga belum tahu, bahwa akibatnya demam atau bukan).

Kelompok Pertama dan Kedua dari calon sebab tersebut diatas dan akibatnya, dia jajarkan pada dua baris dan di tinjaunya :

Pada Kelompok Pertama : AHR akibatnya ahr ; a itu ialah demam, panas, dingin ; hr masing-masing penyakit satu-satu : juga demam, panas, dingin.
Pada Kelompok Kedua : AMK akibatnya amk ; a itu ialah demam, panas, dingin ; hr masing-masing penyakit satu-satu : juga demam, panas, dingin.

Pada dua jajar Kelompok Pertama dan Kelompok Kedua  tersebut kita lihat akibat ialah demam, panas, dingin ; dan A diantara tiga antecedent selalu ada, yakni para calon-sebab yang selalu ada.

Sekarang dia periksa mulai dari akibat : demam, panas, dingin (a) tak bisa disebabkan oleh H dan R, karena pada jajar Kelompok Kedua H/R tidak ada, tetapi akibatnya yakni demam, panas, dingin sebaliknya ada.
Juga M/K tidak bisa menyebabkan demam, panas, dingin ; karena pada jajar Kelompok Pertama M/K itu tidak ada, sedangkan sebaliknya demam, panas, dingin itu ada.
Jadi nyatalah A, yakni nyamuk Anopheles yang jadi sebab, Bukan Teguran Hantu (H), Makan Rujak (R), Angin Malam (M), atau Melangkahi Kubur (K).
H/R dan M/K pada dua jajar Kelompok Pertama dan Kelompok Kedua tersebut boleh diabaikan tanpa mengganggu akibat.
Dalam per-alam-an atau eksperimen, dimana si Peneliti ingin tahu akibat dari beberapa calon sebab, maka ia mulai dari sebab.
A pada jajar kesatu tidak bisa menimbulkan hr, karena pada jajar kedua A juga ada tetapi hr tidak ada.
Jadi akibat dari A yang hadir pada dua jajar itu, mesti juga hadir pada dua jajar. Dia itu tak lain, melainkan a, yakni demam, panas, dingin.

Contoh tersebut diatas adalah untuk hal-hal yang gampang, namun dalam suatu penelitian/pemeriksaan ilmiah (science) tidaklah selalu sesederhana itu, kadang-kadang sebab itu kembar dengan sebab lain. Jadi akibatnya berpadu pula seperti :

  • Suatu perahu dihanyutkan arus, umpamanya dari barat ke timur, kalau angin kuat bertiup dari utara ke selatan, maka perahu itu tak akan jatuh di timur, melainkan di antara timur dan selatan, di tenggara upamanya.
  • Dua sebab Oksigen dan Hidrogen ; keduanya dalam kimia dapat berpadu dahulu jadi barang ketiga “air” yang berlainan sifat dari dua asalnya.
  • Selain dari itu sebab bisa kembar, boleh jadi dua sebab berlawanan. Kalau keduanya sama kuat seperti 2 – 2 = 0, maka keduanya bungkem, berdiam diri saja, walaupun hadir.

Banyak contoh yang dapat dikemukakan, tetapi kiranya contoh diatas dapat dipandang cukup. Jika jalan mencari sebab dengan “Jalan Persamaan” seperti diuraikan diatas dapat diintisarikan, maka adalah sbb :

  • Calon sebab yang hadir pada semua jajar itulah yang menjadi sebabnya kejadian.
  • Asingkanlah “Calon sebab”  yang  hadir pada semua jajar itu. “Calon sebab” itulah yang “sebab”, dimana si “Polan” ada, disana ada “akibat”.
Kalau begitu si “Polan” lah yang menjadi “sebab” ; yang menjadi “biang” kejadiannya.

IV.        Jalan Perbedaan (methode of difference).

Dimana si Polan tak ada, disana tak ada pula akibat. Ini adalah kebalikan dari jalan persamaan. Menurut jalan persamaan, dimana Anopheles ada, disana demam, panas, dingin (malaria) ada. Tetapi menurut jalan perbedaan, dimana Anopheles tak ada, disana pula demam, dingin, panas tak ada. Pada jalan persamaan kita susun  si Polan (calon sebab) pada beberapa jajar, dimana si Polan selalu hadir dan akibat selalu ada.
Pada jalan perbedaan, kita bandingkan jajar yang berakibat dengan jajar lain, yang semuanya bersamaan dengan jajar pertama kecuali tak berakibat. Pada jalan persamaan si Polan yang dicurigai, jadi sebab itu sama pada dua (atau lebih dari satu) jajar, tetapi perkara yang lainnya H/R semuanya berlainan dengan M/K.
Pada jalan perbedaan kedua jajar bersamaan semua perkaranya, kecuali pada satu jajar “si Polan” itu ada dan pada jajar kedua “si Polan” lenyap ( tak ada).
  • .Jajar ke-1 . . . . . . . . . A/H/R                  ahr
  • .Jajar ke-2 . . . . . . . . .      H/R                    hr

Si pemeriksa simpan saja dalam hatinya hal ini : Ketika  si Polan ada, akibatnya juga ada (seperti seorang Reserse pikir hal ini kalau “si Pemarah” ada, maka selalu ada keributan). Coba saja periksa bagaimana jadinya, kalau dia (“si Pemarah”) tak ada. Kalau akibatnya tak ada pula, maka teranglah sudah, bahwa “si Pemarah” si Polan itulah yang jadi sebab.

Pemeriksaan :
Kalau akibat ke-1 dari AHR itu ahr, dan akibat ke-2 dari HR itu hr, maka ternyatalah bahwa akibat dari A itu adalah a.
  • Dimana A itu ada, akibatnya juga ada, ialah a (jajar ke-1) ;
  • Dimana A tak ada disana, akibatnya a pun tak ada (jajar ke-2).

Teranglah A yang menjadi sebab.

Kalau nyamuk Anopheles, Hantu, dan Rujak ada, maka akibatnya, ialah : demam dan panas ada, tetapi jika sang Nyamuk tak ada walaupun Hantu dan Rujak keduanya ada, demam dan panas tak ada. Tentulah sang Namuk biang keladinya. Jadi A tak boleh dibuang, kalau dibuang akibatnya juga hilang.

Boleh juga kita mulai dari belakang :
  • Ke-1 kita susun akibat, yakni ahr, disebabkan AHR ;
  • Ke-2 akibatnya hr saja.

Kalau dalam hal kedua ini antecendentnya calon sebab ialah HR, maka kita tahu bahwa a pada jajar ke-1 itu dilahirkan oleh HR. Kalau kita tahu bahwa hr, umpamanya pusing kepala dan sakit perut itu diterbitkan oleh mandi hari panas (ditegur hantu) dan makan rujak, maka yakinlah kita bahwa a yakni demam panas disebabkan oleh A, namuk Anopheles.

V.          Jalan Sisa (Residu).

Jalan ini ada juga berhubungan dengan jalan yang telah dijelaskan diatas. Pada jalan ini kita cari sebab pada sisa, yaitu sisa dari semua sebab yang sudah kita ketahui. Umpamanya: ABC selalu diikuti oleh akibat abc.
Pada pemeriksaan dahulu sudah kita ketahui bahwa akibat dari A ialah a; dari B ialah b; dan akibat dari C ialah c. Sekarang kita kurangkan semua akibat dari abc dengan jumlah bc: kita peroleh sisanya:
Kita tahu, bahwa akibat a ini mesti disebabkan oleh A. Aturan bekerjanya pada jalan ini ialah:
Kurangkanlah semua sebab dengan jumlah-sebab yang sudah diketahui. Sisa dari pengurangan itulah yang jadi sebab dari sisa akibat.

Contoh yang populer:
Seorang mendapat demam, dingin, panas dari buku bacaan seorang dokter dan dukun. Dia kumpulkan semua calon sebab: nyamuk Anopheles, teguran Hantu mandi dihari panas , dan makan Rujak, ABC akibat abc.
Dia tahu, bahwa akibat dari teguran Hantu B hanya pusing kepala (b), dari makan rujak C hanya sakit perut (c). Jumlah sebab BC dan jumlah akibat ialah bc. Tinggal lagi akibat abc – bc = a. Dengan yakin dia putuskan, bahwa sakit demam, dingin-panas mesti dia peroleh dari nyamuk Anopheles (A). Jalan ini dalam Ilmu Bintang banyak pakai dan banyak pula hasilnya.

Contoh:
Saat bintang beredar, peredarannya tentulah dibentuk oleh beberapa bintang yang lain. Sudah diketahui beberapa bintang lain yang membentuk jalan peredarannya, umpamannya bintang ABC akibat      abc. Tetapi masih ada akibat, x, misalnya yang belum diketahui bintang yang membentuk akibat x itu. Si Ahli bintang main hitung dan main teropong. Kemudian dia dapati bintang itu, x umpamanya.

VI.        Jalan Perubahan Bersama (Con-comitant variations).

Seperti kita ketahui “panas” ialah sebentuk kodrat, yang pada pemeriksaan ini menjadi barang (obyek) pemeriksaan kita. Seperti dahulu sudah dikatakan, kodrat itu tidak bisa dipisahkan dengan benda. Si Mistikus boleh menceraikan jasmani dengan rohani itu, namun scientist dalam laboratorium tak bisa berpikir seperti itu, apalagi menjalankan perceraian kodrat dengan benda.
Kalau kita jajarkan beberapa contoh, yang bersamaan cuma dalam hal panas saja (A), dan semua hal lainnya, berbeda satu-persatu, maka kita bisa pakai jalan Persamaan. Disini panas sebagai sebab atau akibat bisa ditangkap dan diasingkan. Tetapi selainnya dari perkara panas semua contoh itu juga bersamaan dalam hal badan. Semua contoh itu punya badan. Tak ada barang yang mempunyai panas dan tak punya badan. Jadi jalan persamaan tak bisa dipakai.
Kalau kita bisa jajarkan beberapa contoh pula, yang satu jajar mempunyai panas (A), jajar yang lain tiada mempunyai panas (A) itu, maka kita boleh pakai jalan perbedaan. Kalau pada jajar tak-ber-A itu, tak punya panas itu, akibat juga lenyap, maka nyatalah bahwa panas (a) itulah yang menjadi sebab. Tetapi keberatan diatas kita juga jumpai disini. Kita gampang susun pada satu jajar, beberapa benda yang sama-sama punya panas (A), tetapi mustahil mendapatkan benda pada jajar kedua yang tak-ber-panas.
Dalam hal ini jalan perbedaan juga tak bisa dipakai. Kalau kita bisa kurangkan jumlah semua sebab dengan jumlah sebab yang sudah diperalamkan ABC-BC = A dan sisanya cuma satu (A) ialah panas, maka kita bisa pakai jalan sisa. Kita tahu bahwa A, panas itulah yang menjadi sebabnya akibat (a). Tetapi sisanya tiada saja A (panas) tetapi juga badan, ialah badan yang perlu buat mengandung panas. Jadi kita tak bisa tahu, apakah panas ataukah badan yang menerbitkan akibat. Jadi jalan sisa-pun tak bisa dipakai. Untunglah ada lagi satu jalan.              Walaupun calon sebab itu (disini panas) tak bisa sama sekali kita  ceraikan dari bendanya, kita bisa ubah calon sebab itu dengan tidak melenyapkan (panas) itu sama sekali. Kalau perubahan sebab itu (A) mesti diikuti pula oleh perubahan (modification) dari akibat (a), maka   kita tahu, bahwa calon sebab (A) itulah yang sebab sebetulnya. Jadi kita turun-naikkan (quantity, banyak) panas itu. Turun-naiknya itu menyebabkan turun-naiknya akibat pula.
Penunjuk jalan, bekerja, menurut Jalan Perubahan Bersama ini: Apabila perubahan satu bukti atau kejadian diikuti oleh perubahan bukti atau kejadian lain, maka bukti atau kejadian itulah yang menjadi sebab atau akibat dari bukti atau kejadian lain.

Galileo
Galileo (1564 – 1642) dan Ahli Bintang tadi mesti lari pada jalan perubahan tergantung disebabkan tarikan bumi, seperti buaian pendulum (gandulan) jam, Galileo berjumpakan pengaruh gunung. Gunung ini seperti panas tak bisa dilenyapkan. Ahli Bintang yang memeriksa “pasang naik dan pasang turun” berjumpakan pengaruh bulan. Bulan pun tak bisa dilenyapkan dari per-alam-an (experiment).
Galilieo dan Ahli Bintang tadi mesti lari pada jalan perubahan bersama. Contoh dari jalan keempat ini, akan diberikan bersama dengan jalan terakhir yang akan diuraikan dibelakang ini.

VII.     Jalan Campur Aduk (Joint method).

Jarang sekali Alam kita ini memberi contoh, dimana si Pemeriksa cocok dan gampang memakai Jalan Persamaan saja atau Jalan Perbedaan saja. Biasanya hukum atau sebab yang dicari itu tersembunyi dalam atau terikat oleh beberapa perkara yang bisa jadi sebab atau hukum. Dalam hal ini si Pemeriksa lari dan berlindung pada Jalan Campur aduk. Biasanya jalan itu diterjemahkan dengan campuran Jalan Persamaan dan Jalan Perbedaan. Tetapi percampuran yang gampang inipun tak mudah didapat. Sering percampuran itu ditambah dengan jalan lain, dengan jalan Perubahan bersama, umpamanya.

Sebagai perkara terakhir dari uraian cara bagaimana seorang scientist bekerja untuk mencari hakekat berupa sebab atau hukum, maka sebagai contoh yang dipakai oleh John. Stuart Mill (an English philosopher, political economist and civil servant. 1808 – 1873) dari pemeriksaan  seorang physiologist  dan neurologist  Dr. Brown Seguard (1817 – 1894). Contoh itu akan susah dimengerti kalau disalin begitu saja, maka berikut ini akan diambil maknanya saja. Sudah tentu contoh ini hanyalah salah satu dari contoh bagaimana seorang scientist bekerja.

John Stuart Mill
Sebagaimana diketahui seorang Mistikus tak perlu menghiraukan bukti dan benar atau banyaknya bukti yang mau diperiksa. Tak perlu memperamati atau memperalami buktinya itu. Tak perlu memperdulikan perhubungan sebab dan akibat. Tak perlu ia memperdulikan apakah simpulan yang diperolehnya itu benar buat semua tempo atau tempat. Apalagi jalan mencari undang atau sebab itu. Ini semua perkara diluar perhatian dan maksudnya hal gaib tadi. Kalau impiannya bisa melayang kesemua penjuru Alam melalui semua Bintang dan awang-awang, atmospherestratosphere dan sebagainya melalui dunia fana dan baka, surga dan neraka, kalau perut kosong mata tak tidur beberapa hari, pikiran memang bisa melayang lebih cepat dari flying fortress dan bisa pula berjumpa dengan yang digambar dalam otak: malaikat atau bidadari yang bermata seperti burung merpati; kalau “teori” berupa kepercayaan baru yang didapatnya menyelimuti semua kegelapan zamannya, memberi pengharapan dan menghilangkan ketakutan manusia dalam masyarakatnya; kalau seterusnya lidahnya cukup liat seperti karet dan urat leher di tangannya kuat seperti baja: terutama kalau dalam pertempuran mulut dan tangan dia bisa kuat “menang”, maka kepercayaan dia tadi jadi kepercayaan umum.
Dia bisa dianggap sumber kekuatan dan bisa dianggap Nabi atau Tuhan sendiri. Tetapi si Scientist tak bisa menetapkan tinggal namanya dalam sejarah manusia dengan kalah atau menang berperang mulut atau jiwa saja.
Kalau “simpulan akibat” yang diperolehnya dengan jalan scientific tak bisa dilaksanakan, diperalamkan di semua tempat dan tempo, gagallah teori atau hukum yang diperolehnya. Sebagai pemeriksa atau perintis jalan dia bisa terus dihargai, tetapi hasil pemeriksaannya tak akan dianggap sebagai sumber hakekat, tak lapuk oleh hujan, tak lekang oleh panas (seperti adat asli Minangkabau). Akhirnya “hakekat” yang diperoleh scientist, bukanlah hakekat yang mesti diterjemahkan dengan pasti atau dilaksanakan dengan tepat dan tak putus-putusnya. Satu kali saja berjumpa kegagalannya, semua hakekat itu mesti dicurigai, buat dibentuk baru atau dibuang sama sekali.
Barang siapa tiada menganggap simpulan science itu sebagi “working hypothesis”, teori buat dilaksanakan, dipakai dan kalau perlu dilemparkan, maka jatuhlah ia pada dunia dogma, dunia kepercayaan semata-mata.

Kembali pada Dr. Brown-Seguard ( physiologist dan neurologist), sebagai salah satu contoh pemakai jalan Campur Aduk. 
Lebih tinggi goncangannya (gemetarnya) urat (hewan atau manusia) ketika mati, lebih lambat urat itu tegang dan lebih lama ketegangan itu dan lebih lambat urat itu jadi busuk. Dengan perkataan lain: keras kendurnya goncangan urat selalu diikuti oleh cepat-lambatnya ketegangan urat. Hukum inilah yang dia mau uji dengan peralaman dan Jalan Logika ( lihat : Undang Dr. Brown Seguard).

Ke-1. Dia potong satu (urat) sarafnya satu hewan, pada kaki kiri. Ini kaki jadi lumpuh. Kaki kanan tinggal sehat. Kedua kaki pada satu binatang tadi semua bersamaan, kecuali kirinya lumpuh dan kanannya sehat. Hewan tadi segera dibunuh. Ketika hewan itu sedang mati kelihatan goncangan uratnya kaki lumpuh lebih cepat dari kaki sehat. Jadi perbedaan itu dalam hal goncangan dan tegang urat itu terdapat pada lumpuh dan sehat (Jalan Perbedaan).
Dia per-alam-kan dua, tiga sampai empat kali. Dia takut kalau ada perbedaan lain dari lumpuh dan sehat saja. Sebab itu dia ambil bermacam-macam hewan, tetapi hasilnya sama. Sekarang hewan tidak segera dibunuh sesudah dilumpuhkan. Sebulan sesudah itu, sekarang goncang dari urat kaki lumpuh tadi berhenti. Akibat juga berlainan dengan pembunuhan, pada saat hewan dilumpuhkan; sekarang ketegangan urat lebih keras datang dan kurang lama. perbedaan pada dua pembunuhan itu cuma satu, ialah: Perbedaan kerasnya goncangan urat.
Pada pembunuhan pertama, goncangan urat keras dan ketegangan sesudah mati lebih lambat datang dan lebih lama. pada pembunuhan kedua sesudah satu bulan goncangan urat sudah kendor, ketegangan sesudah mati lebih lekas datang dan kurang lama. Perbedaan pembunuhan pertama dengan yang kedua cuma satu: Pada pembunuhan pertama goncangan urat keras, sebab lekas dibunuh sesudah dilumpuhkan. Pada pembunuhan kedua goncangan urat, kendor, sebab dibunuh setelah satu bulan. Perbedaan sebab cuma pada keras-kendornya goncangan urat.

Perbedaan ini mendapat perbedaan lama lekasnya datang, akibat ketegangan (disini juga dipakai Jalan Perbedaan).
  • Calon-sebab      : A/B/C akibat abc.
  • Calon–sebab     : B/C akibat bc.
  • Jadi- sebab           :        A berakibat a.

Bahwa goncangan urat itu disebabkan kematian, dengan Jalan Perbedaan juga sudah lama diketahui. Goncangan urat itu berbeda pada binatang hidup dan mati. Tetapi lekas-lambat datangnya ketegangan tiadalah bergantung pada kematian, melainkan pada keras-kendornya goncangan (gemetarnya) urat sesudah mati.
Sebetulnya perbedaan keras-kendornya goncangan urat itu pada dua peralaman tadi sudah mengandung Jalan-Perubahan-Bersama. Disini ktia tiada berjumpakan goncangan keras dari urat dan goncangan berhenti (hilang) saja, melainkan perubahan keras bergoncang saja. Kalau goncangan sama sekali hilang, barulah boleh dinamakan semata-mata Jalan Perbedaan.

Ke-2. Lebih rendah (dingin) hawa urat ketika mati, lebih keras goncangannya urat. Berhubung dengan ini lebih lama pula datangnya ketegangan. Jadi hawa panas atau dingin dirubah. Juga disini sebetulnya dipakai Jalan-Perubahan-Bersama.

Ke-3. Makin lama gerak badan (sport) dijalankan lebih kendor goncangan (gemetar) urat. Mangsa pemburuan, kalau di bunuh sebelum berhenti lelah, uratnya tegang dan busuk lekas sekali. Jago mati dalam kalangan begitu juga. Sama dengan itu juga, nasibnya serdadu mati dimedan peperangang. (Disini dipakai Jalan-Perbedaan). Perbedaan diantara sebab cuma perbedaan cape yakni payah dan tak lelah.

Ke-4. Makanan baik memperkeras goncangan urat. Seseorang sehat mati dengan diperkosa, uratnya bergoncang keras dan lama, ketegangan urat lambat datangnya. Begitu juga lama baru busuk. (Kita mendapat akibat sebaliknya, kalau makan dikurangkan). Tidak satu bukti saja pada masing-masing peralaman diatas ini, yang diperiksa, melainkan beberapa bukti, berhubungan dengan makanan baik dan makanan buruk itu.
Disini sebetulnya kita sudah berjumpa dengan Jalan-Campur-Aduk antara Jalan-Persamaan dan Perbedaan, malah juga dengan Jalan-Perubahan-Bersama. Pada satu jajar kita dapati beberapa bukti yang bersamaan dalam satu hal, ialah beberapa ketegangan urat lama itu, semuanya disebabkan makanan baik. (Jalan-Persamaan). Pada jajar kedua kita dapati begitu juga: Beberapa ketegangan yang lekas datang dan perginya itu, disebabkan oleh satu persamaan pula: makanan buruk (Jalan Persamaan). Tetapi pada jajaran pertama kita dapati makanan baik dan pada jajar kedua kita dapati makanan buruk. Jadi calon-sebab ada pada jajar pertama dan tak ada pada jajar kedua (Jalan-Perbedaan). Sebetulnya juga ada pada jajar pertama, tetapi berubah pada jajar kedua( Jalan-Perubahan-Bersama).

Ke-5. Gemetar urat seluruh badan, seperti sport yang menghabiskan tenaga, juga mengendorkan goncangan urat. Uratnya tegang dan busuk lekas sekali. Gemetar urat seluruh badan yang membawa ke kubur itu disebabkan oleh bermacam-macam perkara: satu jenis Kolera, satu jenis racun, dsb (Jalan-Persamaan).

Ke-6. mati karena petus. Ini perkara lebih sulit dan mesti diperiksa lebih dalam. Pada satu jenis mati ditembak putus “ketegangan urat” atau sama sekali tak ada atau begitu cepat sehingga tak kelihatan. Dalam hal ini urat lekas busuk. Pada jenis lain, mati ditembak petus juga, akibat seperti biasa: ada ketegangan urat itu. Apa perbedaan petus dan petus itu?
Pada jenis pertama, kematian tadi mungkin langsung disebabkan: ketakutan: terbang darah di sekeliling otak atau dalam rabu, gempa otak, dsb (hersenschudding). Tetapi tak ada di antar calon sebab ini (terbang darah, dsb) yang bisa hentikan ketegangan urat seperti hal pertama ditas.
Pada jenis kedua, kematian tadi boleh jadi langsungnya disebabkan: gemetar (convulsion) tiap-tiap urat badan.
Akibat dari gemetar tiap-tiap urat ini, ialah: sama sekali berhentinya goncangan urat itu dengan segera. Begitu cepat perhentian itu sampai tak bisa dilihat. Kalau ketegangan itu seperti biasa, maka mati ditembak petus itu berlainan dengan hal dibelakang ini, artinya bisa dilihat.
Ujian? Hal ini tentu tak bisa diperalamkan! Tuan dokter tak boleh ambil orang dan dibiarkan ditembak petus. Dia bisa ambil hewan dan tunggu petus. Tetapi berapa lama? Boleh jadi pula tali binatang tadi saja yang kena, dan bintangnya bisa lari. Tuan dokter ambil hewan lain dari orang, dan petus yang lain jenis, ialah listrik.
Binatang dibunuh oleh Listrik: ketegangan uratnya singkat dan busuknya lekas datang. Lebih hebat listriknya, lebih singkat ketegangan dan lebih cepat kebusukan. Listrik sehebat-hebatnya, goncangan urat pada saat saja diberhentikan, cuma lebih kurang 15 menit.
Jadi disini, ialah listrik diturun-naikkan, dirubah dan akibat juga turun-naik, berubah. Kalau tabrakan listrik maha-hebat, seperti petus, maka ketegangan itu juga di cepat kan dengan angka perbandingan, sampai hilang atau tak kelihatan sama sekali. (Nyatalah disini cuma Jalan-Perubahan-Bersama yang bsia dijalankan!). Begitulah dengan peralaman ke-6, peralaman listrik ini, diuji undang Dr. Brown Seguard tadi, yang menunjukkan perhubungan sebab dan akibat antara keras-kendornya “goncangan urat” dan “cepat-lambatnya ketegangan urat”.

Dr. BROWN me-ikhtiarkan sbb :

  • Pertama: Apabila tingkat “goncangan urat” itu tinggi, pada saat mati ditimbulkan dalam keadaan: (a) makanan baik; orang mati terperkosa dalam sehat; (b) berhenti, goncangan urat karena kelumpuhan; (c) kena pengaruh kedinginan. Maka dalam semua hal ini (a, b, c) ketegangan urat, datangnya “lambat” dan lama tegangan itu; urat itu lama baru busuk dan perlahan busuknya (lawan diatas).
  • Kedua: Apabila tingkat “goncangan urat” itu rendah, pada saat mati, ditimbulkan dalam keadaan: (a) makanan buruk; (b) lelah sampai kehabisan nafas; (c) gemetar urat seluruh badan disebabkan racun atau penyakit kolera, maka dalam semua hal ini (a,b,c) ketegangan urat itu datangnya “cepat” dan perginya cepat pula dan kebusukan urat itu cepat pula datangnya dan perginya.
Pada contoh pertama dan kedua ini dipakai Jalan-Campur-Aduk dari Jalan-Persamaan dan Perbedaan. Pada jajar pertama kelihatan persamaan akibat, ialah “lambat” datang dan berhentinya ketegangan urat, walaupun dalam keadaan berlain-lain (a, b dan c). Persamaan akibat itu didapat pula pada calon-sebab yang sama, ialah keras goncangannya urat pada saat mati, walaupun dalam keadaan berlainan pula. Jadi pada jajar kedua ini terpakai Jalan-Persamaan juga. Tetapi kalau jajar dibandingkan dengan jajar, maka nyatalah bahwa Jalan-Perbedaan yang dipakai. Pada jajar pertama kita jumpai goncangan urat yang cepat bagai persamaan-calon-sebab. Sedangkan pada jajar kedua calon-sebab yakni goncangan cepat itu tak ada.
Sebetulnya bukan tak ada sama sekali, berbeda sama sekali seperti hidup dan mati, melainkan berubah tingkatnya. Pada jajar pertama kita peroleh “goncangan cepat”, sedangkan pada jajar kedua kita ketemukan “goncangan kendor”. Disini sebetulnya dipakai Jalan-Perubahan-Bersama.
Sudah diperlihatkan pada lain tempat oleh para Pemeriksa, bahwa “goncangan urat’ itu sebabkan oleh kematian. Ini ditunjukkan dengan Jalan-Perbedaan mati dan hidup. Dan mati itulah pula sebab asli dari “ketegangan urat” dan seterusnya “kebusukan urat”. Tetapi bukan sebab asli itu yang menjadi pangkal dan ujung peralaman Dr. Brown. Yang dinyatakan oleh peralaman ini, ialah: Keras kendornya gonacangan urat itu selalu diikuti oleh cepat lambatnya ketegangan urat. Walau “sebab” yakni “keras kendornya” itu dalam berjenis “keadaan mati” (a, b, c) sebab tadi selalu diikuti oleh akibat, yakni cepat, lambatnya ketegangan urat.
Memang susah memahami semua peralaman, ikhtisar dan Logika yang dipakai oleh Dr. Brown. Satu kata saja yang dipakainya akan lupa, atau kurang jelas, maka lumpuhlah usaha kita. Semua kata mesti dipahami dan diulang membaca, lebih-lebih oleh kita yang bukan dokter. Marilah saya coba formulakan ikhtisar Dr. Brown. Mudah-mudahan bisa menambah kejelasan:


  • Pertama          :  Sebab, goncangan urat itu keras (dalam bemacam-macam keadaan); akibat ketegangan urat lambat.

  • Kedua             :  Sebab goncangan urat itu kendor (dalam bermacam-macam keadaan); akibat ketegangan urat cepat.
Persamaan goncangan urat keras pada jajar pertama, kita pendekkan (A) dan akibat persamaan ialah (a).
Persamaan goncangan urat kendor pada jajar kedua, kita pendekkan (X) dan akibat persamaan ialah (x).
BC, DE, FG, pada jajar kiri menunjukkan berlain-lain keadaan (A).
LM, NO, FQ, pada jajar kanan menunjukan berlain-lain keadaan (X).

Pedeknya:

  • Sebab  : ABC   1  akibat abc.     Sebab : XLM   1        akibat xlm.
  • Sebab : ADE   1   akibat ade.  Sebab  : XNO     1         akibat xno.
  • Sebab: AFG   1  akibat afg.     Sebab  : XPQ      1        akibat xpq
                                               
Jajar kiri bersamaan. Sebab A dan bersamaan akibat a (Jalan Persamaan).
Jajar kanan bersamaan. Sebab X dan bersamaan akibat x (Jalan Persamaan).
Sebab pada jajar kiri (A) hilang pada jajar kanan (disini X yang sebab) (Jalan Perbedaan). Sebetulnya sebab itu tiada hilang, melainkan berubah banyaknya (quantitive). Sebetulnya juga dipakai Jalan-Perubahan-Bersama. Jadi adalah tiga jalan, campur-aduk dipakai pada pemeriksaan yang sulit ini ialah: Jalan-Persamaan, pada masing-masing jajar dan Jalan-Perbedaan serta Jalan-Perubahan-Bersama pada kedua jajar itu.
Penunjuk jalan dalam pemeriksaan menurut Jalan-Perubahan-Bersama ini: Kalau diantara dua jajar bukti peralaman, pada satu jajar selalu ada persamaan (calon-sebab), sedangkan pada jajar lain selalu tak ada persamaan, maka calon-sebab pada jajar pertama itulah yang menjadi sebab dan akibat atau kalau ada pula persamaan tetapi berlainan tingkatnya dari jajar pertama, maka perbedaan (ada dan tak ada) itulah yang jadi sebab dan  
akibat.

VIII.  Penutup.  

Sebagai  penutup dari renungan dan bahasan ini ingin dikemukakan hal-hal sebagai berikut :

  • Sebagian besar bahan-bahan yang digunakan dalam tulisan ini didasari oleh tulisan Tan Malaka dalam bukunya “Madilog”
  • Renungan dan bahasan dalam tulisan  ini dimaksudkan untuk membantu mencegah terjadinya kesilapan di dalam menarik suatu kesimpulan dari suatu peristiwa.
  • Renungan dan bahasan dalam tulisan  ini  juga di maksudkan untuk membantu bagaimana mencari sebab, jika diketahui akibatnya. Misalnya apa sebabnya jika diketahui bahwa akibatnya adalah wabah penyakit, kerusuhan dan lain-lain.
  • Jarang sekali di Alam ini ada suatu peristiwa dimana dengan gampang dicari sebabnya jika diketahui akibatnya. Seringkali memakai Jalan Persamaan saja atau Jalan Perbedaan  saja tidak dapat diketahui sebab dari peristiwa tersebut, karena  sebab yang dicari itu tersembunyi dalam atau terikat oleh beberapa perkara yang bisa jadi sebab. Dalam hal ini Jalan Campur aduk dapat dipergunakan.
  • Untuk mencari sebab jika diketahui akibat dengan dengan jitu, maka disamping dengan jalan yang benar harus pula dilakukan dengan cerdas dan cermat.

Demikianlah, semoga bermanfaat.
*
Alangkah majunya pendidikan kita, bila semua guru kreatif dan kritis, meski dalam banyak kasus kreativitas dan kekritisan seseorang kadang mendatangkan malapetaka bagi dirinya (Prof Dr. Ki Supriyoko MPD- Kompas 16 Agustus 2003)

*