Jumat, 18 Mei 2018

Perang (bagian-3, Penutup)


Ngunandiko. 147








Perang

(Bagian ke-3 ;Penutup)



Lewat upacara kilat, Hitler menikahi kekasihnya, Eva Braun, menulis wasiat politiknya dan menunjuk Laksamana Dönitz sebagai penggantinya. Hitler tidak menginginkan tentara Soviet menemukan dirinya baik dalam keadaan hidup ataupun mati. Tanggal 30 April 1945, pukul 15:30, Hitler menembak mati dirinya sendiri, Eva Braun meminum racun. Sesuai kehendak Hitelr, kedua mayat kemudian dikremasi. Dimana jenasah Hitler dan Eva Braun itu dikuburkan, sampai saat ini masih menjadi “misteri” .

Dengan kemenangan Negara-negara Serikat itu, maka Perang Dunia II yang memakan korban banyak harta benda dan jutaan jiwa umat manusia itu telah  berakhir. Namun  disamping kerugian dan penderitaan yang tak ternilai dan tak dapat kita lupakan itu, sedikitnya ada dua hasil yang positip daripada Perang Dunia II yang patut kita catat, yaitu :

Pertama     : Bangsa-bangsa terjajah termasuk  “Bangsa Indonesia” mendapatkan kesempatan memproklamasikan Kemerdekaannya pada akhir Perang Dunia II, dengan kondisi yang lebih menguntungkan, karena Negara-negara penjajah sedang dalam  keadaan lemah akibat perang.

Kedua        : Pembentukan Perserikatan Bangsa-bangsa (The United Nations is a global organization that brings together its member states to confront common challenges, manage shared responsibilities and exercise collective action in an enduring quest for a peaceful, inclusive and sustainably developing world, in conformity with the principles of justice and international law . . . . . )

Gedung Perserikatan Bangs Bangsa

Perserikatan Bangsa-bangsa adalah sebuah organisasi internasional yang didirikan oleh umat manusia tepat setelah Perang Dunia II dengan fungsi utama memelihara perdamaian dunia. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) diadopsi dan ditandatangani pada 26 Juni 1945. Piagam tersebut  ditandatangani pada Konferensi San Fransisco oleh perwakilan lebih dari 50 negara. Pada 24 Oktober 1945, PBB pun resmi didirikan 



6. Perang Kemerdekaan Indonesia.

Perang Kemerdekaan Indonesia (1945 – 1949) pada hakekatnya adalah perang antara Indonesia dan Belanda. Sebagaimana diketahui proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Sukarno dan didampingi oleh Moh. Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta. Proklamasi itu dilakukan setelah Jepang menyerah tanpa syarat dalam Perang Dunia II. Sudah barang tentu Belanda yang merasa masih sebagai pemegang kekuasaan di Indonesia (Hindia Belanda) menentang proklamasi kemerdekaan Indonesia itu.

Sebagai kosekuensi dari kebijakan menentang kemerdekaan Indonesia (menentang Proklamasi 17 Agustus 1945) tersebut, maka Belanda harus perang melawan Indonesia. Perang tersebut 1945 - 1949 disebut sebagai “Perang Kemerdekaan Indonesia atau Revolusi Kemerdekaan Indonesia”. 

Seperti dikemukakan diatas, Perang Kemerdekaan Indonesia sering pula disebut sebagai Revolusi Kemerdekaan Indonesia atau Revolusi 17 Agustus 1945. Perang ini berlangsung (1945 – 1949). Dan kiranya dapat dibagi dua seperti halnya muka dari keping mata uang :

Pertama     : konflik bersenjata antara rakyat Indonesia yang telah memproklamirkan dirinya merdeka pada 17 Agustus 1945 dengan tentara Belanda yang datang untuk menguasai Indonesia (ex Hindia Belanda) kembali; dan  

Kedua               : adu kepiawaian berdiplomasi antara elite pemerintah Republik Indonesia yang baru lahir pada 17 Agustus 1945 melawan pemerintah Kerajaan Belanda yang semula adalah pemegang kekuasaan (sebagai Negara penjajah) di Indonesia (Hindia Belanda). Dalam hal ini Belanda dibantu oleh pihak Sekutu yang diwakili oleh Inggris.

  • Konflik bersenjata rakyat Indonesia Merdeka lawan tentara kolonial Belanda yang datang untuk menguasai Indonesia kembali.


Konflik bersenjata selama Perang Kemerdekaan Indonesia berlansung antara  Agustus 1945 sampai dengan Desember 1949. Seperti diketahui selama Perang Kemerdekaan Indonesia itu telah terjadi secara berganti-ganti atau bersamaan, konflik bersenjata dan adu kepiawaian melakukan diplomasi dari kedua belah pihak. Mengenai konflik bersenjata tersebut dalam garis besarnya adalah seperti uraian  singkat berikut ini.

Pertama-tama pada Agustus 1945 tentara pendudukan Jepang membubarkan Pasukan Pembela Tanah Air (PETA) atau Giyujun dan Haeiho.  PETA  adalah pasukan orang Indonesia yang dibentuk oleh Jepang untuk membantunya selama Perang Dunia II. Sebagaimana diketahui selama Perang Dunia II 1942 - 1945, Indonesia (Hindia Belanda) ditinggalkan begitu saja oleh Belanda, dan kemudian selama 3,5 tahun diduduki oleh balatentara Jepang. Pasukan PETA inilah yang kemudian bersama lascar-laskar rakyat bersenjata lainnya menjelma menjadi  tentara keamanan rakyat Indonesia (akhirnya menjadi Tentara Nasional Indonesia TNI).

Segera setelah Perang Dunia II berakhir 2 September 1945, sekutu (Inggris) memasuki Indonesia atas mandat pemenang Perang Dunia II untuk mengambil alih kekuasaan dan  melucuti senjata tentara pendudukan Jepang.  Belanda sebagai NICA (Netherland Indies Civil Administration) ikut men-dompleng masuk Indonesia, yang pada 17 Agustus 1945 telah memproklamirkan kemerdekaannya, jadi secara de’jure Indonesia telah sebagai Negara Merdeka.
Beberapa hari setelah rakyat Indonesia mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, rakyat Indonesia mencoba merebut gudang makanan dan senjata  milik tentara Jepang seperti yang terjadi di Semarang, Surabaya, Surakarta, Yogyakarta dan tempat-tempat lain. Sudah barang tentu banyak korban dari rakyat Indonesia, karena rakyat yang hanya berbekal semangat dan senjata ala kadarnya harus menghadapi tentara Jepang yang memiliki senjata lengkap.

Sementara itu, pada tanggal 20 Oktober 1945 tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan melucuti tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu di Semarang ini juga diboncengi oleh NICA.
Pada awalnya kedatangan tentara Sekutu itu disambut baik oleh pihak Indonesia Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA sampai di Ambarawa dan Magelang,  pasukan Sekutu itu malah mempersenjatai para tawanan sehingga menimbulkan kemarahan di pihak Indonesia, hingga  nyaris terjadi insiden bersenjata.

Tentara Sekutu yang telah bersikap sebagai penguasa mencoba melucuti TKR (Tentara Keamanan Rakyat), hal itu itu telah membuat rakyat marah dan kekacauan yang lebih besar terjadi. Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Resimen Magelang pimpinan Letkol M.Sarbini berusaha mengepung tentara Sekutu dari segala penjuru. Berkat campur tangan Presiden RI (Sukarno), insiden itu berhasil diselesaikan dengan baik.

Segera setelah kejadian itu pasukan Sekutu secara diam-diam mundur meninggalkan  Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Resimen Kedu di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini berusaha  melakukan pengejaran. Gerakan mundur tentara Sekutu tertahan sementara di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah pimpinan Oni Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta.

Pada tanggal 12 Desember 1945, serangan dilancarkan terhadap Sekutu (Inggris) di Ambarawa dan di jalan raya menuju Semarang. Akhirnya Ambarawa dapat dikuasai oleh kesatuan-kesatuan TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Pertempuran Ambarawa itu berlangsung sengit. Kol. Soedirman langsung memimpin pasukannya yang menggunakan taktik gelar “supit urang”, atau pengepungan rangkap dari kedua sisi, sehingga musuh benar-benar terkurung. Komunikasi dengan pasukan induk Sekutu terputus. Setelah bertempur selama 4 (empat) hari, maka pada 15 Desember 1945 pertempuran berakhir. Pasukan Kolonel Sudirman berhasil merebut Ambarawa, dan Sekutu mundur ke Semarang.

Monumen Palagan Ambarawa

Kemenangan dalam pertempuran Ambarawa tersebut kini diabadikan di “Monumen Palagan Ambarawa”, dan diperingati di “Hari Jadi Angkatan Darat” atau “Hari Juang Kartika”.

Menjelang bulan Nopember 1945, Inggris menempatkan sekitar 6.000 pasukannya di Surabaya untuk melaksanakan tugasnya melucuti tentara Jepang. Namun hal itu dilakukan oleh Sekutu sedemikian rupa, sehingga mengakibatkan para pemuda arek-arek Surabaya merasa terancam. Arek-arek Suroboyo, para Ulama, dan lascar-laskar bangkit semangatnya setelah mendengar teriakan seorang pemuda Sutomo (bung Tomo) . . . . . Allahuakbar allahuarkbar … Allahuakbar allahuarkbar . . . . . Allahuakbar allahuarkbar . . . . . . . . dan pecahlah bentrokan bersenjata. Berkat campur tangan Presiden RI, Bung Karno, yang datang dari Jakarta,  bentrokan itu dapat didamaikan.

Sesungguhnya sikap permusuhan antara kedua pihak belum berhenti, sehari setelah Bung Karno (Presiden RI Soekarno) kembali ke Jakarta, bentrokan pecah kembali. Bentrokan itu berakibat tewasnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby (45 tahun).   Mallaby  tewas dalam peristiwa baku tembak pada 30 Oktober di Surabaya. Peristiwa itu memicu keluarnya ultimatum Inggris dan terjadilah Pertempuran 10 Nopember 1945.

Selama hampir satu bulan penuh  terjadi-lah bentrokan (perang) di Surabaya dan sekitarnya. Tentara bersama rakyat melakukan perlawanan gerilya untuk mengusir tentara Sekutu (Inggris). Peristiwa yang menelan korban harta-benda dan jiwa arek-arek Surabaya di Surabaya itu dan berlangsung pada sekitar tanggal 10 Nopember 1945 ini, kemudian dikenal sebagai “Hari Pahlawan 10 Nopember”.

Bentrok antara pasukan Inggris dengan rakyat di Surabaya, di Ambarawa, dan di tempat-tempat lain serta  telah selesainya tugas (menangani tawanan dan tentara Jepang)  di Indonesia, maka pasukan Inggris memutuskan untuk mengundurkan diri dari wilayah Republik Indonesia.

Setelah tentara Sekutu (Inggris) mengundurkan diri, tentara Belanda masih tetap berada di Indonesia untuk melanjutkan  tujuan-nya menguasai Indonesia kembali.   Belanda itu terus menghadapi perlawanan dari rakyat Indonesia yang telah memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 .  Dalam menghadapi perlawanan dari rakyat Indonesia itu, Belanda melakukan   aksi perundingan (diplomasi). maupun aksi milier

Setelah Inggris meninggalkan Indonesia, di hampir setiap wilayah Indonesia Belanda menghadapi perlawanan dan aksi gerilya dari TNI dan rakyat Indonesia. Akhirnya pada sekitar tanggal  24 Maret 1947 Belanda  terpaksa melakukan  perundingan (diplomasi), yaitu perundingan di Linggarjati, Jawa Barat.

Hasil perundingan Linggarjati itu antara lain adalah genjatan senjata  dan Belanda  mengakui  wilayah Republik Indonesia itu hanya di Jawa, Sumatera dan Madura saja (lihat perjanjian Linggarjati).  Hasil perundingan (pengakuan wilayah Republik Indonesia de facto di Jawa, Sumatera dan Madura saja) berarti wilayah Republik Indonesia menurut Proklamasi 17 Agustus 1945 telah digerogoti.

Selama gencatan senjata itu Belanda berkesempatan melakukan persiapan perang secara lebih leluasa, sehingga setelah Belanda siap pada malam 20 Juli 1947  HJ Van Mook (Gubernur Jenderal) mengumumkan  dimulainya  serangan ke wilayah Republik Indonesia. Serangan itu disebut-nya sebagai Aksi Polisionil  Pertama (Aksi Militer I). Serangan tentara Belanda itu dilakukan ke beberapa daerah seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan lain-lain.

Aksi Militer I (pimpinan Jenderal H.S Spoor)  itu menurut Belanda disebabkan karena pihak Indonesia  dituduh tidak  melaksanakan isi perjanjian Linggarjati, serta untuk  mencegah  para  gerilyawan Indonesia (TNI dan rakyat) terus menyerang Belanda.

Dalam bukunya,  J. A. Moor menulis agresi militer Belanda Pertama (Aksi Militer I ) itu dimulai tanggal 20 Juli 1947. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Fokus serangan tentara Belanda itu adalah di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatera Timur sasaran-nya adalah daerah perkebunan tembakau, di Jawa Tengah sasaran Belanda  adalah dikuasai-nya seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur sasaran utamanya adalah wilayah yang ada perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula. Tujuan Belanda menguasai daerah-daerah itu adalah diperoleh-nya manfaat ekonomi dari daerah-daerah itu; tembakau, gula dan lain-lain dapat diproduksi lagi dan diekspor.

Pada agresi militer pertama (Aksi Militer I)  ini, Belanda mengerahkan kedua pasukan khusus-nya, yaitu Korps Speciale Troepen (KST) di bawah Westerling yang berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST adalah pengembangan dari Depot Speciale Troepen atau DST, yang sejak kembali dari operasinya di Sulawesi Selatan (dikenal sebagai peristiwa "Pembantaian Westerling") belum pernah ber-aksi lagi. DST ini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan juga dikirim ke Sumatera Barat.

Kiranya perlu pula dikemukakan disini, bahwa pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik Indonesia dengan simbol Palang Merah di badan pesawat yang membawa obat-obatan dari Singapura, sumbangan Palang Merah Malaya bagi Indonesia ditembak jatuh oleh Belanda dan mengakibatkan tewasnya Komodor Muda Udara Mas Agustinus Adisucipto, Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman Saleh dan Perwira Muda Udara I Adisumarno Wiryokusumo.

Agresi tentara Belanda (Aksi Militer I) itu berhasil merebut daerah-daerah di wilayah Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan dan pertambangan. Namun Aksi Militer I itu belum berhasil menguasai daerah-daerah yang direbutnya itu dengan tenang, karena masih menghadapi gangguan terus menerus dari para gerilyawan, yaitu TNI dan rakyat yang bersenjatakan senjata dari rampasan Tentara Jepang dan senjata seadanya a.l bambu-runcing. Belanda belum dapat mengambil manfaat ekonomi dan perdagangan dari penguasaan daerah-daerah yang direbutnya.

Di pihak Belanda, Aksi Militer I itu berakibat amunisi, senjata, dan lain-lain (yang harus dikirim dari jauh Negeri Belanda)  mulai menipis dan tentaranya  pun mulai berkurang jumlahnya karena tewas dan lelah. Keadaan itu mengharuskan Belanda menghentikan lebih lanjut Aksi Militer I. Belanda kemudian mengajak Indonesia berunding kembali. Berkat bantuan Amerika Serikat, Inggris, Australia dan kawan-kawan, maka suatu perundingan dan gencatan senjata berhasil diselenggarakan.

Gencatan senjata disepakati di sepanjang garis demarkasi (garis yang memisahkan wilayah yang dikusai Indonesia dengan yang dikuasai Belanda) atau dikenal dengan Garis Van Mook yakni suatu garis buatan yang menghubungkan titik-titik terdepan kekuasaan pihak Belanda. Garis itu melewati titik-titik di sekitar Tanggerang di Jawa Jawa Barat, Kebumen di Jawa Tengah, dan Kediri di Jawa Timur. Selama gencatan itu Belanda berkesempatan mendatangkan amunisi dan senjata (dari negeri Belanda?) serta  perbekalan dan  kebutuhan operasi (bantuan dari Amerika Serikat?) bagi para pasukannya. Dengan gencatan senjata Belanda bermaksud dapat mengistirahatkan tentaranya.

Walaupun ada gencatan senjata, para gerilyawan Indonesia  masih terus mengganggu tentara Belanda. Dewan Keamanan, Perserikatan Bangsa Bangsa (DK-PBB) akhirnya mendorong Belanda dan Indonesia untuk berunding kembali di  sebuah kapal Amerika Serikat USS Renville di pelabuhan Jakarta. Belanda dan Indonesia pun berunding kembali, maka pada tanggal 17 Januari 1948 tercapai-lah suatu perjanjian baru yaitu perjanjian Renville..

Hasil perjanjian Renville ini sangat merugikan posisi Indonesia, karena salah satu isi dari perjanjian itu menyatakan bahwa setiap tentara Indonesia yang berada di daerah pendudukan Belanda harus berpindah ke daerah Republik Indonesia. Hal ini berarti tentara Indonesia diusir dari posisinya di wilayah musuh (kantong) tanpa sebutir pelurupun (diplomasi Belanda berhasil). Namun perjanjian Renville (17 Januari 1948) itu akhirnya juga dicederai oleh Belanda dengan suatu agresi militer.

Agresi militer itu  adalah Aksi Militer II (pimpinan Jenderal H.S Spoor dan Jenderal Meyer);  dimana pada 19 Desember 1948 pasukan Belanda melakukan serangan kilat (blitkrieg)  merebut pangkalan udara Maguwo (saat ini bernama bandara “Adi Sucipto”) di Yogyakarta. Belanda  menerjunkan pasukan payung dan dengan gerak cepat berhasil mengambil alih kendali kota Yogyakarta yang merupakan ibukota Republik Indonesia saat itu. 

Pada Aksi Militer II itu Belanda berhasil menangkap pemimpin Republik Indonesia Presiden R.I Soekarno dan Wakil Presiden R.I Mohammad Hatta serta menawannya. Selain itu Belanda   juga menawan Syahrir, Agus Salim, Mohammad Roem serta A.G. Pringgodigdo. Para pemimpin Republik Indonesia Soekarno dkk  itu segera diberangkatkan ke pengasingan di Prapat Sumatra dan pulau Bangka.

Sebelum diasingkan ternyata Presiden Sukarno telah memberi surat kuasa kepada Safrudin Prawiranegara yang berada di Bukit Tinggi untuk mendirikan pemerintahan darurat. Sementara itu Jenderal Sudirman memilih untuk keluar kota memimpin gerilya serta melanjutkan perlawanan terhadap Belanda. Sesungguhnya Jenderal Sudirman juga mengajak presiden Soekarno . keluar kota Yogyakarta untuk bersama-sama memimpin gerilya, tetapi ajakan itu ditolak oleh Sukarno.

Dengan diiringi oleh ajudan dan pasukan pengawalnya, Jenderal Sudirman naik-turun gunung serta keluar-masuk hutan menembus teriknya panas matahari dan derasnya hujan memimpin perlawanan rakyat. Jenderal Sudirman dan para pengawalnya hampir selama l.k 100 hari, 31 Maret 1949 s/d 7 Juli 1949 menetap di desa Pakis, Sobo, Kecamatan Nawangan, Pacitan, Jawa Timur. 

Dari rumah markas gerilya itulah Panglima Besar Jenderal Sudirman memimpin perang gerilya. Pada masa yang paling gelap bagi Republik Indonesia itu, Jenderal Sudirman memberikan pegangan dan kekuatan batin kepada rakyat dan para prajurit untuk tetap berjuang bagi kelangsungan hidup negaranya.

Sementara itu MBKD (Markas Besar Komando Jawa) dan MBKS (Markas Besar Komando Sumatera) kembali diaktifkan di bawah komando panglimanya masing-masing. Pemerintah militer tetap melakukan kegiatarmya. Dengan demilcian, pemerintahan Republik Indonesia masih berjalan dan berdiri tegak.

Belanda mengira dengan jatuhnya kota Yogyakarta, kekuatan TNI akan hancur berantakan dan kampanye militer telah selesai. Belanda juga mengira operasi pembersihan, yang masih perlu dilakukannya, hanya memerlukan waktu satu dua bulan saja. Namun ternyata dugaan Belanda itu keliru sama sekali, ternyata pasukan TNI tidak hancur.

Pasukan Belanda  bergerak maju  menguasai daerah perkotaan, sedangkan pasukan TNI mundur ke daerah pedalaman – pedesaan. TNI lalu merencanakan Wingate Operation (Wingate Operation adalah suatu pemikiran militer inkonvensional dan memilki nilai taktik kejutan) dan menyusun daerah perlawanan (wehrkreis) – During World War II, Germany had a system of military districts “ Wehrkreis” to relieve field commanders of as much administrative work as possible and to provide a regular flow of trained recruits and supplies to the Field Army. The Field Army  was separate from the Home Command  –  seperti yang dilakukan oleh AH. Nasution (Jenderal Nasution).

Untuk menunjukkan kepada dunia bahwa eksistensi Republik Indonesia masih ada meski Presiden dan Wakil Presidennya telah ditangkap, maka Indonesia (TNI) melakukan serangan yang dikenal sebagai “Serangan Umum 1 Maret 1949”. Serangan tersebut adalah terhadap kedudukan Belanda di ibukota Yogyakarta, yang dilakukan  oleh TNI dengan dukungan Sultan Hamengkubuwono IX dan rakyat Yogya dengan tujuan untuk :
  • memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB ;
  • mematahkan moral pasukan Belanda, dan ;
  • sekaligus membuktikan pada dunia international bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan.

Kiranya dapat dikemukakan pula bahwa pada waktu "Serangan Umum tanggal 1 Maret 1949”  itu, Letkol Soeharto (kemudian jadi Presiden ke-3 RI)  adalah sebagai komandan brigade X – Wehrkreis III Yogyakarta.   Soeharto memiliki peranan yang signifikan. “Serangan Umum 1 Maret 1949” tersebut berlangsung selama satu hari  dan  TNI dapat menguasai penuh ibukota Yogyakarta. 

Akibat dari “Serangan Umum 1 Maret 1949” tersebut, pihak Amerika Serikat & Co melakukan tekanan kepada Belanda untuk berunding  dengan Indonesia. Akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949 Republik Indonesia dan Belanda berunding dan menyepakati “Perjanjian Roem – Royen”, dimana antara lain dinyatakan bahwa ibukota RI,Yogyakarta harus dikembalikan ke Indonesia pada  tanggal 6 Juli 1949. Dan Indonesia (Republik Indonesia) pun setuju  ikut serta dalam Konperensi Meja Bundar.

Konperensi Meja Bundar berlangsung di Den Haag negeri Belanda diikuti oleh Negara Belanda, Negara Republik Indonesia, dan Negara-negara bentukan Belanda seperti Negara Indonesia Timur (NIT), Negara Sumatra Timur (NST) dan lain-lain.

Konferensi ini berlangsung tanggal 23 Agustus 1049 hingga tanggal 2 November 1949 dengan hasil sebagai berikut.
  • Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. 
  • Status Karesidenan Irian Barat diselesaikan dalam waktu setahun, sesudah pengakuan kedaulatan. 
  • Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda berdasarkan kerja sama sukarela dan sederajat. 
  • Republik Indonesia Serikat mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak-hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda. 
  • Republik Indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda yang ada sejak tahun 1942.

Hasil tersebut jelas sangat merugikan Republik Indonesia, tapi apa boleh buat itulah akhir dari Perang Kemerdekaan Indonesia 1945 – 1949. 


  • Perang diplomasi antara pemerintah Republik Indonesia melawan pemerintah Belanda yang datang untuk menguasai Indonesia kembali.


Sebagaimana diketahui  Indonesia (Hindia Belanda) ditinggalkan oleh Belanda begitu saja, dan kemudian diduduki oleh balatentara Jepang pada awal Perang Dunia II tahun 1942. Segera setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II , atas dasar bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, maka Indonesia memproklamirkan kemerdekaan-nya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Sementara itu atas ijin Inggris, Belanda  ikut ke Indonesia, dalam rangka kegiatan Inggris sebagai South East Asia Command. Sebagaimana diketahui South East Asia Command memiliki tugas yang harus diselesaikan di Asia Tenggara (menurut persetujuan Postdam pada bulan Juli 1945). Tugas Inggris tersebut antara lain sbb :
  • mengembalikan tentara Jepang - yang jumlahnya di Indonesia lk 283,000 orang - ke tempat asalnya;
  • membebaskan tahanan perang Sekutu ;
  • memulihkan keamanan di Asia Tenggara sampai daerah itu dikembalikan kepada si pemilik masing-masing. Indonesia dikembalikan kepada Belanda.

Dalam rangka menjalankan tugasnya, pada tanggal 2 September 1945, Inggris datang di Indonesia. Belanda men-dompleng agar Indonesia (Hindia Belanda) dapat sesegera mungkin kembali tangan-nya.

Sejak tanggal 24 Juli 1945 pemerintah Belanda di Nederland telah  menyusun NICA (Netherlands East Indies Civil Affairs) yaitu. Badan Urusan Sipil Hindia Belanda untuk menerima kembali kekuasaan sipil di Indonesia dari tentara Inggris. Pembentukan NICA itu di diadakan di Brabant, sebuah propinsi di bagian selatan Nederland, di mana telah dapat dikumpulkan relawan sipil Belanda sejumlah 50.000 pria dan 12.000 wanita untuk segera diberangkatkan ke Indonesia

Disamping itu pemerintah Belanda di Nederland juga sudah mendidik pemuda-pemuda Belanda menjadi tim khusus melalui pelatihan ketentaraan luar biasa di Inggris. Pelatihan ini menghasilkan dua macam pasukan Belanda yang dapat diandalkan dan yang diperlengkapi dengan segala macam senjata mutakhir. Pertama disebut Gezachts Battalion dan  kedua disebut Expeditionaire Machten. Kedua battalion itu sudah siap untuk diberangkatkan ke Indonesia sejak tanggal 24 Juli 1945.

Selain persiapan-persiapan yang ada di negeri Belanda itu, ada pula kesibukan Belanda di Bribane, Australia. Dua tokoh kawakan Belanda di jaman Hindia Belanda yaitu van Mook dan Van der Plas, yang menduduki tempat pertama dan kedua di dalam hirarki pemerintahan kolonial Belanda sebelum PD II yang mengungsi ke Brisbane, juga sudah bersiap-siap untuk kembali ke Indonesia

Pada tanggal 2 September 1945, sekutu (Inggris) memasuki Indonesia atas mandat pemenang Perang Dunia II untuk mengambil alih kekuasaan dan  melucuti senjata tentara pendudukan Jepang.  Belanda sebagai NICA (Netherland Indies Civil Administration) men-dompleng masuk Indonesia. Namun pada 17 Agustus 1945 Indonesia Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya, jadi secara de’jure Indonesia adalah sebagai Negara Merdeka. Keadaan seperti itu berakibat terjadinya bentrokan senjata antara “Belanda” dan “Indonesia Merdeka”.

Pada bulan Nopember 1945, Belanda mengumumkan  blokade laut terhadap Republik Indonesia yang baru medeka. Blockade ini ditujukan untuk menutup aktivitas perdagangan dan lain-lain yang dilakukan oleh Republik Indonesia seperti impor senjata, ekspor hasil-hasil kebun (karet, teh, kopi dll), komunikasi (pengiriman dukumen dll) dengan Negara-negara lain. Blockade ini ditujukan untuk melumpuhkan Republik Indonesia.

Seperti telah diterangkan dimuka, kedatangan tentara Belanda – men-dompleng masuknya Inggris ke Indonesia)  –  berakibat terjadinya bentrokan senjata antara “Belanda” dan “Indonesia Merdeka”. Inggris mencoba mencegah bentrokan itu berkepanjangan, dan  berusaha membawa Belanda dan Indonesia ke meja perundingan untuk membuat suatu kesepakatan.

Perundingan  antara Indonesia dan Belanda pun akhirnya terjadi di Linggarjati, Cirebon pada 10 November 1946.  Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota      H.J. van Mook, dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.

Belanda berhasil mendesak Indonesia menyetujui suatu perjanjian. Perjanjian itu disebut sebagai perjanjian  Linggarjati  yang resmi ditanda tangani oleh kedua belah pihak pada tanggal 25 Maret 1947  di Istana Negara, Jakarta. Isi perjanjian Linggarjati tersebut antara lain adalah sbb:
  • Belanda mau mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan daerah kekuasaan meliputi Madura, Sumatera, dan Jawa. Belanda sudah harus pergi meninggalkan daerah de facto tersebut paling lambat pada tanggal 1 Januari 1949.
  • Belanda dan Republik Indonesia telah sepakat untuk membentuk Negara serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS).
  • Negara Republik Indonesia Serikat akan terdiri dari Republik Indonesia, Timur Besar, dan Kalimantan.
  • Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) akan dijadwalkan sebelum tanggal 1 Januari 1949.
  • Belanda dan Republik Indonesia Serikat (RIS) sepakat untuk membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai Ketua.

Perjanjian Linggarjati ini jelas menguntungkan Belanda dan merugikan Indonesia (diplomasi Belanda menang), karena membatalkan adanya Negara Republik  Indonesia Proklamasi 17 Agustus 1945, Republik Indonesia hanya menjadi Negara bagian dari Negara Indonesia Serikat dengan wilayah yang sempit. Namun sebelum perjanjian Linggarjati ini dapat menjadi kenyataan, kaum oposisi Indonesia dan pasukan bersenjata Indonesia (TNI) yang didukung rakyat gigih menentangnya (seperti telah diterangkan dimuka), sehingga timbul bentrokan bersenjata di berbagai tempat.

Dengan keadaan seperti itu, maka Belanda merasa tidak terikat lagi pada perjanjian Linggarjati, sehingga  pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melakukan Agresi Militer (Agresi Militer I).

Agresi Militer I itu menyebabkan sejumlah wilayah yang semula dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur jatuh ke tangan Belanda. Bentrokan bersenjata antara Indonesia dan Belanda terus berlangsung hingga DK-PBB campur tangan. Dan akhirnya Indonesia - Belanda berunding ; perundingan itu dimulai pada tanggal 8 Desember1947) diatas kapal Amerika Serikat “Renville” yang sedang berlabuh di teluk Jakarta. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap, dan Johannes Leimena sebagai wakil. Delegasi Kerajaan Belanda  dipimpin oleh Kolonel KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo. Perundingan itu menghasilkan persetujuan Renville yang intinya adalah sbb:

  • Pemberhentian tembak-menembak di sepanjang Garis van Mook, perjanjian peletakan senjata, dan pembentukan daerah kosong militer (daerah itu harus ditinggalkan oleh TNI).
  • Pada tanggal 19 Januari persetujuan Renville ditandatangani. Wilayah Republik selama masa peralihan sampai penyelesaian akhir dicapai (lebih sempit daripada persetujuan Linggarjati) hanya meliputi sebagian kecil Jawa Tengah (Yogya dan delapan Keresidenan) dan ujung barat pulau Jawa (Banten) tetap daerah Republik
  • Plebisit (pemilihan umum) akan diselenggarakan untuk menentukan masa depan wilayah yang baru diperoleh Belanda lewat aksi militer.

Dengan ditanda tangani “Persetujuan Renville” ini menunjukkan bahwa diplomasi yang dilakukan oleh Belanda memperolah kemenangan lagi. Misalnya : (1) Wilayah Republik Indonesia menjadi lebih sempit daripada dalam persetujuan Linggarjati, yaitu hanya sebagian kecil Jawa ; (2) Kantong-kantong pendudukan harus ditinggalkan oleh TNI ; (3) lain-lain.

Mengenai perjanjian “Persetujuan Renville” ini (juga  “Linggarjati”) seorang tokoh oposisi Tan Malaka antara lain menyatakan : Terkait dengan perjanjian “Renville” dan “Linggarjati” disebutnya sebagai sebuah kekalahan besar dan bahaya yang tak terhingga bagi kemerdekaan Republik Indonesia. Bagaimana tidak, Negara yang telah memproklamirkan kemerdekaannya tidak seharusnya berunding dengan musuh yang menyerbu masuk dan ingin merampas kemerdekaan itu. Dengan diambilnya jalan perundingan, jelas-jelas menunjukkan kelemahan sikap dan mental dari pemimpin Indonesia waktu itu.

Sebelum membahas lebih lanjut “Persetujuan Renville”, kiranya  baik jika kita bahas terlebih dahulu upaya-upaya diplomatic Indonesia Merdeka untuk memperkokoh eksistensinya sejak proklamasi 17 Agustus 1945.

Pertama-tama adalah segera  menyebar luaskan “Proklamasi 45” keseluruh dunia dan keseluruh Indonesia melalui radio, suratkabar, pamphlet-pamplet, unjuk rasa (demontrasi) dll seperti yang dilakukan oleh para pemuda Sukarni, Adam Malik, Yusuf Ronodipuro, Bung Tomo dan lain-lain. Upaya ini telah mendapatkan hasil yang positip seperti :
  • pada tanggal 22 Maret 1946 Mesir mengakui Republik Indonesia ;
  • kerajaan-kerajaan di Indonesia seperti Kasultanan Aceh, Kasultanan Deli, Kasultanan Kutai Kertanegara Kasultanan Siak Sri Indrapura,  Kasultanan Ternate, Kasultanan Yogyakarta dan lain-lain yang menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia ;
  • lascar-laskar atau organisasi-organisasi perlawanan terhadap Belanda terbentuk hampir diseluruh Indonesia

Selanjutnya adalah upaya menjalin hubungan dengan Negara-negara yang baru timbul (negara yang merdeka dengan berakhirnya PD II) antara lain seperti : Burma ; India ;  Malaya ; Sri Langka dan lain-lain. Hal itu antara lain ditandai dengan pengiriman bantuan beras ke India (20 Agustus 1946)., dan pengiriman obat-obatan dari Malaya ke Indonesia (29 Juli 1947) dan lain-lain. Upaya ini antara lain dilakukan St Syahrir.

Selain itu menjalin hubungan dagang dengan Negara-negara tetangga Malaya, Philipina, Singapura Thailand dan lain-lain antara lain dengan menjual karet, lada, bijih timah dan lain-lain serta membeli senjata, amunisi, obat-obatan dan lain-lain. Hal itu dilakukan oleh para pengusaha yang pro Republik Indonesia seperti AK Gani, Hasyim Ning, John Lie (kemudian menjadi perwira Angkatan Laut), Isak Mahdi dll.

Seperti telah diuraikan dimuka, akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949 Republik Indonesia dan Belanda akhirnya berunding kembali, dan menyepakati “Perjanjian Roem – Royen”, dimana antara lain dinyatakan bahwa ibukota RI,Yogyakarta (yang diduduki oleh Belanda pada Aksi Militer II) harus dikembalikan ke Indonesia pada  tanggal 6 Juli 1949. Dan Republik Indonesia pun setuju  ikut serta dalam Konperensi Meja Bundar di Den Haag, Negeri Belanda.


Konperensi Meja Bundar

Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, 23 Agustus hingga 2 November 1949, dimana hadir delegasi-delegasi Republik Indonesia, Kerajaan Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang mewakili berbagai Negara-negara bentukan Belanda di kepulauan Indonesia, yaitu
  • delegasi Republik Indonesia dipimpin Mohammad Hatta
  • delegasi BFO dipimpin Sultan Hamid II
  • delegasi kerajaan Belanda dipimpin J. H. Van Maarseveen, dan
  • delegasi (United Nation Commissioner for Indonesia) diketuai oleh Chritchley


Konferensi Meja Bundar  (KMB) itu berakhir pada tanggal 2 Nopember 1949, dengan berakhirnya KMB, berakhir pula perang diplomasi antara pemerintah Republik Indonesia melawan pemerintah Belanda yang datang untuk menguasai Indonesia kembali.


  • Berakhinya Perang Kemerdekaan Indonesia 1945 – 1949.


Dengan berakhirnya Konferensi Meja Bundar  (KMB) itu, berarti berakhir pula Perang Kemerdekaan Indonesia 1945 – 1949 untuk kekalahan Republik Indonesia, kekalahan Proklamasi 17 Agustus 1945.


Namun dengan berakhirnya Perang Kemerdekaan Indonesia 1945 – 1949 itu, perjuangan rakyat Indonesia untuk menegakkan Negara Republik Indonesia berdasar Proklamasi 17 Agustus 1945 belum berakhir dan terus berlanjut.


7. Perang Korea.

Perang Korea adalah konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan. yang terjadi sejak 25 Juni 1950 sampai 27 Juli 1953. Perang ini juga  disebut "perang yang dimandatkan (proxy war) antara Amerika Serikat bersama sekutu-nya di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dengan komunis Republik Rakyat Tiongkok yang bekerjasama dengan Uni Soviet.

Peserta perang ini utamanya adalah Korea Utara dan Korea Selatan. Sekutu utama Korea Selatan adalah Amerika Serikat, Australia, Britania Raya, Canada, dan  Negara-negara lain mengirimkan tentara di bawah bendera  PBB. Sekutu Korea Utara adalah Republik Rakyat Tiongkok  menyediakan kekuatan militer, sementara Uni Soviet yang menyediakan Penasehat perang, pilot pesawat, dan juga persenjataan untuk pasukan Tiongkok dan pasukan Korea Utara.

Pesawat Tempur pada Perang Korea

Perang antara Korea Selatan dan Korea Utara dimulai dengan serangan Korea Utara  25 Juni 1950. Dan pada Juli 1950 berhasil diadakan perundingan gencatan senjata di Kaesong, kemudian pada 1952 perundingan itu dilanjutkan. Namun perundingan itu macet karena persoalan penukaran tawanan.

Perang terus berkecamuk dengan hebatnya, pada Juli 1953 berhasil ditandatangani perjanjian gencatan senjata dan pembagian kembali Korea menurut garis lintang 380 , sedangkan cara-cara pertukaran tawan tetap belum ada kesepakatan, ketegangan antar kedua Negara masih sangat terasa. Korea Utara tetap memperoleh bantuan dari  Republik Rakyat Tiongkok  dan Uni Soviet, sementara  Korea Selatan dari Amerika Serikat & Co.

Perang ini dianggap berakhir pada 27 Juli 1953 saat  Amerika Serikat, Republik Rakyat Tiongkok, dan Korea Utara menandatangani persetujuan gencatan senjata. Presiden Korea Selatan, Syngman Rhee, menolak menandatangani, namun berjanji menghormati kesepakatan gencatan senjata tersebut. Secara resmi, perang ini belum berakhir sampai dengan saat ini.

Demikianlah bahasan dan renungan  singkat “Ngunandiko” tentang perang. Semoga bermanfaat.

*
We shall defend our island, whatever the cost may be, we shall fight on the beaches, we shall fight on the landing grounds, we shall fight in the fields and in the streets, we shall fight in the hills; we shall never surrender. (Winston Churchill)


*


Kamis, 17 Mei 2018

Perang (bagian ke-3, Penutup)

Ngunandiko. 147




 

Perang
(Bagian ke-3 ;Penutup)

Lewat upacara kilat, Hitler menikahi kekasihnya, Eva Braun, menulis wasiat politiknya dan menunjuk Laksamana Dönitz sebagai penggantinya. Hitler tidak menginginkan tentara Soviet menemukan dirinya baik dalam keadaan hidup ataupun mati. Tanggal 30 April 1945, pukul 15:30, Hitler menembak mati dirinya sendiri, Eva Braun meminum racun. Sesuai kehendak Hitelr, kedua mayat kemudian dikremasi. Dimana jenasah Hitler dan Eva Braun itu dikuburkan, sampai saat ini masih menjadi “misteri” .

Dengan kemenangan Negara-negara Serikat itu, maka Perang Dunia II yang memakan korban banyak harta benda dan jutaan jiwa umat manusia itu telah  berakhir. Namun  disamping kerugian dan penderitaan yang tak ternilai dan tak dapat kita lupakan itu, sedikitnya ada dua hasil yang positip daripada Perang Dunia II yang patut kita catat, yaitu :

Pertama     : Bangsa-bangsa terjajah termasuk  “Bangsa Indonesia” mendapatkan kesempatan untuk  mempermaklumkan Kemerdekaannya pada akhir Perang Dunia II itu dengan kondisi yang lebih menguntungkan, karena Negara-negara penjajah sedang dalam  lemah akibat perang.

Kedua        : Pembentukan Perserikatan Bangsa-bangsa (The United Nations is a global organization that brings together its member states to confront common challenges, manage shared responsibilities and exercise collective action in an enduring quest for a peaceful, inclusive and sustainably developing world, in conformity with the principles of justice and international law . . . . . )


Perserikatan Bangsa-bangsa adalah sebuah organisasi internasional yang didirikan oleh umat manusia tepat setelah Perang Dunia II dengan fungsi utama memelihara perdamaian dunia. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) diadopsi dan ditandatangani pada 26 Juni 1945. Piagam tersebut  ditandatangani pada Konferensi San Fransisco oleh perwakilan lebih dari 50 negara. Pada 24 Oktober 1945, PBB pun resmi didirikan –  

6. Perang Kemerdekaan Indonesia.

Perang Kemerdekaan Indonesia (1945 – 1949). Sebagaimana diketahui proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Sukarno dan didampingi oleh Moh. Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta. Proklamasi itu dilakukan setelah Jepang menyerah tanpa syarat dalam Perang Dunia II. Sudah barang tentu Belanda yang merasa masih sebagai pemegang kekuasaan di Indonesia (Hindia Belanda) menentang proklamasi kemerdekaan Indonesia itu.

Sebagai kosekuensi dari kebijakan menentang kemerdekaan Indonesia (menentang Proklamasi 17 Agustus 1945) tersebut, maka Belanda harus berperang dengan Indonesia. Perang tersebut 1945 - 1949 disebut sebagai “Perang Kemerdekaan Indonesia atau Revolusi Kemerdekaan Indonesia”. 

Seperti dikemukakan diatas, Perang Kemerdekaan Indonesia sering pula disebut sebagai Revolusi Kemerdekaan Indonesia atau Revolusi 17 Agustus 1945. Perang ini berlangsung (1945 – 1949). Dan kiranya dapat dibagi dua seperti halnya muka dari keping mata uang :

Pertama     : konflik bersenjata antara rakyat Indonesia yang telah memproklamirkan dirinya merdeka pada 17 Agustus 1945 dengan tentara Belanda yang datang untuk menguasai Indonesia (ex Hindia Belanda) kembali; dan  

Kedua        : adu kepiawaian berdiplomasi antara elite dan pemerintah Republik Indonesia yang baru lahir pada 17 Agustus 1945 melawan pemerintah Kerajaan Belanda yang semula adalah sebagai pemegang kekuasaan (sebagai Negara penjajah) di Indonesia (Hindia Belanda). Dalam hal ini Belanda dibantu oleh pihak Sekutu yang diwakili oleh Inggris.

·  Konflik bersenjata rakyat Indonesia Merdeka lawan tentara   Belanda yang datang untuk menguasai Indonesia kembali.

Konflik bersenjata selama Perang Kemerdekaan Indonesia berlansung antara Agustus 1945 sampai dengan Desember 1949. Seperti diketahui selama Perang Kemerdekaan Indonesia itu telah berganti-ganti atau bersamaan, konflik bersenjata dan adu kepiawaian melakukan diplomasi dari kedua belah pihak. Mengenai konflik bersenjata tersebut dalam garis besarnya adalah seperti uraian  singkat berikut ini.

Pertama-tama pada Agustus 1945 tentara pendudukan Jepang membubarkan Pasukan Pembela Tanah Air (PETA) atau Giyujun dan Haeiho.  PETA  adalah pasukan orang Indonesia yang dibentuk oleh Jepang untuk membantunya selama Perang Dunia II. Sebagaimana diketahui selama Perang Dunia II 1942 - 1945, Indonesia (Hindia Belanda) ditinggalkan begitu saja oleh Belanda, dan kemudian selama 3,5 tahun diduduki oleh balatentara Jepang. Pasukan PETA inilah yang kemudian bersama lascar-laskar rakyat bersenjata lainnya menjelma menjadi  tentara keamanan rakyat Indonesia (akhirnya menjadi Tentara Nasional Indonesia TNI).

Segera setelah Perang Dunia II berakhir 2 September 1945, sekutu (Inggris) memasuki Indonesia atas mandat pemenang Perang Dunia II untuk mengambil alih kekuasaan dan  melucuti senjata tentara pendudukan Jepang.  Belanda sebagai NICA (Netherland Indies Civil Administration) ikut men-dompleng masuk Indonesia, yang pada 17 Agustus 1945 telah memproklamirkan kemerdekaannya, jadi secara de’jure Indonesia telah sebagai Negara Merdeka.

Beberapa hari setelah rakyat Indonesia mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, rakyat Indonesia mencoba merebut gudang makanan dan senjata  milik tentara Jepang seperti yang terjadi di Semarang, Surabaya, Surakarta, Yogyakarta dan tempat-tempat lain. Sudah barang tentu banyak korban dari rakyat Indonesia, karena rakyat yang hanya berbekal semangat dan senjata ala kadarnya harus menghadapi tentara Jepang yang memiliki senjata lengkap.

Sementara itu, pada tanggal 20 Oktober 1945 tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat di Semarang dengan maksud mengurus tawanan perang dan melucuti tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah. Kedatangan sekutu di Semarang ini juga diboncengi oleh NICA.

Pada awalnya kedatangan tentara Sekutu itu disambut baik oleh pihak Indonesia Namun, ketika pasukan Sekutu dan NICA sampai di Ambarawa dan Magelang,  pasukan Sekutu itu malah mempersenjatai para tawanan sehingga menimbulkan kemarahan di pihak Indonesia, hingga  nyaris terjadi insiden bersenjata.

Tentara Sekutu yang telah bersikap sebagai penguasa mencoba melucuti TKR (Tentara Keamanan Rakyat), hal itu itu telah membuat rakyat marah dan kekacauan yang lebih besar terjadi. Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Resimen Magelang pimpinan Letkol M.Sarbini berusaha mengepung tentara Sekutu itu dari segala penjuru. Namun berkat campur tangan Presiden RI (Sukarno), insiden itu berhasil diselesaikan dengan baik.

Segera setelah kejadian itu pasukan Sekutu secara diam-diam mundur meninggalkan  Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Resimen Kedu di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini berusaha  melakukan pengejaran. Gerakan mundur tentara Sekutu tertahan sementara di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan Muda di bawah pimpinan Oni Sastrodihardjo yang diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta.

Pada tanggal 12 Desember 1945 serangan dilancarkan terhadap Sekutu (Inggris) di Ambarawa dan di jalan raya menuju Semarang. Akhirnya Ambarawa dapat dikuasai oleh kesatuan-kesatuan TKR. Pertempuran Ambarawa itu berlangsung sengit. Kol. Soedirman langsung memimpin pasukannya yang menggunakan taktik gelar “supit urang”, atau pengepungan rangkap dari kedua sisi, sehingga musuh benar-benar terkurung. Komunikasi dengan pasukan induk Sekutu terputus. Setelah bertempur selama 4 (empat) hari, maka pada 15 Desember 1945 pertempuran berakhir. Pasukan Kolonel Sudirman berhasil merebut Ambarawa, dan Sekutu mundur ke Semarang.

Kemenangan dalam pertempuran Ambarawa tersebut kini diabadikan di “Monumen Palagan Ambarawa”, dan diperingati di “Hari Jadi Angkatan Darat” atau “Hari Juang Kartika”.

Menjelang bulan Nopember 1945, Inggris menempatkan sekitar 6.000 pasukannya di Surabaya untuk melaksanakan tugasnya melucuti tentara Jepang. Namun hal itu dilakukan oleh Sekutu sedemikian rupa, sehingga mengakibatkan para pemuda arek-arek Surabaya merasa terancam. Arek-arek Suroboyo, para Ulama, dan lascar-laskar bangkit semangatnya setelah mendengar teriakan seorang pemuda Sutomo (bung Tomo) . . . . . Allahuakbar allahuarkbar … Allahuakbar allahuarkbar . . . . . Allahuakbar allahuarkbar . . . . . . . . dan pecahlah bentrokan bersenjata. Berkat campur tangan Presiden RI, Bung Karno, yang datang dari Jakarta,  bentrokan itu dapat didamaikan.

Sesungguhnya sikap permusuhan antara kedua pihak belum berhenti, sehari setelah Bung Karno (Presiden RI Soekarno) kembali ke Jakarta, bentrokan pecah kembali. Bentrokan itu berakibat tewasnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby (45 tahun).   Mallaby  tewas dalam peristiwa baku tembak pada 30 Oktober di Surabaya. Peristiwa itu memicu keluarnya ultimatum Inggris dan terjadilah Pertempuran 10 Nopember 1945.

Selama hampir satu bulan penuh  terjadi-lah bentrokan (perang) di Surabaya dan sekitarnya. Tentara bersama rakyat melakukan perlawanan gerilya untuk mengusir tentara Sekutu (Inggris). Peristiwa yang menelan korban harta-benda dan jiwa arek-arek Surabaya di Surabaya itu dan berlangsung pada sekitar tanggal 10 Nopember 1945 ini, kemudian dikenal sebagai “Hari Pahlawan 10 Nopember”.

Terjadinya pasukan Inggris bentrok dengan rakyat di Surabaya, di Ambarawa dan di tempat-tempat lain serta  telah selesainya tugas (menangani tawanan dan tentara Jepang)  di Indonesia, maka pasukan Inggris memutuskan untuk mengundurkan diri dari wilayah Republik Indonesia.


Setelah tentara Sekutu (Inggris) mengundurkan diri, tentara Belanda masih tetap berada di Indonesia untuk melanjutkan  tujuan-nya menguasai Indonesia kembali.   Belanda itu terus menghadapi perlawanan dari rakyat Indonesia yang telah memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 .  Dalam menghadapi perlawanan dari rakyat Indonesia itu, Belanda melakukan   aksi perundingan (diplomasi). maupun aksi milier
Setelah Inggris meninggalkan Indonesia, di hampir setiap wilayah Indonesia Belanda menghadapi perlawanan dan aksi gerilya dari TNI dan rakyat Indonesia. Akhirnya pada sekitar tanggal  24 Maret 1947  Belanda  terpaksa melakukan  perundingan (diplomasi), yaitu perundingan di Linggarjati, Jawa Barat.
Hasil perundingan Linggarjati itu antara lain adalah genjatan senjata  dan Belanda  mengakui  wilayah Republik Indonesia itu hanya di Jawa, Sumatera dan Madura saja (lihat perjanjian Linggarjati).  Hasil perundingan (pengakuan wilayah Republik Indonesia de facto di Jawa, Sumatera dan Madura saja) berarti wilayah Republik Indonesia menurut Proklamasi 17 Agustus 1945 telah digerogoti.
Selama gencatan senjata itu Belanda berkesempatan melakukan persiapan perang secara lebih leluasa, sehingga pada malam 20 Juli 1947  HJ Van Mook (Gubernur Jenderal) mengumumkan  dimulainya  serangan ke wilayah Republik Indonesia. Serangan itu disebut-nya sebagai Aksi Polisionil  Pertama (Aksi Militer I). Serangan tentara Belanda itu dilakukan ke beberapa daerah seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan lain-lain.
Aksi Militer I (pimpinan Jenderal H.S Spoor)  itu menurut Belanda disebabkan karena pihak Indonesia  dituduh tidak  melaksanakan isi perjanjian Linggarjati, serta untuk  mencegah  para  gerilyawan Indonesia (TNI dan rakyat) menyerang Belanda.

Dalam bukunya  J. A. Moor menulis agresi militer Belanda Pertama (Aksi Militer I ) itu dimulai tanggal 20 Juli 1947. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Fokus serangan tentara Belanda itu adalah di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatera Timur sasaran-nya adalah daerah perkebunan tembakau, di Jawa Tengah Belanda  dikuasai-nya seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur sasaran utamanya adalah wilayah yang ada perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula. Tujuan Belanda menguasai daerah-daerah itu adalah supaya diperoleh manfaat ekonomi ; tembakau, gula dan lain-lain dapat diproduksi lagi dan diekspor.

Pada agresi militer pertama (Aksi Militer I)  ini, Belanda mengerahkan kedua pasukan khusus-nya, yaitu Korps Speciale Troepen (KST) di bawah Westerling yang berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST adalah pengembangan dari Depot Speciale Troepen atau DST, yang sejak kembali dari operasinya di Sulawesi Selatan (dikenal sebagai Pembantaian Westerling) belum pernah ber-aksi lagi. DST ini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan juga dikirim ke Sumatera Barat.

Kiranya perlu pula dikemukakan disini, bahwa pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik Indonesia dengan simbol Palang Merah di badan pesawat yang membawa obat-obatan dari Singapura, sumbangan Palang Merah Malaya bagi Indonesia ditembak jatuh oleh Belanda dan mengakibatkan tewasnya Komodor Muda Udara Mas Agustinus Adisucipto, Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman Saleh dan Perwira Muda Udara I Adisumarno Wiryokusumo.

Agresi tentara Belanda (Aksi Militer I) itu berhasil merebut daerah-daerah di wilayah Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan, perkebunan dan pertambangan. Namun Aksi Militer I itu belum berhasil menguasai daerah-daerah yang direbutnya itu dengan tenang, karena masih menghadapi gangguan terus menerus dari para gerilyawan, yaitu TNI dan rakyat yang bersenjatakan senjata dari rampasan Tentara Jepang dan senjata seadanya a.l bambu-runcing. Belanda belum dapat mengambil manfaat ekonomi dan perdagangan dari penguasaan daerah-daerah yang direbutnya.

Di pihak Belanda, Aksi Militer I itu berakibat amunisi, senjata, dan lain-lain (yang harus dikirim dari jauh Negeri Belanda)  mulai menipis dan tentaranya  pun mulai lelah. Keadaan itu mengharuskan Belanda menghentikan lebih lanjut Aksi Militer I. Belanda kemudian mengajak Indonesia berunding kembali. Berkat bantuan Amerika Serikat, Inggris, Australia dan kawan-kawan, maka suatu perundingan dan gencatan senjata berhasil diselenggarakan.

Gencatan senjata disepakati di sepanjang garis demarkasi (garis yang memisahkan wilayah yang dikusai Indonesia dengan yang dikuasai Belanda) atau dikenal dengan Garis Van Mook yakni suatu garis buatan yang menghubungkan titik-titik terdepan kekuasaan pihak Belanda. Garis itu melewati titik-titik di sekitar Tanggerang di Jawa Jawa Barat, Kebumen di Jawa Tengah, dan Kediri di Jawa Timur. Selama gencatan itu Belanda berkesempatan mendatangkan amunisi dan senjata (dari negeri Belanda?) serta  perbekalan dan  kebutuhan operasi (dari Amerika Serikat?) para pasukannya. Dengan gencatan senjata Belanda bermaksud dapat mengistirahatkan tentaranya.

Walaupun ada gencatan senjata, para gerilyawan Indonesia  masih terus mengganggu tentara Belanda. Dewan Keamanan, Perserikatan Bangsa Bangsa (DK-PBB) akhirnya mendorong Belanda dan Indonesia untuk berunding kembali di  sebuah kapal Amerika Serikat USS Renville di pelabuhan Jakarta. Belanda dan Indonesia pun berunding kembali, maka pada tanggal 17 Januari 1948 tercapai-lah suatu perjanjian baru yaitu perjanjian Renville.

Hasil perjanjian Renville ini sangat merugikan posisi Indonesia, karena salah satu isi dari perjanjian itu menyatakan bahwa setiap tentara Indonesia yang berada di daerah pendudukan Belanda harus berpindah ke daerah Republik Indonesia. Hal ini berarti tentara Indonesia diusir dari posisinya di wilayah musuh (kantong) tanpa sebutir pelurupun (diplomasi Belanda berhasil). Namun perjanjian Renville (17 Januari 1948) itu akhirnya juga dicederai oleh Belanda dengan suatu agresi militer.

Agresi militer itu  adalah Aksi Militer II (pimpinan Jenderal H.S Spoor dan Jenderal Meyer);  dimana pada 19 Desember 1948 pasukan Belanda melakukan serangan kilat (blitkrieg)  merebut pangkalan udara Maguwo (saat ini bernama bandara “Adi Sucipto”) di Yogyakarta. Belanda  menerjunkan pasukan payung dan dengan gerak cepat berhasil mengambil alih kendali kota Yogyakarta yang merupakan ibukota Republik Indonesia saat itu. 

Pada Aksi Militer II itu Belanda berhasil menangkap pemimpin Republik Indonesia Presiden R.I Soekarno dan Wakil Presiden R.I Mohammad Hatta serta menawannya. Selain itu Belanda   juga menawan Syahrir, Agus Salim, Mohammad Roem serta A.G. Pringgodigdo. Para pemimpin Republik Indonesia Soekarno dkk  itu segera diberangkatkan ke pengasingan di Prapat Sumatra dan pulau Bangka.

Sebelum diasingkan ternyata Presiden Sukarno telah memberi surat kuasa kepada Safrudin Prawiranegara yang berada di Bukit Tinggi untuk mendirikan pemerintahan darurat. Sementara itu Jenderal Sudirman memilih untuk keluar kota memimpin gerilya serta melanjutkan perlawanan terhadap Belanda. Sesungguhnya Jenderal Sudirman juga mengajak presiden Soekarno . keluar kota Yogyakarta untuk bersama-sama memimpin gerilya, tetapi ajakan itu ditolak oleh Sukarno.

Dengan diiringi oleh ajudan dan pasukan pengawalnya, Jenderal Sudirman naik-turun gunung serta keluar-masuk hutan menembus teriknya panas matahari dan derasnya hujan memimpin perlawanan rakyat. Jenderal Sudirman dan para pengawalnya hampir selama l.k 100 hari, 31 Maret 1949 s/d 7 Juli 1949 menetap di desa Pakis, Sobo, Kecamatan Nawangan, Pacitan, Jawa Timur. 

Dari rumah markas gerilya itulah Panglima Besar Jenderal Sudirman memimpin perang gerilya. Pada masa yang paling gelap bagi Republik Indonesia itu, Jenderal Sudirman memberikan pegangan dan kekuatan batin kepada rakyat dan para prajurit untuk tetap berjuang bagi kelangsungan hidup negaranya.

Sementara itu MBKD (Markas Besar Komando Jawa) dan MBKS (Markas Besar Komando Sumatera) kembali diaktifkan di bawah komando panglimanya masing-masing. Pemerintah militer tetap melakukan kegiatarmya. Dengan demilcian, pemerintahan Republik Indonesia masih berjalan dan berdiri tegak.

Belanda mengira dengan jatuhnya kota Yogyakarta, kekuatan TNI akan hancur berantakan dan kampanye militer telah selesai. Belanda juga mengira operasi pembersihan, yang masih perlu dilakukannya, hanya memerlukan waktu satu dua bulan saja. Namun ternyata dugaan Belanda itu keliru sama sekali, ternyata pasukan TNI tidak hancur.

Pasukan Belanda  bergerak maju  menguasai daerah perkotaan, sedangkan pasukan TNI mundur ke daerah pedalaman – pedesaan. TNI lalu merencanakan Wingate Operation (Wingate Operation adalah suatu pemikiran militer inkonvensional dan memilki nilai taktik kejutan) dan menyusun daerah perlawanan (wehrkreis) – During World War II, Germany had a system of military districts “ Wehrkreis” to relieve field commanders of as much administrative work as possible and to provide a regular flow of trained recruits and supplies to the Field Army. The Field Army  was separate from the Home Command  –  seperti yang dilakukan oleh AH. Nasution (Jenderal Nasution).

Untuk menunjukkan kepada dunia bahwa eksistensi Republik Indonesia masih ada meski Presiden dan Wakil Presidennya telah ditangkap, maka Indonesia (TNI) melakukan serangan yang dikenal sebagai “Serangan Umum 1 Maret 1949”. Serangan tersebut adalah terhadap kedudukan Belanda di ibukota Yogyakarta, yang dilakukan  oleh TNI dengan dukungan Sultan Hamengkubuwono IX dan rakyat Yogya dengan tujuan untuk :

  • memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB ;
  • mematahkan moral pasukan Belanda, dan ;
  • sekaligus membuktikan pada dunia international bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan.
Kiranya dapat dikemukakan pula bahwa pada waktu “Serangan Umum tanggal 1 Maret 1949”  itu, Letkol Soeharto (kemudian jadi Presiden ke-3 RI)  adalah sebagai komandan brigade X – Wehrkreis III Yogyakarta.   Soeharto memiliki peranan yang signifikan.

 “Serangan Umum 1 Maret 1949” tersebut berlangsung selama satu hari  dan  TNI dapat menguasai penuh ibukota Yogyakarta. Akibat dari “Serangan Umum 1 Maret 1949” tersebut, pihak Amerika Serikat & Co melakukan tekanan kepada Belanda untuk berunding  dengan Indonesia. Akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949 Republik Indonesia dan Belanda berunding dan menyepakati “Perjanjian Roem – Royen”, dimana antara lain dinyatakan bahwa ibukota RI,Yogyakarta harus dikembalikan ke Indonesia pada  tanggal 6 Juli 1949. Dan Indonesia (Republik Indonesia) pun setuju  ikut serta dalam Konperensi Meja Bundar.

Konperensi Meja Bundar berlangsung di Den Haag negeri Belanda diikuti oleh Negara Belanda, Negara Republik Indonesia, dan Negara-negara bentukan Belanda seperti Negara Indonesia Timur (NIT), Negara Sumatra Timur (NST) dan lain-lain. Konferensi ini berlangsung tanggal 23 Agustus 1049 hingga tanggal 2 November 1949 dengan hasil sebagai berikut.

  • Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. 
  • Status Karesidenan Irian Barat diselesaikan dalam waktu setahun, sesudah pengakuan kedaulatan. 
  • Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda berdasarkan kerja sama sukarela dan sederajat. 
  • Republik Indonesia Serikat mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak-hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda. 
  • Republik indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda yang ada sejak tahun 1942.
Hasil tersebut jelas sangat merugikan Republik Indonesia, tapi apa boleh buat itulah akhir dari Perang Kemerdekaan Indonesia 1945 – 1949. .

·     Perang diplomasi antara pemerintah Republik Indonesia melawan pemerintah Belanda yang datang untuk menguasai Indonesia kembali.


Sebagaimana diketahui  Indonesia (Hindia Belanda) ditinggalkan oleh Belanda begitu saja, dan kemudian diduduki oleh balatentara Jepang pada awal Perang Dunia II tahun 1942. Segera setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II , atas dasar bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, maka Indonesia memproklamirkan kemerdekaan-nya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Sementara itu  Belanda atas ijin Inggris  ikut ke Indonesia, dalam rangka kegiatan Inggris sebagai South East Asia Command. Sebagaimana diketahui  South East Asia Command memiliki tugas yang harus diselesaikan di Asia Tenggara (menurut persetujuan Postdam pada bulan Juli 1945). Tugas Inggris tersebut antara lain sbb :

  • mengembalikan tentara Jepang - yang jumlahnya di Indonesia lk 283,000 orang - ke tempat asalnya;
  • membebaskan tahanan perang Sekutu ;
  • memulihkan keamanan di Asia Tenggara sampai daerah itu dikembalikan kepada si pemilik masing-masing. Indonesia dikembalikan kepada Belanda.
Dalam rangka menjalankan tugasnya, pada tanggal 2 September 1945, Inggris datang di Indonesia. Belanda men-dompleng agar Indonesia (Hindia Belanda) dapat sesegera mungkin kembali kepada-nya.

Sementara itu sejak tanggal 24 Juli 1945 pemerintah Belanda di Nederland telah  menyusun NICA (Netherlands East Indies Civil Affairs) yaitu. Badan Urusan Sipil Hindia Belanda untuk menerima kembali kekuasaan sipil di Indonesia dari tentara Inggris. Pembentukan NICA itu di diadakan di Brabant, sebuah propinsi di bagian selatan Nederland, di mana telah dapat dikumpulkan relawan sipil Belanda sejumlah 50.000 pria dan 12.000 wanita untuk segera diberangkatkan ke Indonesia

Disamping itu pemerintah Belanda di Nederland juga sudah mendidik pemuda-pemuda Belanda menjadi tim khusus melalui pelatihan ketentaraan luar biasa di Inggris. Pelatihan ini menghasilkan dua macam pasukan Belanda yang dapat diandalkan dan yang diperlengkapi dengan segala macam senjata mutakhir. Pertama disebut Gezachts Battalion dan  kedua disebut Expeditionaire Machten. Kedua battalion itu sudah siap untuk diberangkatkan ke Indonesia sejak tanggal 24 Juli 1945.

Selain persiapan-persiapan yang ada di negeri Belanda itu, ada pula kesibukan Belanda di Bribane, Australia. Dua tokoh kawakan Belanda di jaman Hindia Belanda yaitu van Mook dan Van der Plas, yang menduduki tempat pertama dan kedua di dalam hirarki pemerintahan kolonial Belanda sebelum PD II yang mengungsi ke Brisbane, juga sudah bersiap-siap untuk kembali ke Indonesia

Pada tanggal 2 September 1945, sekutu (Inggris) memasuki Indonesia atas mandat pemenang Perang Dunia II untuk mengambil alih kekuasaan dan  melucuti senjata tentara pendudukan Jepang.  Belanda sebagai NICA (Netherland Indies Civil Administration) men-dompleng masuk Indonesia. Namun pada 17 Agustus 1945 Indonesia Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya, jadi secara de’jure Indonesia adalah sebagai Negara Merdeka. Keadaan seperti itu berakibat terjadinya bentrokan senjata antara “Belanda” dan “Indonesia Merdeka”.

Pada bulan Nopember 1945, Belanda mengumumkan  blokade laut terhadap Republik Indonesia yang baru medeka. Blockade ini ditujukan untuk menutup aktivitas perdagangan dan lain-lain yang dilakukan oleh Republik Indonesia seperti impor senjata, ekspor hasil-hasil kebun (karet, teh, kopi dll), komunikasi (pengiriman dukumen dll) dengan Negara-negara lain. Blockade ini ditujukan untuk melumpuhkan Republik Indonesia.

Seperti telah diterangkan dimuka, kedatangan tentara Belanda – men-dompleng masuknya Inggris ke Indonesia)  –  berakibat terjadinya bentrokan senjata antara “Belanda” dan “Indonesia Merdeka”. Inggris mencoba mencegah bentrokan itu berkepanjangan, dan  berusaha membawa Belanda dan Indonesia ke meja perundingan untuk membuat suatu kesepakatan.

Perundingan  antara Indonesia dan Belanda pun akhirnya terjadi di Linggarjati, Cirebon pada 10 November 1946.  Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota      H.J. van Mook,dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.

Belanda berhasil mendesak Indonesia menyetujui suatu perjanjian. Perjanjian itu disebut sebagai perjanjian  Linggarjati  yang resmi ditanda tangani oleh kedua belah pihak pada tanggal 25 Maret 1947  di Istana Negara, Jakarta. Isi perjanjian Linggarjati tersebut antara lain adalah sbb:

  • Belanda mau mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan daerah kekuasaan meliputi Madura, Sumatera, dan Jawa. Belanda sudah harus pergi meninggalkan daerah de facto tersebut paling lambat pada tanggal 1 Januari 1949.
  • Belanda dan Republik Indonesia telah sepakat untuk membentuk Negara serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS).
  • Negara Republik Indonesia Serikat akan terdiri dari Republik Indonesia, Timur Besar, dan Kalimantan.
  • Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) akan dijadwalkan sebelum tanggal 1 Januari 1949.
  • Belanda dan Republik Indonesia Serikat (RIS) sepakat untuk membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai Ketua.
Perjanjian Linggarjati ini jelas menguntungkan Belanda dan merugikan Indonesia (diplomasi Belanda menang), karena membatalkan adanya Negara Republik  Indonesia Proklamasi 17 Agustus 1945, Republik Indonesia hanya menjadi Negara bagian dari Negara Indonesia Serikat dengan wilayah yang sempit. Namun sebelum perjanjian Linggarjati ini dapat menjadi kenyataan, kaum oposisi Indonesia dan pasukan bersenjata Indonesia (TNI) yang didukung rakyat gigih menentangnya (seperti telah diterangkan dimuka), sehingga timbul bentrokan bersenjata di berbagai tempat.

Dengan keadaan seperti itu, maka Belanda merasa tidak terikat lagi pada perjanjian Linggarjati, sehingga  pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda melakukan Agresi Militer (Agresi Militer I).Agresi Militer I itu menyebabkan sejumlah wilayah yang semula dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur jatuh ke tangan Belanda. Bentrokan bersenjata antara Indonesia dan Belanda terus berlangsung hingga DK-PBB campur tangan. Dan akhirnya Indonesia - Belanda berunding ; perundingan itu dimulai pada tanggal 8 Desember1947) diatas kapal Amerika Serikat “Renville” yang sedang berlabuh di teluk Jakarta. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap, dan Johannes Leimena sebagai wakil. Delegasi Kerajaan Belanda  dipimpin oleh Kolonel KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo. Perundingan itu menghasilkan persetujuan Renville yang intinya adalah sbb:

https://www.tagar.id/Asset/uploads/2018/01/Burung-sebagai-Lambang-Negara.jpg
  • Pemberhentian tembak-menembak di sepanjang Garis van Mook, perjanjian peletakan senjata, dan pembentukan daerah kosong militer (daerah itu harus ditinggalkan oleh TNI).
  • Pada tanggal 19 Januari persetujuan Renville ditandatangani. Wilayah Republik selama masa peralihan sampai penyelesaian akhir dicapai (lebih sempit daripada persetujuan Linggarjati) hanya meliputi sebagian kecil Jawa Tengah (Yogya dan delapan Keresidenan) dan ujung barat pulau Jawa (Banten) tetap daerah Republik
  • Plebisit (pemilihan umum) akan diselenggarakan untuk menentukan masa depan wilayah yang baru diperoleh Belanda lewat aksi militer.
Dengan ditanda tangani “Persetujuan Renville” ini menunjukkan bahwa diplomasi yang dilakukan oleh Belanda memperolah kemenangan lagi. Misalnya : (1) Wilayah Republik Indonesia menjadi lebih sempit daripada dalam persetujuan Linggarjati, yaitu hanya sebagian kecil Jawa ; (2) Kantong-kantong pendudukan harus ditinggalkan oleh TNI ; (3) lain-lain.

Mengenai perjanjian “Persetujuan Renville” ini (juga  “Linggarjati”) seorang tokoh oposisi Tan Malaka antara lain menyatakan : Terkait dengan perjanjian “Renville” dan “Linggarjati” disebutnya sebagai sebuah kekalahan besar dan bahaya yang tak terhingga bagi kemerdekaan Republik Indonesia. Bagaimana tidak, Negara yang telah memproklamirkan kemerdekaannya tidak seharusnya berunding dengan musuh yang menyerbu masuk dan ingin merampas kemerdekaan itu. Dengan diambilnya jalan perundingan, jelas-jelas menunjukkan kelemahan sikap dan mental dari pemimpin Indonesia waktu itu.

Sebelum membahas lebih lanjut “Persetujuan Renville”, kiranya  baik jika kita bahas terlebih dahulu upaya-upaya diplomatic Indonesia Merdeka memperkokoh eksistensinya sejak proklamasi 17 Agustus 1945.

Pertama-tama adalah segera  menyebar luaskan “Proklamasi 45” keseluruh dunia dan keseluruh Indonesia melalui radio, suratkabar, pamphlet-pamplet, unjuk rasa (demontrasi) dll seperti yang dilakukan oleh para pemuda Sukarni, Adam Malik, Yusuf Ronodipuro, Bung Tomo dan lain-lain.Upaya ini telah mendapatkan hasil yang positip seperti :

  • pada tanggal 22 Maret 1946 Mesir mengakui Republik Indonesia ;
  • kerajaan-kerajaan di Indonesia seperti Kasultanan Aceh, Kasultanan Deli, Kasultanan Kutai Kertanegara Kasultanan Siak Sri Indrapura,  Kasultanan Ternate, Kasultanan Yogyakarta dan lain-lain yang menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia ;
  • lascar-laskar atau organisasi-organisasi perlawanan terhadap Belanda terbentuk hampir diseluruh Indonesia
Selanjutnya adalah upaya menjalin hubungan dengan Negara-negara yang baru timbul (merdeka), dengan berakhirnya PD II, antara lain seperti : Burma ; India ;  Malaya ; Sri Langka dan lain-lain. Hal itu antara lain ditandai dengan pengiriman bantuan beras ke India (20 Agustus 1946)., dan pengiriman obat-obatan dari Malaya ke Indonesia (29 Juli 1947) dan lain-lain. Upaya ini antara lain dilakukan St Syahrir.

Disamping itu adalah menjalin hubungan dagang dengan Negara-negara tetangga Malaya, Philipina, Singapura Thailand dan lain-lain antara lain dengan menjual karet, lada, bijih timah dan lain-lain serta membeli senjata, amunisi, obat-obatan dan lain-lain. Hal itu dilakukan oleh para pengusaha yang pro Republik Indonesia seperti AK Gani, Hasyim Ning, John Lie, Isak Mahdi dll.

Seperti telah diuraikan dimuka, akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949 Republik Indonesia dan Belanda berunding dan menyepakati “Perjanjian Roem – Royen”, dimana antara lain dinyatakan bahwa ibukota RI,Yogyakarta harus dikembalikan ke Indonesia pada  tanggal 6 Juli 1949. Dan Republik Indonesia pun setuju  ikut serta dalam Konperensi Meja Bundar di Den Haag, Negeri Belanda.

Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, 23 Agustus hingga 2 November 1949, dimana hadir delegasi-delegasi Republik Indonesia, Kerajaan Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang mewakili berbagai Negara-negara bentukan Belanda di kepulauan Indonesia, yaitu

  1. Delegasi Republik indonesia dipimpin Mohammad Hatta ;
  2. Delegasi BFO dipimpin Sultan Hamid II ;
  3. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin J. H. Van Maarseveen ; dan
  4. Delegasi (United Nation Commissioner for Indonesia) diketuai oleh Chritchley.
Konferensi Meja Bundar  (KMB) itu berakhir pada tanggal 2 Nopember 1949. Dengan demikian berakhir pula perang diplomasi antara pemerintah Republik Indonesia melawan pemerintah Belanda yang datang untuk menguasai Indonesia kembali.

·        Berakhinya Perang Kemerdekaan Indonesia 1945 – 1949.

Dengan berakhirnya Konferensi Meja Bundar  (KMB) itu, berakhir pula Perang Kemerdekaan Indonesia 1945 – 1949 untuk kekalahan Republik Indonesia, Proklamasi 17 Agustus 1945.
Namun dengan berakhirnya Perang Kemerdekaan Indonesia 1945 – 1949 itu, perjuangan rakyat Indonesia untuk menegakkan Negara Republik Indonesia berdasar Proklamasi 17 Agustus 1945 belum berakhir dan terus berlanjut.


7. Perang Korea.

Perang Korea adalah konflik antara Korea Utara dan korea Selatan yang terjadi sejak 25 Juni 1950 sampai 27 Juli 1953 . Perang ini juga disebut "perang yang dimandatkan (proxy war)" antara Amerika Serikat berrsama sekutu-nya di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dengan komunis Republik Rakyat Tiongkok yang bekerjasama dengan Uni Soviet.

Peserta perang ini utamanya adalah Korea Utara dan Korea Selatan. Sekutu utama Korea Selatan adalah Amerika Serikat, Kanada, Australia, Britania Raya dan dan  Negara-negara lain mengirimkan tentara di bawah bendera Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Sedangkan sekutu Korea Utara adalah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) menyediakan kekuatan militer, sementara Uni Soviet  yang menyediakan penasehat perang, pilot pesawat, dan juga persenjataan untuk pasukan Tiongkok dan pasukan Korea Utara.

Perang antara Korea Selatan dan Korea Utara dimulai dengan serangan Korea Utara  25 Juni 1950. Dan pada Juli 1950 berhasil diadakan perundingan gencatan senjata di Kaesong, kemudian pada 1952 perundingan itu dilanjutkan. Namun perundingan itu macet karena persoalan penukaran tawanan.

Perang terus berkecamuk dengan hebatnya, pada Juli 1953 berhasil ditandatangani perjanjian gencatan senjata dan pembagian kembali Korea menurut garis lintang 380 , sedangkan cara-cara pertukaran tawan tetap belum ada kesepakatan, ketegangan antar kedua Negara masih sangat terasa. Korea Utara tetap memperoleh bantuan dari  Republik Rakyat Tiongkok  dan Uni Soviet, sementara  Korea Selatan dari Amerika Serikat & Co.

Perang ini dianggap berakhir pada 27 Juli 1953  saat Amerika Serikat, Republik Rakyat Tiongkok, dan Korea Utara menandatangani persetujuan gencatan senjata. Presiden Korea Selatan, Syngman Rhee, menolak menandatangani, namun berjanji menghormati kesepakatan gencatan senjata tersebut. Secara resmi, perang ini belum berakhir sampai dengan saat ini.
Demikianlah bahasan dan renungan  singkat “Ngunandiko” tentang perang. Semoga bermanfaat.

*
We shall defend our island, whatever the cost may be, we shall fight on the beaches, we shall fight on the landing grounds, we shall fight in the fields and in the streets, we shall fight in the hills; we shall never surrender. (Winston Churchill)


*