Jumat, 24 Juli 2015

Orang-pintar.

Ngunandiko.89




"Orang-pintar"



Orang-pintar
Sekitar 50 tahun yang lalu, di suatu kampung di Yogyakarta tinggal seorang yang memiliki keahlian  meramal, khususnya memprediksi jenis kelamin dari anak yang masih di dalam kandungan - prediksi-nya  tidak pernah meleset . Orang menyebutnya sebagai "Orang-pintar". Oleh karena itu, bagi mereka yang memiliki anggota keluarga yang sedang mengandung, sering datang ke "Orang-pintar" tersebut untuk di prediksi.
Perlu dijelaskan bahwa pada waktu itu - sekitar tahun 1960-an - dokter  belum dapat melihat jenis kelamin dari   anak yang masih ada di kandungan. Pada waktu itu belum ditemukan alat untuk melihat jenis kelamin anak yang masih dalam kandungan- seperti yang telah ada sekarang ini .
Ketenaran "Orang-pintar" meramal jenis kelamin dari anak yang masih di dalam kandungan tersebut telah membuatnya terkenal dimana-mana, Banyak keluarga yang datang kepadanya ingin tahu, apakah calon anaknya nanti laki-laki ataukah perempuan.  
Pada suatu hari - secara kebetulan - seorang teman saya berkenalan dengan orang yang selalu membantu "Orang-Pintar" itu dalam kegiatannya meramal. Setelah berkenalan cukup lama dan mereka sering saling bertemu, maka pada suatu hari pembantu "Orang-Pintar" itu menceritakan rahasia cara meramal "Orang-pintar" tersebut kepada teman saya. Hal itu kemudian diceritakannya kepada saya, yang pada dasarnya lebih kurang sbb:
  • Jika seseorang datang ke "Orang-Pintar" itu, dan ia ingin mengetahui (ingin diramal) jenis kelamin dari anaknya yang masih di dalam kandungan, maka pertama-tama pembantu-nya harus mencatat identitas dari orang yang datang itu (nama, umur dll) di dalam suatu "buku catatan"; setelah itu ............ "Orang-pintar" tersebut  mengucapkan doa dan meraba perut si ibu. 
  • Setelah merenung beberapa saat, maka "Orang Pintar" itu memberi tahu jenis kelamin dari anak (janin) yang masih di dalam kandungan. Dan kemudian menyuruh pembantu-nya   mencatat  ramalannya,  lelaki atau perempuan, dalam "buku catatan" tersebut.
  • Perlu diketahui bahwa sebelumnya pembantu tersebut telah diberi pesan, bahwa ramalan-nya harus di tulis sebaliknya (berlawanan dengan ramalan-nya). Jika ramalan-nya laki-laki, maka harus di tulis perempuan, dan sebaliknya jika ramalan-nya perempuan, maka  harus ditulis laki-laki ;
  • Menurut pembantu (asisten) itu, kalau ramalan-nya benar, orang tidak lagi mempersoalkan dan bertanya  kepada "Orang Pintar" tersebut. Kalau toh hal itu ada, biasanya hanya mengucapkan terimakasih sembari memberi oleh-oleh sebagai tanda terimakasih;
  • Tapi kalau   ramalan-nya salah, yang bersangkutan sering kembali untuk menanyakan sebab-sebabnya. Jika hal itu terjadi, maka "Orang Pintar" itu lalu   menunjukan "buku catatan". Sudah barang tentu ramalan di "buku catatan"   adalah  benar, karena hasil ramalan-nya selalu di tulis sebaliknya.

Mendengar cerita pembantu (asisten) itu. .. . . . . . . . saya tersenyum (dalam hati), memang pantas jika peramal itu disebut sebagai "Orang Pintar".
*
Humor must not professedly teach, and it must not professedly preach, but it must do both if it would live forever.
- Mark_Twain in Eruption - 

*

Jumat, 03 Juli 2015

Ditelan hantu-hotel.


Ngunandiko.88




Ditelan hantu-hotel



Hotel Indonesia (2000)
Pada waktu ini, ibukota Jakarta telah memiliki banyak gedung bertingkat lengkap dengan berbagai peralatan modern seperti pendingin udara (air conditioning), elevator, lift, CCTV dan lain-lain. S ampai sekitar akhir tahun 1950-an atau awal tahun 1960-an, kondisi -nya adalah sangat berbeda, Jakarta belum memiliki gedung-gedung bertingkat yang modern seperti itu.
Pada tahun 1962, Jakarta hanya memiliki satu gedung bertingkat tinggi dengan peralatan modern seperti dengan lift, air conditioning, dan lain-lain yaitu "Hotel Indonesia". Disamping itu pada tahun 1963 Jakarta juga hanya memiliki satu gedung "Toko Serba-ada" (supermarket ) yang dilengkapi dengan lift dan lain-lain yaitu gedung "Sarinah". Oleh karena itu banyak warga Jakarta yang belum mengenal lift maupun elevator.
Pada waktu itu salah satu karyawan "Hotel Indonesia" adalah warga Betawi sebut saja sebagai Harun (bukan nama sebenarnya). Orang tua Harun bernama Murtani, dia adalah penduduk Jakarta asli. Murtani bertempat tinggal di daerah Pondok Rangon bersama anak-anaknya (saudara-saudara Harun) dan cucu-cucunya. Pondok Rangon pada waktu itu (1960-an) adalah desa yang jauh dari keramaian kota Jakarta.
Pada suatu waktu di awal 1963, Harun memiliki kesempatan mengajak Murtani dan Udin (salah satu cucu Murtani, kemenakan Harun, yang berumur lk 5 tahun)  berjalan-jalan ke kota Jakarta. Dalam kesempatan itu, Harun ingin pula mengajak bapaknya melihat "Hotel Indonesia" tempatnya bekerja. Sebelum berangkat Harun telah pesan pada bapaknya agar nanti di Hotel Indonesia jangan terbengong-bengong dan jangan sembarangan memegang barang atau memasuki ruang.
Harun, Murtani, dan Udin ke kota Jakarta dengan mobil "VW Combi" milik kantornya, mereka sampai di Hotel Indonesia lk jam 14.00 WIB. Harun langsung mengajaknya untuk melihat-lihat kolam renang Hotel Indonesia, Udin sangat senang melihat kolam renang itu, dan ingin berenang tapi Harun melarangnya. Setelah puas melihat-lihat kolam renang, Harun mengajakanya ke lobby hotel. Saat mereka sedang melihat-lihat lobby hotel yang indah itu, Harun dipanggil oleh temannya untuk membicarakan sesuatu.
Harun pun lalu pergi menemuinya, Harun bilang pada ayahnya supaya menunggu sebentar dan jangan pergi kemana-mana. Murtani (ayah   Harun) menunggu disudut lobby sambil melihat Udin cucunya yang dengan senang berlari-lari kian kemari di lobby yang luas dan dingin itu.
Seperti layaknya anak kecil lainnya, Udin berlari-lari kesana kemari, pada suatu saat Udin melihat pintu lift di lobby terbuka. Udin mengamati lift yang terbuka itu, dan memasukinya. Pak Murtani yang melihat Udin masuk lift, segera berteriak melarangnya, tapi Udin telah keburu masuk, dan beberapa saat setelah masuk pintu lift-pun tertutup (mungkin diatas ada yang menekan tombolnya).   Udin lenyap di dalam lift.
Pak Murtani sangat terkejut dan cemas, karena Udin hilang begitu saja saat memasuki lift, ia pun menyangka. . . .....   Udin cucunya lenyap ditelan "hantu hotel". Pada saat itu di lobby sedang sepi, tidak ada seorangpun, Harun juga tidak tampak batang hidungnya. 
Murtani sujud
Murtani bingung dan sangat sedih melihat cucunya hilang ditelan lift (disangkanya ditelan oleh "hantu hotel") maka Murtani  lalu menangis dan bersujud di muka pintu lift sambil berdoa kehadapan Tuhan YME agar cucunya dapat segera kembali.
Setelah berdoa beberapa saat,  tiba-tiba pintu lift pun terbuka kembali, dan keluarlah dari lift tersebut seorang "anak bule" yang sebaya dengan Udin. Murtani pun bangkit dan segera memeluk anak bule itu, yang dikiranya   adalah cucunya yang telah ditelan oleh "hantu hotel ". Murtani menangis gembira dan bersyukur (sambil tetap memeluk si bule) bahwa doanya telah dikabulkan oleh Tuhan YME, Tuhan telah mengembalikan Udin cucunya ,. .... meskipun sekarang telah berubah menjadi seorang" anak bule ".
*
An idea, like a ghost, must be spoken to little before it will explain itself (Charles-Dickens).

*