Senin, 22 Desember 2014

SIMBAH

Ngunandiko.78


SIMBAH

SIMBAH
Kata “Simbah” di dalam renungan ini adalah berasal dari kata dalam bahasa Jawa. Menurut teman  yang menguasai bahasa Jawa, kata simbah artinya orang yang telah lanjut usianya atau sering juga disebut “Aki” atau “Kakek (grand-pa)”. Orang Jawa yang merasa dirinya golongan "ningrat" menyebut "simbah" sebagai "eyang".

Dalam kesempatan ini “Ngunandiko” ingin menceritakan suatu renungan tentang “Simbah”,  dalam arti “simbah” bukan-lah orang yang telah lanjut usianya.

Pada hari Minggu 7 Desember 2014, saya dan tiga orang adik saya melakukan perjalanan dari Jeruklegi (Cilacap) ke Yogyakarta dengan mobil. Pada waktu kami melewati kota kecil Sumpiuh, kira-kira jam 14.00, mobil kami tersendat dalam antrian panjang yang berjalan sangat lambat. Dugaan saya , kecepatan mobil kami pada saat itu, tidak lebih dari 20 km per jam.

Kami tidak tahu mengapa antrian mobil tersebut sangat lambat jalannya, dan bertambah lama antrian bertambah panjang. Saya kira pada waktu itu para pengendara mobil semuanya merasa sangat jengkel atas adanya antrian tersebut, tidak terkecuali saya dan adik-adik saya. Namun setelah antrian tersebut  berlangsung berlangsung kira-kira 10 - 15 menit, sedikit-sedikit antrean mulai dapat berjalan dengan lebih cepat.

Beberapa saat kemudian kami mengetahui, bahwa terjadinya antrian tersebut karena  adanya sebuah traktor—pengangkut pupuk yang berjalan terseok-seok, sangat lambat, dan tidak dapat dilewati oleh mobil di belakangnya. Di jalan yang relatip sempit, ramai dan padat.

Baru setelah sampai di jalan yang lebih lebar, maka antrian tersebut dapat berjalan lebih cepat, traktor pengangkut pupuk yang berjalan sangat lambat itu mulai dapat dilewati oleh mobil-mobil di belakangnya. 

Traktor tersebut ternyata sudah sangat tua, dan tampak nama yang yang terpampang di badan traktor tersebut adalah "SIMBAH" [1].Kami ber-empat pun tersenyum setelah melihat nama itu !

*
Kecepatan suatu iring-iringan (konvoi) kendaraan ditentukan oleh kecepatan kendaraan yang paling lambat (Anonym).
*




[1]) “URBAN DICTIONARY” :

1. Simbah ; a white girl who :
-          Is unreligious,
-          Frusterating,
-          Emo,
-          Has a rockin booty

2.  Simbah ; Aloud, abnoxious, annoying white kid that complains about everything while remaining gay all together.

Kamis, 18 Desember 2014

ASLIA

Ngunandiko.77




ASLIA

"Aslia"   adalah singkatan dari Asia - Australia, merupakan daerah yang terbentang diantara benua Asia dan Australia, terdiri dari gabungan negara-negara ber-iklim tropis seperti Indonesia, Timor Leste, Papua Nugini, Pilipina, Vietnam, Laos, Kambodja, Thailand, Burnai, Malaysia, Singapura, Myanmar, dan Australia bagian Utara.  "Aslia" masih belum nyata, masih dalam bentuk suatu ide atau gagasan.
Istilah "Aslia" ini pada awalnya muncul dari suatu hipotesa: jika bumi terdiri dari sejumlah "gabungan-negara (negara raksasa)" yang masing-masing memiliki kekuatan yang kurang lebih sama, maka bumi akan rélatip stabil dan damai.

Posisi ASLIA
Gabungan-negara (negara raksasa) tersebut, di bumi diperkirakan sebesar 8 sampai 9. Salah satu dari "kombinasi-negara (negara raksasa)" tersebut adalah Aslia; gambaran tentang jumlah penduduk, income per kapita, dan luas wilayah dari negara-negara ASLIA adalah seperti berikut ini.

kombinasi-negara (negara raksasa) Aslia.
No.
Negara (wilayah)
Jumlah Penduduk *
Income per kapita **
LUAS WILAYAH ***
01
Australia Utara yang ber-iklim panas



02
Burnei Darusalam
365,251
39,659
5,770
03
Indonesia
241,452,952
3,510
1,990,250
04
Kambodja
13,363,421
1.028
181,040
05
Laos
5,631,585
1.594
236,800
06
Malaysia
27,070,666
10,457
329,750
07
Myanmar
42,720,196
1.113
678,500
08
Papua Nugini
5,420,280
2.098
462,840
09
Philipina
86,241,697
2,790
300.000
10
Singapura
4,353,893
55,182
697
11
Thailand
64,865,523
5,676
514,000
12
Timor Leste
1,019,252
4,142
14,874
14
Vietnam
82,689,518
1.901
329,560





      *) Menurut CIA World Factbook 2004
   **) GDP PER KAPITA (USD) menurut IMF 2013
***) Luas wilayah dalam sqkm

Sedangkan perkiraan potensi sumberdaya (pangan, energi, dan bijih besi) yang dapat disediakan oleh ASLIA secara keseluruhan, setidaknya cukup sampai akhir abad ke-21, adalah sbb:

pangan, energi, dan bijih besi - ASLIA *
No
SUMBERDAYA
JUMLAH
01
PANGAN
270 juta ton eqivalent beras per tahun.

02
ENERGI
360 juta ton equivalent minyak per tahun
03
BIJIH BESI
100 juta ton per tahun              





*) Perkiraan jumlah yang tersedia

Seperti diketahui sumberdaya "energi" dan "besi-baja" adalah roh dan tulang punggung industri. Dengan kemampuan menyediakan sumberdaya "energi" dan "besi-baja" sebesar itu, maka ASLIA dapat membangun industri sekuat industri Amerika Serikat dan Kanada pada waktu ini (abad ke-21).
Dengan industri yang kuat, dan sumberdaya pangan yang dimilikinya serta luas wilayah yang cukup (lk 6,000,000 sqkm untuk lk 550,000,000 orang), maka kebutuhan ASLIA akan sandang, pangan, papan, mesin / peralatan dll dapat dicukupi secara mandiri.
Pemikiran membentuk wilayah ASLIA [1] yang mencakup sejumlah negara ("kombinasi-negara"), dengan tujuan agar mandiri dan dapat bebas dari gangguan kekuatan negara atau kekuatan wilayah lain sering disebut sebagai regionalism. Regionalism itu dilakukan dengan menjalin kerjasama antar negara di wilayah tertentu di bidang ekonomi, politik, budaya, militer dan lain-lain.
Dengan mendukung MAPHILINDO- pidato Presiden Indonesia Soekarno tanggal 1 Juli 1963 di Manila berarti Indonesia telah berperan mendorong terbentuknya ASLIA. MAPHILINDO dapat dipandang sebagai bibit dari ASLIA. MAPHILINDO adalah gabungan negara-negara Malaysia, Philipina, dan Indonesia, yang diusulkan oleh Presiden Philipina Diosdado Macapagal. Patut dicatat bahwa pada waktu itu (Juli 1963) Singapura masih bagian dari Malaysia, Singapura baru pada 6 Agustus 1965 memisahkan diri dari Malaysia.

Jose Rizal
Perlu dikemukakan bahwa MAPHILINDO tersebut dapat dipandang sebagai implementasi dari Malaya Irredenta- impian pemimpin Philipina Jose Rizal s (1861 - 1896). Seperti diketahui dalam menghadapi kondisi dunia - yang kuat memakan yang lemah - _Jose Rizal bercita-cita membentuk Malaya Irredenta berbasis suku Melayu yang mendiami negara-negara Malaysia, Philipina, dan Indonesia, sehingga memperoleh posisi yang terhormat dalam pergaulan dunia. Sementara itu ASLIA adalah regionalism berbasis pada sesuatu yang lebih luas yaitu kesamaan iklim, adat-istiadat penduduk dan lain-lain.
Tanda-tanda kearah terbentuknya ASLIA a.l tampak dari dibentuknya Assosation of South East Asia Nations atau ASEAN di Bangkok pada tahun 1967 oleh mantan negara-negara terjajah di Asia Tenggara; Malaysia, Pilipina, Singapura, Thailand, dan Indonesia.

Ambisi regionalism seperti hal-nya ambisi Malaya Irredenta ataupun ASLIA tersebut, sebenarnya telah cukup lama hidup diantara bangsa-bangsa di berbagai belahan bumi. Penjelasan tentang ambisi regionalism itu dapat dilihat dari beberapa contoh sbb:

1.    Eropa Barat
Arestide Briand
Rencana gabungan "Pan Eropa" sebagaimana di cita-citakan oleh Briand & Kalergi di Eropa. Perlu diketahui bahwa Aristide Briand (1862 - 1932) adalah seorang politikus dan negarawan Perancis; sedangkan Richard Coudenhove Kalergi (1894 - 1972) adalah adalah politikus dan filsuf Austria
Jalan mencapai cita-cita Briand & Kalergi tersebut, yaitu adanya integrasi Eropa- bebas dari pengaruh Rusia dan Amerika,  ternyata harus melalui proses yang panjang. Dalam garis besarnya jalan atau proses tersebut dimulai dari pembentukan  European Coal and Steel  (ECSC) - Treaty of Paris (1951),  European Economic Community  (EEC) - Treaty of Rome (1957), dan  European Atomic Community  (Euratom) - Euratom Treaty ( 1957), kemudian berkembang menjadi  European Union  (Uni Eropa) seperti saat ini.

2.    Amerika Utara.
Rencana gabungan "Pan Amerika" oleh Henry-Clay di Amerika. Seperti diketahui pada tahun 1820 Henry Clay telah menyajikan prinsip-prinsip Pan Amerikanisme. Tidak lama sesudah itu di-deklarasikan doktrin Monroe, dimana Amerika Serikat menganggap segala campur tangan pihak luar dalam urusan negara-negara di benua Amerika sebagai bahaya (ancaman) terhadap keamanan dan keselamatan-nya. Namun doktrin Monroe ini oleh negara-negara Amerika Latin dicurigai sebagai kedok ambisi imperialistis dari Amerika Serikat.
Pada tahun 1994 berhasil didirikan organisasi NAFTA (North America Free Trade Agreement) yang terdiri dari negara-negara di Amerika Utara, yaitu Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko. NAFTA  bertugas melakukan koordinasi kegiatan kebudayaan, sosial dan kesehatan, serta hal-hal yang terkait dengan masalah kewarganegaraan, paspor, dan visa;

3.    Amerika Latin.
Di Amerika Latin, pada 1991 dibentuk Mercado Cumun de Sur (Mercosur) oleh 4 negara yaitu Argentina, Brasil, Paraguay dan Uruguay, selain Mercosur kerjasama antar negara-negara Amerika Latin lainnya juga telah dibentuk sebelumnya seperti: Andean Community (1969), Amerika Latin Economic System (1975), dan Latin American Integration Association (1980). Mercosur- dan kerjasama antar negara-negara Amerika Latin lainnya tersebut dimaksudkan untuk secara bersama memperkuat para anggotanya menghadapi perkembangan dunia khususnya perkembangan di bidang ekonomi.
Kerjasama antar negara-negara Amerika Latin tersebut kiranya dapat dipandang sebagai langkah awal menuju terbentuknya "negara gabungan Amerika Selatan";

4.    Negara-negara Arab.
Liga Negara-Negara Arab (Liga Arab) didirikan 22 Maret 1945 di Kairo oleh Mesir, Irak, Lebanon, Arab Saudi, Suriah, Yordania, dan Yaman. Tujuan Liga Arab pada dasarnya adalah:
  • mempererat persahabatan bangsa Arab;
  • memerdekakan bangsa Arab yang masih terjajah;
  • mencegah berdirinya negara Yahudi;
  • kerjasama antar bangsa Arab dibidang politik, ekonomi, dan militer.

Pada waktu ini anggota Liga Arab terdiri dari 22 negara antara lain adalah Aljasair, Irak, Yordania, Libiya, Maroko, Suriah, Arab Saudi, Somalia, Sudan, Mesir. Sudah barang tentu berdirinya Liga Arab ini tidak terlepas dari munculnya faham  "Pan-Arabisme"  yaitu gerakan penyatuan bangsa-bangsa Arab (dari samudra Atlantik sampai ke laut Arab) - sejak abad 19 sampai pertengahan abad 20.. Pan Arabisme ini sangat nasionalistik, menjaga tradisi Arab, dan anti kolonialisme Barat. 

5.    Jepang, Korea dan Mansyuria

Imperium Jepang?
Setelah peristiwa Meiji-Restorasi yang berlangsung dari tahun 1866 s / d 1869, Jepang merasa perlu untuk memperluas wilayah pengaruhnya guna mengamankan eksistensinya. Karakter imperialistik kekaisaran Jepang pada waktu itu telah membawa Jepang untuk merebut Korea yang tanahnya subur dan kaya akan bahan tambang. Kemudian melalui Korea, Jepang juga menguasai Mansyuria yang kaya akan bijih besi - untuk mengembangkan industrinya yang sedang tumbuh. Mansyuria yang luas dan subur tersebut sangat bermanfaaat bagi Jepang yang telah sangat padat penduduknya. Selain itu berdasarkan perjanjian Shimonoseki (1895) Jepang menduduki juga pulau Formosa (Taiwan).
Penggabungan wilayah Jepang, Korea dan Mansyuria tersebut dapat pula dipandang sebagai langkah terbentuknya "gabungan-negara (negara raksasa)". Kombinasi ini tampak tidak berjalan secara sukarela, namun atas paksaan kekuatan Jepang.

Hubungan antar negara seperti dalam lima contoh diatas menunjukan bahwa negara-negara di bumi ini cenderung ber-kristalisasi dalam kombinasi-kombinasi agar keberadaannya lebih stabil. Sampai pada abad ke-21 ini tampak gabungan-gabungan negara tersebut belum cukup memenuhi syarat sebagai "Kombinasi-negara (negara raksasa)"  yang akan membawa stabil-nya perdamaian dunia. Persyaratan yang harus dipenuhi- seperti juga yang disampaikan oleh Tan Malaka (lihat footnote), adalah sbb:
  • Sumberdaya yang cukup untuk seluruh kebutuhannya
  • Luas wilayah yang memungkinkan setiap penduduk memiliki ruang yang cukup untuk hidupnya;
  • Iklim   dan penduduk   dengan adat-istiadat yang lebih kurang sama;
  • Dapat membentuk suatu pemerintahan yang demokratis.

Jika bumi telah terdiri dari sejumlah "Kombinasi-negara (negara raksasa)" yang memenuhi persyaratan tersebut diatas- diperkirakan 8 s / d 10 kombinasi-negara, maka hubungan antar g abungan-negara menjadi lebih harmonis serta internal koalisi-negara di suasana demokratis. Hal itu menyebabkan perang dapat dihindari dan terjadilah perdamaian yang stabil.
Pada waktu ini belum ada satupun "gabungan-negara (negara raksasa)"  yang terbentuk. Namun dari lima contoh-contoh diatas tampak bahwa potensi terbentuknya "gabungan-negara (negara raksasa)"  adalah sangat nyata, dari ke-empat syarat, hanya kondisi terakhir-lah yang belum dapat dipenuhi- pemerintahan yang demokratis.
Disamping itu ada pula kerjasama antar sejumlah negara yang tidak berdasar atas wilayah (regionalisme), tetapi bedasar atas berbagai tujuan tertentu lainnya seperti: North Atlantic Treaty Organization (NATO), 1949; The Council for Mutual Economic Assistance (Comecon), 1949; Organization of Africa Unity, 1953; Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC), 1960; Gerakan Non Blok (Non-Aligned Movement), 1961; Organisasi Konperensi Islam (OKI), 1969; dan lain-lain. K erjasama antar sejumlah negara tersebut kiranya tidak akan menghambat terbentuknya "gabungan-negara (negara raksasa)".
Seperti telah dikemukakan dimuka; jika bumi ini terdiri dari sejumlah "gabungan-negara (negara raksasa)" yang memenuhi ke-empat syarat diatas, maka kehidupan dibumi akan harmonis, stabil, dan damai. Namun j ika salah satu dari ke-empat syarat tersebut tidak terpenuhi (misalnya: pemerintahan yang demokratis), perdamaian dunia juga akan sulit terwujud. Hal itu seperti yang telah terjadi pada masa yang lalu al dengan adanya pemerintahan "militerisme Jepang", atau mungkin saat ini dengan apa yang disebut sebagai Negara Islam Irak dan Suriah "ISIS".
Globalisasi sebagai akibat dari kemajuan teknologi transportasi dan komunilkasi, memang berakibat tidak ada-nya batas antar negara. Namun kodrat perbedaan iklim, adat-istiadat penduduk dan lain-lain menyebabkan batas itu tetap masih ada. Oleh karena itu faktor globalisasi tersebut, kiranya juga tidak akan menghambat potensi terbentuknya "gabungan-negara (negara raksasa)".
Sebelumnya manusia juga telah berusaha menciptakan bumi yang stabil dan damai dengan membentuk Liga Bangsa-bangsa pada tahun 1920 (setelah Perang Dunia I), yang ternyata gagal. Hal itu kemudian disempurnakan dengan pembentukan PBB atau Perserikatan Bangsa-bangsa pada tahun 1945  (setelah Perang Dunia II) yang masih berjalan sampai pada waktu ini.
Sementara itu gabungan atau asosiasi negara-negara tidak hanya terjadi di Eropa Barat dengan Uni Eropa, dan di Asia Tenggara dengan ASEAN, tetapi juga terjadi dibagian bumi lainnya seperti di Amerika Utara, Amerika Latin, Afrika, Timur Tengah (negara-negara Arab) dan lain-lain. Ulang gabungan atau asosiasi tersebut hanya merupakan kerjasama antar negara disuatu daerah dalam aspek ekonomi, namun kemudian meluas ke berbagai aspek lain seperti politik, sosial, budaya, dan militer.
Tan Malaka memperkirakan bumi ini akan damai jika terdiri dari 8 sampai 10 "kombinasi-negara (negara raksasa)", yang masing-masing mandiri, sama kuat dan memiliki pemerintahan yang demokratis. Gabungan-negara tersebut dapat dipastikan tidak akan saling menyerang satu dengan yang lainnya, karena masing-masing dapat berdiri sendiri serta memiliki sifat yang demokratis.
Republik Indonesia terletak di tengah-tengah area ASLIA, memiliki jumlah penduduk terbesar (lebih dari 200 juta jiwa) dan wilayah terluas (lk 2000 sqkm), serta kaya akan sumberdaya alam. Selain itu Republik Indonesia sesuai konstitusinya adalah anti imperialisme, dan pada awal abad ke-21 merupakan negara demokrasi terbesar ketiga dimuka bumi.
Dengan rakyat Indonesia yang bersatu dalam "Negara Republik Indonesia Proklamasi 17 Agustus 1945" yang kuat, niscaya Indonesia memiliki peluang menjadi pelopor terbentuknya ASLIA. Peluang ini harus-lah merupakan tantangan, kehormatan dan kewajiban sejarah bangsa Indonesia.
Terbentuknya ASLIA yang mandiri, kuat, dan demokratis, akan memicu munculnya "gabungan-negara (negara-raksasa)" sejenis di daerah lain, serta imperalisme akan surut dan akhirnya lenyap dari muka bumi. Bumi akan menjadi stabil, damai, dan harmonis.
*
Observe good faith and justice toward all nations. Cultivate peace and harmony with all (George Washington).
*




[1] Menurut Tan Malaka (pada tahun 1942), Aslia meliputi wilayah Birma (sekarang Myanmar), Thailand, Annam, Philipina, Semenanjung Malaya, Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Sunda kecil dan Australia Panas. Wilayah Australia Panas yang dimaksud luasnya sekitar 1/3 dari keseluruhan wilayah Australia. Tan Malaka yakin di zaman kuno, wilayah Indonesia menyatu dengan Australia. Hal itu berdasarkan penelitian yang dilakukan ilmu pasti Asia. Saat itu, manusia di tanah Indonesia juga berada di tanah Australia sampai proses alam akhirnya memisahkan tanah kedua wilayah itu.
Meski demikian, Tan Malaka sadar penduduk Australia di eranya mayoritas bukan warga pribumi. Di wilayah Australia bagian selatan yang berudara sejuk, dihuni oleh bangsa Eropa yang merupakan keturunan dari orang-orang hukuman Kerajaan Inggris di masa lampau. Tan Malaka menyebut wilayah itu sebagai Australia Putih. Mereka tak bisa hidup di wilayah Australia Panas. "Bangsa pindahan ini seperti juga di Amerika membinasakan lebih kurang menghancurkan bangsa Australia Asli dan perang lahir dan batin yang tiada henti-hentinya, di seluruh Australia Putih yang luasnya lebih kurang 1/3 pula dari seluruh dataran Australia yang luasnya 3 juta mil persegi itu, "kata Tan Malaka
Menurut Tan Malaka, seluruh wilayah Aslia memiliki berbagai kesamaan, dua di antaranya adalah kondisi iklim dan musim. Selain itu, alat perkakas, kehidupan ekonomi, sosial, politik, jiwa, perasaan, keinginan serta impian masyarakatnya juga tidak berbeda satu sama lain. "Singkat kata seluruh Aslia kini dalam segala cara penghidupan berada dalam kondisi yang bersamaan dan suasana serta kondisi dunia setelah Perang Dunia II ini membutuhkan asosiasi dan kerja sama ", kata Bapak Republik Indonesia itu.
Tan Malaka bercita-cita mewujudkan masyarakat yang tolong menolong dan sama rata dalam semua segi kehidupan di Aslia. Selain itu, Tan Malaka berpandangan, dengan terwujudnya Aslia, akan tercipta kesimbangan di dunia internasional. Hal itu berdasarkan pembagian negara-negara raksasa yang dilakukannya. Dia membagi negara-negara di dunia ini menjadi 8 sampai 10 kelompok raksasa. 

Senin, 01 Desember 2014

GANJA

Ngunandiko.76


GANJA

Ganja (cannabis indica) adalah salah satu jenis dari “Narkoba”. Sedangkan narkoba adalah suatu  singkatan dari narkotika dan bahan/obat berbahaya. Selain istilah “Narkoba” juga dikenal istilah “Napza”, napza merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.
Salah satu resolusi yang akan dicanangkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2015 adalah tekad untuk menjadikan Indonesia bebas “Narkoba”. Hal ini karena penyalahgunaan narkoba telah merebak, dan terbukti penyalahgunaan narkoba tersebut telah merusak masyarakat. Peredaran narkoba telah merambah dari kota besar hingga pelosok desa, dan pemakainya meliputi kalangan yang luas seperti artis, anak sekolah, mahasiswa, guru (bahkan guru besar), pengusaha, birokrat dan lain-lain.

Kebun Ganja
Sudah sejak lama pohon ganja tumbuh subur di berbagai tempat di Indonesia antara lain di Aceh dan banyak tempat lainnya. Di Aceh ganja juga biasa dipakai sebagai penyedap dalam makanan (misalnya : gulai). Ganja harganya relatip murah, sehingga banyak pemakainya.
Di China, rami dan ganja psikoaktif dimanfaatkan secara luas untuk pengobatan ketika terjadi kecelakaan. Pemanfaatan ganja sebagai obat pertama kali ditemukan pada tahun 4000 SM. Pada tahun 2737 SM, konon kaisar Shen Nung telah memanfaatkan ganja sebagai obat.
Di India sebagian orang suci (Sadhu) yang menyembah dewa Shiva menggunakan produk rerivatif ganja untuk melakukan penyembahan dengan cara menghisap ganja (hashish) melalui pipa chilam/chillum, dan dengan meminum minuman dari ganja (bhang).

Daun Ganja
Seperti diketahui ganja juga menjadi simbul budaya hippie yang pernah populer di Amerika Serikat. Hal itu biasanya dilambangkan dengan daun ganja yang berbentuk khas. Selain itu ganja dan juga opium juga di-dengung-kan sebagai simbul perlawanan terhadap arus globalisme yang dipaksakan oleh negara kapitalis terhadap negara berkembang.


*
There are those who prefer to get away inwardly, some with the help of a powerful imagination and an ability to abstract themselves from their surroundingssome with the help of opium or alcohol I prefer shifting my whole body to shifting my brain, and going round the world to letting my head go round (Alexander Ivanovich Herzen ; 1812 - 1870).

*

Senin, 10 November 2014

Sukarni



Ngunandiko. 75






Sukarni Kartodiwirjo


Untuk menyambut penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada almarhum Sukarni Kartodiwirjo atau akrab disebut sebagai Bung Karni—pada  10 Nopember 2014, maka dalam kesempatan ini “Ngunandiko” ingin menurunkan tulisan tentang Sukarni tersebut yang dikutip dari ;

  • Insiklopedi Umum (1973 – Penerbitan Jajasan Kanisius) ;
  • Penuturan Jenderal AH Nasution dalam buku “Sukarni Dalam Kenangan Teman-temanya” (1986 - Penerbit Sinar Harapan)
Tulisan tersebut dimaksudkan untuk lebih memperkenalkan siapa sebenarnya Bung Karni itu, dan semoga bermanfaat !

I.         Sukarni menurut Insiklopedi Umum.
Sukarni
Soekarni Kartodiwirjo (1916-1971) ketua umum Partai Murba, tokoh angkatan ’45, berjasa dalam perjuangan kemerdekaan nasional Indonesia.  Sukarni dilahirkan di Garum, Blitar, JawaTimur (14 Juli 1916) dan mendapatkan pendidikan HIS, MULO, Kweekschool (berturut turut SD, SMP, Sekolah Guru di jaman penjajahan) dan Volks Universiteit (Universitas Rakyat). Sejak usia muda sudah giat dalam pergerakan. Arah pendirian politiknya sudah tampak ketika ia memasuki perhimpunan pemuda pelajar Indonesia Muda (1930). Kedudukannya cepat menanjak dan terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar (1934). Karena IM hanya mencakup siswa dari sekolah lanjutan keatas, maka Sukarni mendirikan PPK (Persatuan Pemuda Kita) yang juga terbuka bagi pelajar sekolah dasar dan pemuda-pemuda lainnya. Gerak-gerik Sukarni yang menurut anggapan penguasa kolonial revolusioner, diawasi dengan cermat oleh PID (Politieke Inlichtingen Dienst) ialah Intel-nya penjajah waktu itu. Pada suatu penggerebegan terhadap anggota-anggota pengurus besar IM, ketua Sukarni dapat lolos dan menghilang (1936). Beberapa waktu sebelum perang Pacifik dia tertangkap ketika berada disuatu kapal di pelabuhan Samarinda, Kalimantan Timur. Perjalanan kembali ke Jawa sebagai tahanan berakhir di Jakarta. Rencana untuk men-Digulkan-nya menjajadi pembebasan, karena terburu datangnya serbuan tentara Jepang. Dalam jaman pendudukan Jepang Sukarni bekerja pada Kantor Berita ANTARA yang kemudian di-Jepang-kan dengan nama DOMEI. Tidak lama kemudian dia meninggalkan kerja kewartawanannya. Sukarni mulai giat menyusun kader muda untuk kepentingan perjuangan kemerdekaan. Gedung Menteng no.31 di Jakarta, diduduki untuk markas besarnya.  Segala sesuatu sudah tentu dijalankan diluar pengetahuan penguasa Jepang;  Sukarni berada dalam intaian Kempetai Jepang. Sukarni bertindak sebagai Ketua Asrama disana (1943). Ditempat itulah terkumpul dan tersusun tokoh-tokoh Angkatan ’45, himpunan tenaga muda segar penuh gerak-lincah (militant). Setelah mereka yakin akan kekalahan Perang Jepang (berita peperangan diikuti dengan cermat dan hati-hati), karena semua radio disegel oleh Jepang. Sukarni dan kawan-kawan mendesak Sukarno-Hatta untuk cepat-cepat memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Perselisihan paham yang tajam tentang saat tepat ini menyebabkan Sukarni dkk menculik Sukarno-Hatta disingkirkan ke Rengasdengklok (16 Agustus 1945). Tetapi dengan cepat pula semua pihak dapat bersatu kembali, sama-sama menyaksikan – dan selanjutnya mendukung, mengisi, memperjuangkan, mempertahankan – Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 yang terkenal. Sukarni membentuk Comite van Aksi (semacam Panitia Gerak Cepat) Sebelas orang pimpinannya masing-masing mendapat tugas menyusun dan memimpin satu seksi yang meliputi bidang-bidang tertentu (18 Agustus 1945). Khusus untuk para pemuda didirikan API (Angkatan Pemuda Indonesia). Untuk kalangan perburuhan dibentuk BBI (Barisan Buruh Indonesia) yang kemudian melahirkan Laskar Buruh dan Laskar Buruh Wanita. Sukarni memegang seksi pemerintahan dan urusan luar negeri. Juga diadakan bagian penyelidikan penghubung (dengan daerah-daerah). Pertama-tama Comite van Aksi giat menyebarluaskan peristiwa dan arti Proklamasi Kemerdekaan dan bertalian dengan itu kewajiban-kewajiban yang timbul bagi seluruh rakyat. Pemuda Menteng 31 dengan Comite van Aksi-nya merupakan kekuatan pendorong yang berpengaruh dan berjasa dalam mengisi kemerdekaan. Masih dalam masa pendudukan Jepang Sukarni berkenalan dengan Tan Malaka dengan Pari-nya (Partai Republik). Diteruskan di jaman RI-Yogya, Sukarni menjabat Sekretari Jenderal Persatuan Perjuangan (PP) dibawah ketua Tan Malaka. PP menolak politik perundingan pemerintah dengan penjajah. PP beroposisi terhadap pemerintah RI. Aksi kalangan PP ini melibatkan Sukarni dalam apa yang dikenal sebagai Peristiwa 3 Juli dan masuk penjara (1946), Selanjutnya Sukarni pernah mengalami penahanan di Solo, Madiun. Ponorogo (daerah komunis Muso) dimasa pemerintahan Amir Sjarifuddin (1947-1948). Sejak partai Murba berdiri (Nopember 1948) Sukarni sampai wafatnya menjabat sebagai Ketua Umum. Dia juga duduk sebagai anggota Badan Pekerja KNI-Pusat. Dalam pemilihan umum yang pertama (1955) Sukarni terpilih sebagai anggota Konstituante. Sejak 1961 Sukarni berkedudukan di Peking, ibukota RRT sebagai Duta Besar Republik Indonesia, kembali di tanah air Maret 1964. Konon dalam pertemuan di Istana Bogor dalam bulan Desember 1964 Sukarni memperingatkan Presiden Sukarno agar berhati-hati menghadapi PKI . Berlawanan dengan harapan, hasilnya  Murba dibekukan (Januari 1965) ditangkap dipenjarakan bersama pemimpin-pemimpin politik lainnya. Setelah peristiwa Gerakan Tigapuluh September (G30S) , bergejolak demontrasi kesatuan-kesatuan aksi dan bertindaknya Penguasa Orde Baru, Sukarni dibebaskan dan larangan Murba dicabut (direhabilitir) : 17 Oktober 1966. Kemudian Sukarni ditujuk sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA) : 1967. Pemegang bintang jasa Maha Putera klas empat  Sukarni Kartodiwiryo wafat pada 7 Mei 1971. Jenasah dimakamkan di Taman Pahlawan, Kalibata. Jakarta dengan upacara kebesaran kenegaraan/militer.  
       
II.     Sukarni menurut penuturan Jenderal A.H Nasution.
A.H  Nasution
Sesungguhnya saya (Nasution) bukan sahabat dekat Bung Karni, namun saat-saat krisis perjuangan bangsa membawa saya bertemu dengannya. Demikianlah mula saya berjumpa pada zaman Jepang, di masa makin merosotnya posisi perang Jepang di satu pihak dan makin meningkatnya gelora kemerdekaan Indonesia di pihak lain, yang amat terasa di kalangan pemuda dewasa itu. Dalam hal itu sejarah mencatat, bahwa Bung Karni termasuk salah satu titik penggeraknya di Jakarta.Kebetulan sejarah pula, bahwa ketika itu kami pemuda-pemuda di Bandung melakukan kegiatan yang sejajar yang mengumpulkan usaha itu dalam Angkatan Muda.
Wajarlah bahwa pada suatu waktu gerakan yang sehaluan itu bertemu dan secara fisik diadakan pertemuan bersama di Jakarta di gedung yang sekarang ditempati oleh Makamah Agung. Di sinilah saya pertama kali bertemu dengan Bung Karni, tokoh pemuda pejuang yang menonjol di masa pendudukan Jepang. Wajarlah kalau di tahun-tahun berikutnya tak bertemu kembali dengan dia, karena ia terjun di bidang politik dan saya di bidang militer. Barulah di masa pergolakan menjelang akhir 50-an saya sempat kembali untuk sering bertemu dengan dia, yaitu di masa perpecahan bangsa yang gawat.  
Setelah Belanda angkat kaki dari Indonesia kami mengharapkan keadaan akan lebih mantap dan akan dapat dimulai mengisi kemerdekaan untuk menuju keadilan/kemakmuran. Akan tetapi pada tahun-tahun berikutnya rasanya kita semakin jauh dari harapan itu, karena tidak terbina konsistensi perjuangan dalam kondisi yang berlaku dewasa itu. Menjadilah tahun 50-an masa frustasi luas, karena jurang besar antara kenyataan dan harapan semula, hingga timbullah pergolakan-pergolakan untuk mencari pegangan, mencari identitas kembali.
Segala sesuatu membawa ke pergolakan antar partai/golongan termasuk ABRI yang semakin kritis, yang akhirnya membahayakan persatuan bangsa dan kesatuan negara dengan berbagai pergolakan pemberontakan. Dinamika mencari jalan keluar tahun 50-an itu telah menimbulkan pergolakan bersenjata hampir diseluruh tanah air, yang jika ikut melibatkan bagian-bagian TNI, sesuai dengan sifat kerakyatannya yang masih kuat dewasa itu. Pada puncaknya pergolakan itu mengenai Ibu Kota dan daerah-daerah yang luas, sehingga seperenam wilayah RI terlepas dari kendali pemerintah pusat, dan dihadapinya lebih kurang 100,000 orang bersenjata.
Terjadi pula intervensi “tertutup” dari negara-negara Barat, suatu hal yang berkali-kali kita alami di lapangan, dan juga dari kesaksian penerbang asing yang tertembak  jatuh, dan kemudian kesaksian dinas rahasia yang bersangkutan dalam Senat negara yang bersangkutan. Setiap tindakan itu mendapat respons yang logis dari kuasa-kuasa Timur sehingga banyak orang yang mulai menyangsikan hidup (survival)  Republik Indonesia.
Tentulah tiada pejuang yang dapat berpangku tangan ketika bangsa dalam keadaan kritis demikian.  Maka lahirlah antara lain politik keamanan KEMBALI KE PANGKUAN REPUBLIK dan usaha KEMBALI KE UUD ’45 sebagai landasan persatuan nasional kembali, dipelopori oleh pimpinan AD waktu itu.
Sementara pergolakan senjata terjadi di berbagai daerah, konstituante pun belum juga mencapai mufakat dalam soal-soal prinsip. Dalam pada itu Dewan Nasional suatu badan ekstrakonstitusional yang di-dalam-nya terdapat pimpinan partai-partai, golkar-golkar (golongan karya), dan ABRI mencari jalan untuk memberi isi dan bentuk pada “demokrasi terpimpin”, “demokrasi gotong royong” , konsep presiden. KSAD yang mewakili ABRI dalam panitia perumus, dengan resmi memajukan usul tertulis menjelang HUT Proklamasi 1958. 
Perlu jaminan pimpinan nasional yang teguh serta stabil berdasarkan hasrat rakyat proklamasi, perlu program negara dirumuskan untuk tiap lima tahun, dan jaminan pelaksanaan yang stabil. Yang demikian dapat dijamin dengan mengembalikan konstitusi Proklamasi 1945. Anggota DPR dipilih berdasarkan sistem orang, bukan sistem partai dengan jatah tiap 300,000 orang langsung memilih wakilnya, dan biaya pemilihan berkurang.   
Tapi mayoritas menolak dan keputusan Dewan Nasional dalam sidang 14 – 15 Agustus  berbunyi :
“Demokrasi terpimpin dapat dijalankan dan dilaksanakan dalam rangka UUDS-RI sekarang dengan tidak menutup kemungkinan mengambil hikmah kebijaksanaan Konstitusi Proklamasi”
Di masa saya jadi anggota Dewan Nasional, yang terdiri atas tokoh-tokoh politik, fungsional dan daerah, maka saya berkesempatan banyak bertukar pikiran dengan pejuang-pejuang politik dalam mencari “jalan keluar” dari kekacauan dan pergolakan masa itu, antara lain dengan Bung Karni. Dalam hal saya memprakarsai untuk kembali ke UUD ’45, dialah yang sejak semula saya rasakan sebagai teman seperjuangan, yang juga secara sejajar memperjuangkannya.
Hal ini saya rasakan penting, karena justru semula usaha itu tidak mendapat respons positip dari kalangan partai-partai besar. Demikianlah juga dalam Dewan Nasional tidak terdapat respons yang cukup tegas untuk mendukung prakarsa itu. Presiden dan kabinet masih ragu-ragu menerima usul AD.
Maka pada Hari Sumpah Pemuda1958 oleh KSAD diutuslah dua orang menteri berasal dari ABRI : Kol. Nasir dan Suprayogi meminta ketegasan Presiden. Keduanya kemudian dengan gembira melaporkan bahwa Presiden kini telah setuju kembali ke UUD’45. Kemudian PM Djuanda menyapaikan sikap pemerintah itu kepada DPR dan Presiden Sukarno yang mengusulkannya dengan resmi dalam sebuah pidato di depan Konstituante tanggal 22 April 1959. Kemudian beliau mengadakan kunjungan ke luar negari yang panjang.
Akhirnya semua pihak dalam Konstituante setuju untuk meninggalkan UUD Sementara 1950 dan kembali ke UUD ’45, tetapi fraksi-fraksi Islam menghendaki pembukaan UUD semula sebelum perubahan tanggal 18 Agustus 1945, sehingga tidak tercapai syarat mayoritas 2/3. Ini berarti terjadi kemacetan konstitutional.
Dengan kemacetan itu timbullah suasana politik-psikologis yang eksplosif. Pimpinanan AD bersidang. Selaku penguasa perang pusat KSAD melarang sementara kegiatan-kegiatan politik dan menunda sidang-sidang Konstituante, segala sesuatu dengan persetujuan Perdana Menteri/Menteri Pertahanan. Tindakan dilaporkan dengan kawat kepada Presiden diluar negeri dan beliau menyatakan persetujuannya, juga terhadap usaha pimpinan AD untuk memproseskan penyelesaian. Ketua Makamah Agung yang ikut rombongan Presiden dikirim kembali ke tanah air untuk membantu usaha itu.
Segera oleh pimpinan AD diadakan pembicaraan dengan pimpinan empat partai besar  : dengan PNI dan Masyumi oleh KSAD, dengan NU dan PKI oleh WAKSAD. Mereka menerima untuk kembali ke UUD’45. Tetapi salah satu diantaranya menghendaki hal itu melalui proses yang tertentu.
PADA saat Presiden kembali, atas usaha Front Nasional Pembebasan Irian Barat – gabungan badan-badan kerja sama militer dengan pemuda, buruh, ulama dan lain-lain yang diketuai oleh KSAD – diadakan sambutan massa rakyat. Presiden menyatakan akan bertindak menuruti “kehendak mayoritas rakyat”.
Hari Ahad 5 Juli 1959 inti kabinet bersidang di Bogor, dengan dihadiri Ketua Makamah Agung serta KSAD. Tercapailah kesepakatan berdasarkan keadaan darurat untuk mengeluarkan dekrit kembali ke UUD ’45.
Tetapi setelah kembali ke UUD ’45, terpusatlah kekuatan d tangan Presiden/Pangti/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS dengan penampilan nasakomisasi yang diungguli oleh “komunisasi”. Maka dalam tahap ini kembalilah saya sebagai seorang pemimpin TNI dewasa itu bertemu dengan Bung Karni, lebih-lebih mengingat kami bersama menjadi sasaran dalam proses tersebut. Bung Karni jadi Dubes di Peking weggeproveerd (istilah pak Kasimo waktu itu) dan saya jadi Menko Hankam/KSAB sehingga berada di luar komando ABRI. Komando ABRI berada sepenuhnya di tangan Pangti/Pangsar Koti dengan staf Koti dipimpin oleh Jenderal Yani yang merangkap Panglima AD.
Sementara itu pihak PKI telah mengusahakan pendobrakan-pendobrakan taktis di lapangan berupa tuntutan mempersenjatai buruh dan tani. Ini berbarengan dengan rentetan “aksi-aksi sepihak” untuk menghantam lawan-lawan dan untuk mencapai posisi semacam “kantung-kantung gerilya” di lapangan. Maka TNI-lah yang merasa lebih dulu “kecolongan”, tetapi Bung Karni-lah yang lebih dulu secara terbuka, terang-terangan mengutuk aksi sepihak itu. Pada awal Januari 1965 di Medan ia nyatakan hal itu kepada pers atas nama Partai Murba. Ia sinyalir bahwa aksi-aksi demikian akan menghancurkan persatuan nasional. Seminggu kemudian Koti mengumumkan bahwa Partai Murba “dilarang” untuk sementara, kemudian dibubarkan.
Demikianlah ! Mengenang Bung Karni ialah mengenangkan masa-masa kritis perjuangan, memang seorang pejuang tidak-lah bisa absen di saat-saat krisis perjuangan.     
*
Heroes represent the best of ourselves, respecting that we are human beings. A hero can be anyone from Gandhi to your classroom teacher, anyone who can show courage when faced with a problem. A hero is someone who is willing to help others in his or her best capacity (Ricky Martin).
 
*