Ngunandiko. 147
Perang
(Bagian ke-3 ;Penutup)
Lewat upacara kilat, Hitler menikahi kekasihnya, Eva Braun, menulis
wasiat politiknya dan menunjuk Laksamana Dönitz sebagai penggantinya. Hitler
tidak menginginkan tentara Soviet menemukan dirinya baik dalam keadaan hidup
ataupun mati. Tanggal 30 April 1945, pukul 15:30, Hitler menembak mati dirinya
sendiri, Eva Braun meminum racun. Sesuai kehendak Hitelr, kedua mayat kemudian
dikremasi. Dimana jenasah Hitler dan Eva Braun
itu dikuburkan, sampai saat ini masih menjadi “misteri” .
Dengan kemenangan Negara-negara Serikat itu, maka
Perang Dunia II yang memakan korban banyak harta benda dan jutaan jiwa umat
manusia itu telah berakhir. Namun disamping kerugian dan penderitaan yang tak
ternilai dan tak dapat kita lupakan itu, sedikitnya ada dua hasil yang positip
daripada Perang Dunia II yang patut kita catat, yaitu :
Pertama : Bangsa-bangsa terjajah termasuk “Bangsa Indonesia” mendapatkan kesempatan memproklamasikan Kemerdekaannya
pada akhir Perang Dunia II, dengan kondisi yang lebih menguntungkan, karena
Negara-negara penjajah sedang dalam keadaan lemah akibat perang.
Kedua : Pembentukan Perserikatan Bangsa-bangsa (The United
Nations is a global organization that brings together
its member states to confront common challenges, manage shared responsibilities
and exercise collective action in an enduring quest for a peaceful, inclusive
and sustainably developing world, in conformity with the principles of justice
and international law . . . . . )
Gedung Perserikatan Bangs Bangsa |
Perserikatan Bangsa-bangsa adalah sebuah organisasi internasional yang didirikan oleh umat manusia tepat setelah Perang Dunia II dengan fungsi utama memelihara perdamaian dunia. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) diadopsi dan ditandatangani pada 26 Juni 1945. Piagam tersebut ditandatangani pada Konferensi San Fransisco oleh perwakilan lebih dari 50 negara. Pada 24 Oktober 1945, PBB pun resmi didirikan –
6. Perang
Kemerdekaan Indonesia.
Perang Kemerdekaan Indonesia (1945 – 1949) pada hakekatnya adalah perang antara Indonesia dan Belanda. Sebagaimana diketahui proklamasi kemerdekaan Indonesia
dibacakan oleh Sukarno dan didampingi oleh Moh. Hatta pada tanggal 17 Agustus
1945 di Jakarta. Proklamasi itu dilakukan setelah Jepang menyerah tanpa syarat
dalam Perang Dunia II. Sudah barang tentu Belanda yang merasa masih sebagai
pemegang kekuasaan di Indonesia (Hindia Belanda) menentang proklamasi
kemerdekaan Indonesia itu.
Sebagai
kosekuensi dari kebijakan menentang kemerdekaan Indonesia (menentang Proklamasi
17 Agustus 1945) tersebut, maka Belanda harus perang melawan Indonesia.
Perang tersebut 1945 - 1949 disebut sebagai “Perang Kemerdekaan Indonesia atau
Revolusi Kemerdekaan Indonesia”.
Seperti
dikemukakan diatas, Perang Kemerdekaan Indonesia sering pula disebut sebagai
Revolusi Kemerdekaan Indonesia atau Revolusi 17 Agustus 1945. Perang ini berlangsung
(1945 – 1949). Dan kiranya dapat dibagi dua seperti halnya muka dari keping
mata uang :
Pertama : konflik bersenjata antara rakyat Indonesia yang telah
memproklamirkan dirinya merdeka pada 17 Agustus 1945 dengan tentara Belanda
yang datang untuk menguasai Indonesia (ex Hindia Belanda) kembali; dan
Kedua : adu kepiawaian berdiplomasi antara elite pemerintah Republik
Indonesia yang baru lahir pada 17 Agustus 1945 melawan pemerintah Kerajaan
Belanda yang semula adalah pemegang kekuasaan (sebagai Negara penjajah)
di Indonesia (Hindia Belanda). Dalam hal ini Belanda dibantu oleh pihak Sekutu
yang diwakili oleh Inggris.
- Konflik bersenjata rakyat Indonesia Merdeka lawan
tentara kolonial Belanda yang datang untuk menguasai Indonesia kembali.
Konflik bersenjata selama Perang Kemerdekaan Indonesia berlansung
antara Agustus 1945 sampai dengan
Desember 1949. Seperti diketahui selama Perang Kemerdekaan Indonesia itu telah terjadi secara berganti-ganti atau bersamaan, konflik bersenjata dan adu kepiawaian melakukan diplomasi
dari kedua belah pihak. Mengenai konflik bersenjata tersebut dalam garis
besarnya adalah seperti uraian singkat
berikut ini.
Pertama-tama pada Agustus 1945 tentara pendudukan
Jepang membubarkan Pasukan Pembela Tanah Air (PETA) atau Giyujun dan Haeiho. PETA
adalah pasukan orang Indonesia yang dibentuk oleh Jepang untuk
membantunya selama Perang Dunia II. Sebagaimana diketahui selama Perang Dunia
II 1942 - 1945, Indonesia (Hindia Belanda) ditinggalkan begitu saja oleh
Belanda, dan kemudian selama 3,5 tahun diduduki oleh balatentara Jepang.
Pasukan PETA inilah yang kemudian bersama lascar-laskar rakyat bersenjata
lainnya menjelma menjadi tentara keamanan rakyat Indonesia (akhirnya menjadi Tentara Nasional Indonesia TNI).
Segera setelah Perang Dunia II berakhir 2 September
1945, sekutu (Inggris) memasuki Indonesia atas mandat pemenang Perang Dunia II
untuk mengambil alih kekuasaan dan
melucuti senjata tentara pendudukan Jepang. Belanda
sebagai NICA (Netherland Indies Civil Administration) ikut men-dompleng masuk
Indonesia, yang pada 17 Agustus 1945 telah memproklamirkan kemerdekaannya, jadi
secara de’jure Indonesia telah sebagai Negara Merdeka.
Beberapa hari setelah rakyat Indonesia mengumandangkan
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, rakyat Indonesia
mencoba merebut gudang makanan dan senjata milik tentara Jepang seperti yang terjadi di Semarang,
Surabaya, Surakarta, Yogyakarta dan tempat-tempat lain. Sudah barang tentu banyak
korban dari rakyat Indonesia, karena rakyat yang hanya berbekal semangat dan
senjata ala kadarnya harus menghadapi tentara Jepang yang memiliki senjata
lengkap.
Sementara itu, pada tanggal 20 Oktober 1945 tentara
Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Bethell mendarat di Semarang dengan maksud
mengurus tawanan perang dan melucuti tentara Jepang yang berada di Jawa Tengah.
Kedatangan sekutu di Semarang ini juga diboncengi oleh NICA.
Pada awalnya kedatangan tentara Sekutu itu disambut
baik oleh pihak Indonesia Namun,
ketika pasukan Sekutu dan NICA sampai di Ambarawa dan Magelang, pasukan Sekutu itu malah mempersenjatai para
tawanan sehingga menimbulkan kemarahan di pihak Indonesia, hingga nyaris terjadi insiden bersenjata.
Tentara Sekutu yang telah bersikap sebagai penguasa mencoba melucuti TKR
(Tentara Keamanan Rakyat), hal itu itu telah membuat rakyat marah dan kekacauan
yang lebih besar terjadi. Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Resimen Magelang
pimpinan Letkol M.Sarbini berusaha mengepung tentara Sekutu dari segala
penjuru. Berkat campur tangan Presiden RI (Sukarno), insiden itu berhasil
diselesaikan dengan baik.
Segera setelah kejadian itu pasukan Sekutu secara diam-diam mundur meninggalkan Magelang menuju ke benteng Ambarawa. Resimen
Kedu di bawah pimpinan Letkol. M. Sarbini berusaha melakukan pengejaran. Gerakan mundur tentara
Sekutu tertahan sementara di Desa Jambu karena dihadang oleh pasukan Angkatan
Muda di bawah pimpinan Oni Sastrodihardjo yang
diperkuat oleh pasukan gabungan dari Ambarawa, Suruh dan Surakarta.
Pada tanggal 12 Desember 1945, serangan dilancarkan terhadap Sekutu (Inggris) di Ambarawa dan di jalan raya menuju
Semarang. Akhirnya Ambarawa dapat dikuasai oleh kesatuan-kesatuan TKR (Tentara Keamanan Rakyat).
Pertempuran Ambarawa itu berlangsung sengit. Kol. Soedirman langsung memimpin
pasukannya yang menggunakan taktik gelar “supit urang”, atau
pengepungan rangkap dari kedua sisi, sehingga musuh benar-benar terkurung. Komunikasi
dengan pasukan induk Sekutu terputus. Setelah bertempur selama 4 (empat) hari,
maka pada 15 Desember 1945 pertempuran berakhir. Pasukan Kolonel Sudirman
berhasil merebut Ambarawa, dan Sekutu mundur ke Semarang.
Monumen Palagan Ambarawa |
Kemenangan dalam pertempuran Ambarawa tersebut kini diabadikan di “Monumen Palagan Ambarawa”, dan diperingati di “Hari Jadi Angkatan Darat” atau “Hari Juang Kartika”.
Menjelang bulan Nopember 1945, Inggris menempatkan sekitar 6.000 pasukannya
di Surabaya untuk melaksanakan tugasnya melucuti tentara Jepang. Namun hal itu dilakukan
oleh Sekutu sedemikian rupa, sehingga mengakibatkan para pemuda arek-arek
Surabaya merasa terancam. Arek-arek Suroboyo, para Ulama, dan lascar-laskar bangkit
semangatnya setelah mendengar teriakan seorang pemuda Sutomo (bung Tomo) . . .
. . Allahuakbar allahuarkbar … Allahuakbar allahuarkbar . . . . . Allahuakbar
allahuarkbar . . . . . . . . dan pecahlah bentrokan bersenjata. Berkat campur
tangan Presiden RI, Bung Karno, yang datang dari Jakarta, bentrokan itu dapat didamaikan.
Sesungguhnya sikap permusuhan antara kedua pihak belum
berhenti, sehari setelah Bung Karno (Presiden RI Soekarno) kembali ke Jakarta, bentrokan
pecah kembali. Bentrokan itu berakibat tewasnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby
(45 tahun). Mallaby tewas dalam peristiwa baku
tembak pada 30 Oktober di Surabaya. Peristiwa itu memicu keluarnya ultimatum
Inggris dan terjadilah Pertempuran 10 Nopember 1945.
Selama hampir satu bulan penuh terjadi-lah bentrokan (perang) di Surabaya
dan sekitarnya. Tentara bersama rakyat melakukan perlawanan gerilya untuk mengusir
tentara Sekutu (Inggris). Peristiwa yang menelan korban harta-benda dan jiwa
arek-arek Surabaya di Surabaya itu dan berlangsung pada sekitar tanggal 10
Nopember 1945 ini, kemudian dikenal sebagai “Hari Pahlawan 10 Nopember”.
Bentrok antara pasukan Inggris dengan rakyat di Surabaya,
di Ambarawa, dan di tempat-tempat lain serta telah selesainya tugas (menangani tawanan dan
tentara Jepang) di Indonesia, maka
pasukan Inggris memutuskan untuk mengundurkan diri dari wilayah Republik Indonesia.
Setelah tentara Sekutu (Inggris) mengundurkan diri, tentara Belanda masih
tetap berada di Indonesia untuk melanjutkan tujuan-nya menguasai Indonesia kembali. Belanda itu terus menghadapi perlawanan dari
rakyat Indonesia yang telah memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945
. Dalam
menghadapi perlawanan dari rakyat Indonesia itu, Belanda melakukan aksi perundingan
(diplomasi). maupun aksi milier
Setelah Inggris meninggalkan Indonesia, di hampir setiap wilayah
Indonesia Belanda menghadapi perlawanan dan aksi gerilya dari TNI dan rakyat Indonesia.
Akhirnya pada sekitar tanggal 24 Maret 1947 Belanda terpaksa melakukan perundingan (diplomasi), yaitu
perundingan di Linggarjati, Jawa Barat.
Hasil perundingan Linggarjati itu antara lain
adalah genjatan senjata dan Belanda mengakui
wilayah Republik Indonesia itu hanya di Jawa, Sumatera dan Madura saja (lihat
perjanjian Linggarjati). Hasil perundingan (pengakuan wilayah Republik
Indonesia de facto di Jawa, Sumatera dan Madura saja) berarti wilayah Republik
Indonesia menurut Proklamasi 17 Agustus
1945 telah digerogoti.
Selama gencatan senjata itu Belanda berkesempatan melakukan persiapan perang
secara lebih leluasa, sehingga setelah Belanda siap pada malam 20 Juli 1947 HJ Van Mook (Gubernur Jenderal)
mengumumkan dimulainya serangan ke wilayah Republik Indonesia.
Serangan itu disebut-nya sebagai Aksi Polisionil Pertama (Aksi Militer I). Serangan tentara
Belanda itu dilakukan ke beberapa daerah seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan
lain-lain.
Aksi Militer I (pimpinan Jenderal H.S Spoor) itu menurut Belanda disebabkan karena pihak Indonesia dituduh tidak
melaksanakan isi perjanjian Linggarjati, serta untuk mencegah para
gerilyawan Indonesia (TNI dan rakyat) terus menyerang Belanda.
Dalam bukunya, J. A. Moor menulis
agresi militer Belanda Pertama (Aksi Militer I ) itu dimulai tanggal 20 Juli 1947. Belanda
berhasil menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh Republik Indonesia di Sumatera,
Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Fokus serangan tentara Belanda itu adalah di tiga tempat, yaitu Sumatera
Timur, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatera Timur sasaran-nya adalah daerah
perkebunan tembakau, di Jawa Tengah sasaran Belanda adalah dikuasai-nya seluruh pantai utara, dan di Jawa
Timur sasaran utamanya adalah wilayah yang ada perkebunan tebu dan
pabrik-pabrik gula. Tujuan Belanda menguasai daerah-daerah itu adalah diperoleh-nya manfaat ekonomi dari daerah-daerah itu; tembakau, gula dan lain-lain dapat diproduksi lagi
dan diekspor.
Pada agresi militer pertama (Aksi Militer I) ini,
Belanda mengerahkan kedua pasukan khusus-nya, yaitu Korps Speciale
Troepen (KST) di bawah Westerling yang berpangkat Kapten, dan Pasukan
Para I (1e para compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST
adalah pengembangan dari Depot Speciale Troepen atau DST, yang sejak kembali
dari operasinya di Sulawesi Selatan (dikenal sebagai peristiwa "Pembantaian Westerling") belum
pernah ber-aksi lagi. DST ini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan juga dikirim
ke Sumatera Barat.
Kiranya perlu pula dikemukakan disini, bahwa pada 29 Juli 1947, pesawat
Dakota Republik Indonesia dengan simbol Palang Merah di badan pesawat yang
membawa obat-obatan dari Singapura, sumbangan Palang Merah Malaya bagi
Indonesia ditembak jatuh oleh Belanda dan mengakibatkan tewasnya Komodor Muda
Udara Mas Agustinus Adisucipto, Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman Saleh dan
Perwira Muda Udara I Adisumarno Wiryokusumo.
Agresi tentara Belanda (Aksi Militer I) itu berhasil merebut daerah-daerah di wilayah
Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan,
perkebunan dan pertambangan. Namun Aksi Militer I itu belum berhasil menguasai daerah-daerah yang
direbutnya itu dengan tenang, karena masih menghadapi gangguan terus menerus
dari para gerilyawan, yaitu TNI dan rakyat yang bersenjatakan senjata dari
rampasan Tentara Jepang dan senjata seadanya a.l bambu-runcing. Belanda belum
dapat mengambil manfaat ekonomi dan perdagangan dari penguasaan daerah-daerah yang
direbutnya.
Di pihak Belanda, Aksi Militer I itu berakibat amunisi, senjata, dan
lain-lain (yang harus dikirim dari jauh Negeri Belanda) mulai menipis dan tentaranya pun mulai berkurang jumlahnya karena tewas dan lelah. Keadaan itu mengharuskan
Belanda menghentikan lebih lanjut Aksi Militer I. Belanda kemudian mengajak
Indonesia berunding kembali. Berkat bantuan Amerika Serikat, Inggris, Australia
dan kawan-kawan, maka suatu perundingan dan gencatan senjata berhasil
diselenggarakan.
Gencatan senjata disepakati di sepanjang garis demarkasi (garis yang memisahkan wilayah yang dikusai
Indonesia dengan yang dikuasai Belanda) atau dikenal dengan Garis Van Mook yakni suatu garis buatan
yang menghubungkan titik-titik terdepan kekuasaan pihak Belanda. Garis itu
melewati titik-titik di sekitar Tanggerang di Jawa Jawa Barat, Kebumen di Jawa
Tengah, dan Kediri di Jawa Timur. Selama gencatan itu Belanda berkesempatan mendatangkan
amunisi dan senjata (dari negeri Belanda?) serta perbekalan dan kebutuhan operasi (bantuan dari Amerika Serikat?) bagi para
pasukannya. Dengan gencatan senjata Belanda bermaksud dapat mengistirahatkan
tentaranya.
Walaupun ada gencatan senjata, para gerilyawan Indonesia masih terus mengganggu tentara Belanda. Dewan Keamanan,
Perserikatan Bangsa Bangsa (DK-PBB) akhirnya mendorong Belanda dan Indonesia untuk
berunding kembali di sebuah kapal
Amerika Serikat USS Renville di pelabuhan Jakarta. Belanda dan Indonesia pun berunding
kembali, maka pada tanggal 17 Januari 1948 tercapai-lah suatu perjanjian baru yaitu
perjanjian Renville..
Hasil perjanjian Renville ini sangat merugikan posisi Indonesia, karena salah
satu isi dari perjanjian itu menyatakan bahwa setiap tentara Indonesia yang
berada di daerah pendudukan Belanda harus berpindah ke daerah Republik
Indonesia. Hal ini berarti tentara Indonesia diusir dari posisinya di wilayah
musuh (kantong) tanpa sebutir pelurupun (diplomasi Belanda berhasil). Namun
perjanjian Renville (17 Januari 1948) itu akhirnya juga dicederai oleh Belanda
dengan suatu agresi militer.
Agresi militer itu adalah Aksi
Militer II (pimpinan Jenderal H.S Spoor dan Jenderal Meyer); dimana pada 19 Desember 1948 pasukan Belanda melakukan
serangan kilat (blitkrieg) merebut pangkalan udara Maguwo
(saat ini bernama bandara “Adi Sucipto”) di Yogyakarta. Belanda menerjunkan pasukan payung dan dengan gerak
cepat berhasil mengambil alih kendali kota Yogyakarta yang merupakan ibukota
Republik Indonesia saat itu.
Pada Aksi Militer II itu Belanda berhasil menangkap pemimpin Republik
Indonesia Presiden R.I Soekarno dan Wakil Presiden R.I Mohammad Hatta serta
menawannya. Selain itu Belanda juga
menawan Syahrir, Agus Salim, Mohammad Roem serta A.G. Pringgodigdo. Para
pemimpin Republik Indonesia Soekarno dkk
itu segera diberangkatkan ke pengasingan di Prapat Sumatra dan pulau
Bangka.
Sebelum diasingkan ternyata Presiden Sukarno telah memberi surat kuasa
kepada Safrudin Prawiranegara yang berada di Bukit Tinggi untuk mendirikan
pemerintahan darurat. Sementara itu Jenderal Sudirman memilih untuk keluar kota
memimpin gerilya serta melanjutkan perlawanan terhadap Belanda. Sesungguhnya Jenderal
Sudirman juga mengajak presiden Soekarno . keluar kota Yogyakarta untuk bersama-sama
memimpin gerilya, tetapi ajakan itu ditolak oleh Sukarno.
Dengan diiringi oleh ajudan dan pasukan pengawalnya, Jenderal Sudirman naik-turun gunung
serta keluar-masuk hutan menembus teriknya panas matahari dan derasnya hujan
memimpin perlawanan rakyat. Jenderal
Sudirman dan para pengawalnya hampir selama l.k 100 hari, 31 Maret 1949 s/d 7
Juli 1949 menetap di desa Pakis, Sobo, Kecamatan Nawangan, Pacitan, Jawa
Timur.
Dari rumah markas gerilya itulah Panglima Besar Jenderal Sudirman
memimpin perang gerilya. Pada masa yang paling gelap bagi Republik Indonesia
itu, Jenderal Sudirman memberikan pegangan dan kekuatan batin kepada rakyat dan
para prajurit untuk tetap berjuang bagi kelangsungan hidup negaranya.
Sementara itu MBKD (Markas Besar Komando Jawa) dan MBKS (Markas Besar
Komando Sumatera) kembali diaktifkan di bawah komando panglimanya
masing-masing. Pemerintah militer tetap melakukan kegiatarmya. Dengan
demilcian, pemerintahan Republik Indonesia masih berjalan dan berdiri tegak.
Belanda mengira dengan jatuhnya kota Yogyakarta, kekuatan TNI akan
hancur berantakan dan kampanye militer telah selesai. Belanda juga mengira operasi
pembersihan, yang masih perlu dilakukannya, hanya memerlukan waktu satu dua
bulan saja. Namun ternyata dugaan Belanda itu keliru sama sekali, ternyata
pasukan TNI tidak hancur.
Pasukan Belanda bergerak
maju menguasai daerah perkotaan, sedangkan
pasukan TNI mundur ke daerah pedalaman – pedesaan. TNI lalu merencanakan
Wingate Operation (Wingate Operation adalah suatu
pemikiran militer inkonvensional dan memilki nilai taktik kejutan) dan menyusun daerah perlawanan (wehrkreis)
– During
World War II, Germany had a system of military districts “ Wehrkreis” to relieve field commanders
of as much administrative work as possible and to provide a regular flow of
trained recruits and supplies to the Field Army. The Field Army was separate from the Home Command – seperti yang dilakukan oleh AH. Nasution
(Jenderal Nasution).
Untuk menunjukkan kepada dunia bahwa eksistensi Republik Indonesia masih
ada meski Presiden dan Wakil Presidennya telah ditangkap, maka Indonesia (TNI)
melakukan serangan yang dikenal sebagai “Serangan
Umum 1 Maret 1949”. Serangan tersebut adalah terhadap kedudukan Belanda di ibukota
Yogyakarta, yang dilakukan oleh TNI
dengan dukungan Sultan Hamengkubuwono IX dan rakyat Yogya dengan tujuan untuk :
- memperkuat posisi Indonesia dalam perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB ;
- mematahkan moral pasukan Belanda, dan ;
- sekaligus membuktikan pada dunia international bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) masih mempunyai kekuatan untuk mengadakan perlawanan.
Kiranya dapat dikemukakan pula bahwa pada waktu "Serangan Umum tanggal 1
Maret 1949” itu, Letkol Soeharto (kemudian
jadi Presiden ke-3 RI) adalah sebagai
komandan brigade X – Wehrkreis III Yogyakarta. Soeharto
memiliki peranan yang signifikan. “Serangan Umum 1 Maret 1949”
tersebut berlangsung selama satu hari dan TNI
dapat menguasai penuh ibukota Yogyakarta.
Akibat dari “Serangan Umum 1 Maret
1949” tersebut, pihak Amerika Serikat & Co melakukan tekanan kepada Belanda
untuk berunding dengan Indonesia. Akhirnya
pada tanggal 7 Mei 1949 Republik Indonesia dan Belanda berunding dan menyepakati
“Perjanjian Roem – Royen”, dimana antara lain dinyatakan bahwa ibukota RI,Yogyakarta
harus dikembalikan ke Indonesia pada tanggal
6 Juli 1949. Dan Indonesia (Republik Indonesia) pun setuju ikut serta dalam Konperensi Meja Bundar.
Konperensi Meja Bundar berlangsung di Den Haag negeri Belanda diikuti
oleh Negara Belanda, Negara Republik Indonesia, dan Negara-negara bentukan
Belanda seperti Negara Indonesia Timur (NIT), Negara Sumatra Timur (NST) dan
lain-lain.
Konferensi ini berlangsung tanggal 23 Agustus 1049 hingga tanggal 2
November 1949 dengan hasil sebagai berikut.
- Belanda mengakui Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
- Status Karesidenan Irian Barat diselesaikan dalam waktu setahun, sesudah pengakuan kedaulatan.
- Akan dibentuk Uni Indonesia-Belanda berdasarkan kerja sama sukarela dan sederajat.
- Republik Indonesia Serikat mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak-hak konsesi dan izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
- Republik Indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda yang ada sejak tahun 1942.
- Perang diplomasi antara pemerintah Republik Indonesia melawan
pemerintah Belanda yang datang untuk menguasai Indonesia kembali.
Sebagaimana diketahui Indonesia
(Hindia Belanda) ditinggalkan oleh Belanda begitu saja, dan kemudian diduduki
oleh balatentara Jepang pada awal Perang Dunia II tahun 1942. Segera setelah
Jepang kalah dalam Perang Dunia II , atas dasar bahwa kemerdekaan adalah hak
segala bangsa, maka Indonesia memproklamirkan kemerdekaan-nya pada tanggal 17
Agustus 1945.
Sementara itu atas ijin Inggris, Belanda ikut ke Indonesia, dalam rangka kegiatan
Inggris sebagai South East Asia Command. Sebagaimana diketahui South
East Asia Command memiliki tugas yang harus diselesaikan di Asia
Tenggara (menurut persetujuan Postdam pada bulan Juli 1945). Tugas Inggris
tersebut antara lain sbb :
- mengembalikan tentara Jepang - yang jumlahnya di Indonesia lk 283,000 orang - ke tempat asalnya;
- membebaskan tahanan perang Sekutu ;
- memulihkan keamanan di Asia Tenggara sampai daerah itu dikembalikan kepada si pemilik masing-masing. Indonesia dikembalikan kepada Belanda.
Dalam rangka menjalankan tugasnya, pada tanggal 2
September 1945, Inggris datang di Indonesia. Belanda men-dompleng agar Indonesia (Hindia Belanda) dapat sesegera mungkin
kembali tangan-nya.
Sejak tanggal 24 Juli 1945 pemerintah
Belanda di Nederland telah menyusun NICA (Netherlands East Indies Civil Affairs)
yaitu. Badan Urusan Sipil Hindia Belanda untuk menerima kembali kekuasaan
sipil di Indonesia dari tentara Inggris. Pembentukan NICA itu di diadakan
di Brabant, sebuah propinsi di bagian selatan Nederland, di mana telah dapat
dikumpulkan relawan sipil Belanda sejumlah 50.000 pria dan 12.000 wanita untuk
segera diberangkatkan ke Indonesia
Disamping itu pemerintah
Belanda di Nederland juga sudah mendidik pemuda-pemuda Belanda menjadi tim
khusus melalui pelatihan ketentaraan luar biasa di Inggris. Pelatihan ini menghasilkan
dua macam pasukan Belanda yang dapat diandalkan dan yang diperlengkapi dengan
segala macam senjata mutakhir. Pertama disebut Gezachts Battalion dan kedua disebut Expeditionaire Machten. Kedua battalion itu sudah siap untuk
diberangkatkan ke Indonesia sejak tanggal 24 Juli 1945.
Selain persiapan-persiapan
yang ada di negeri Belanda itu, ada pula kesibukan Belanda di Bribane,
Australia. Dua tokoh kawakan Belanda di jaman Hindia Belanda yaitu van
Mook dan Van der Plas, yang menduduki tempat pertama dan kedua di dalam hirarki
pemerintahan kolonial Belanda sebelum PD II yang mengungsi ke Brisbane, juga
sudah bersiap-siap untuk kembali ke Indonesia
Pada tanggal 2 September 1945, sekutu (Inggris)
memasuki Indonesia atas mandat pemenang Perang Dunia II untuk mengambil alih
kekuasaan dan melucuti senjata tentara
pendudukan Jepang. Belanda sebagai NICA (Netherland Indies Civil Administration)
men-dompleng masuk Indonesia. Namun pada 17 Agustus 1945 Indonesia
Indonesia telah memproklamirkan kemerdekaannya, jadi secara de’jure Indonesia adalah
sebagai Negara Merdeka. Keadaan seperti itu berakibat terjadinya bentrokan
senjata antara “Belanda” dan “Indonesia Merdeka”.
Pada bulan Nopember 1945, Belanda mengumumkan
blokade laut terhadap Republik Indonesia yang baru medeka. Blockade ini ditujukan untuk
menutup aktivitas perdagangan dan lain-lain yang dilakukan oleh Republik
Indonesia seperti impor senjata, ekspor hasil-hasil kebun (karet, teh, kopi
dll), komunikasi (pengiriman dukumen dll) dengan Negara-negara lain. Blockade ini ditujukan untuk
melumpuhkan Republik Indonesia.
Seperti telah diterangkan dimuka, kedatangan tentara
Belanda – men-dompleng masuknya Inggris
ke Indonesia) – berakibat terjadinya bentrokan senjata antara “Belanda”
dan “Indonesia Merdeka”. Inggris
mencoba mencegah bentrokan itu berkepanjangan, dan berusaha membawa Belanda dan Indonesia ke meja
perundingan untuk membuat suatu kesepakatan.
Perundingan antara
Indonesia dan Belanda pun akhirnya terjadi di Linggarjati, Cirebon pada 10
November 1946. Dalam
perundingan ini Indonesia diwakili
oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral
dan dipimpin oleh Wim
Schermerhorn dengan anggota H.J. van
Mook, dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam
perundingan ini.
Belanda berhasil mendesak Indonesia menyetujui suatu perjanjian. Perjanjian
itu disebut sebagai perjanjian Linggarjati yang resmi ditanda tangani oleh kedua belah
pihak pada tanggal 25 Maret 1947 di
Istana Negara, Jakarta. Isi perjanjian Linggarjati tersebut antara lain adalah
sbb:
- Belanda mau mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan daerah kekuasaan meliputi Madura, Sumatera, dan Jawa. Belanda sudah harus pergi meninggalkan daerah de facto tersebut paling lambat pada tanggal 1 Januari 1949.
- Belanda dan Republik Indonesia telah sepakat untuk membentuk Negara serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS).
- Negara Republik Indonesia Serikat akan terdiri dari Republik Indonesia, Timur Besar, dan Kalimantan.
- Pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) akan dijadwalkan sebelum tanggal 1 Januari 1949.
- Belanda dan Republik Indonesia Serikat (RIS) sepakat untuk membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai Ketua.
Perjanjian Linggarjati ini jelas menguntungkan Belanda dan merugikan
Indonesia (diplomasi Belanda menang), karena membatalkan adanya Negara
Republik Indonesia Proklamasi 17 Agustus
1945, Republik Indonesia hanya menjadi Negara
bagian dari Negara Indonesia Serikat dengan wilayah yang sempit. Namun
sebelum perjanjian Linggarjati ini dapat menjadi kenyataan, kaum oposisi
Indonesia dan pasukan bersenjata Indonesia (TNI) yang didukung rakyat gigih menentangnya
(seperti telah diterangkan dimuka),
sehingga timbul bentrokan bersenjata di berbagai tempat.
Dengan keadaan seperti itu, maka Belanda merasa tidak terikat lagi pada
perjanjian Linggarjati, sehingga pada
tanggal 21 Juli 1947 Belanda melakukan Agresi Militer (Agresi Militer I).
Agresi Militer I itu menyebabkan sejumlah wilayah yang semula dikuasai
oleh Republik Indonesia di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur
jatuh ke tangan Belanda. Bentrokan bersenjata antara Indonesia dan Belanda terus
berlangsung hingga DK-PBB campur tangan. Dan akhirnya Indonesia - Belanda
berunding ; perundingan itu dimulai
pada tanggal 8 Desember1947) diatas kapal Amerika Serikat “Renville” yang sedang
berlabuh di teluk Jakarta. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir
Syarifuddin Harahap, dan Johannes Leimena sebagai wakil. Delegasi Kerajaan
Belanda dipimpin oleh Kolonel
KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo. Perundingan itu menghasilkan persetujuan Renville yang intinya adalah sbb:
- Pemberhentian tembak-menembak di sepanjang Garis van Mook, perjanjian peletakan senjata, dan pembentukan daerah kosong militer (daerah itu harus ditinggalkan oleh TNI).
- Pada tanggal 19 Januari persetujuan Renville ditandatangani. Wilayah Republik selama masa peralihan sampai penyelesaian akhir dicapai (lebih sempit daripada persetujuan Linggarjati) hanya meliputi sebagian kecil Jawa Tengah (Yogya dan delapan Keresidenan) dan ujung barat pulau Jawa (Banten) tetap daerah Republik
- Plebisit (pemilihan umum) akan diselenggarakan untuk menentukan masa depan wilayah yang baru diperoleh Belanda lewat aksi militer.
Dengan ditanda tangani “Persetujuan Renville” ini menunjukkan bahwa diplomasi
yang dilakukan oleh Belanda memperolah kemenangan lagi. Misalnya : (1) Wilayah
Republik Indonesia menjadi lebih sempit daripada dalam persetujuan Linggarjati,
yaitu hanya sebagian kecil Jawa ; (2) Kantong-kantong pendudukan harus
ditinggalkan oleh TNI ; (3) lain-lain.
Mengenai perjanjian “Persetujuan Renville” ini (juga “Linggarjati”) seorang tokoh oposisi Tan
Malaka antara lain menyatakan : Terkait dengan
perjanjian “Renville” dan “Linggarjati” disebutnya sebagai sebuah kekalahan
besar dan bahaya yang tak terhingga bagi kemerdekaan Republik Indonesia.
Bagaimana tidak, Negara yang telah memproklamirkan kemerdekaannya tidak
seharusnya berunding dengan musuh yang menyerbu masuk dan ingin merampas
kemerdekaan itu. Dengan diambilnya jalan perundingan, jelas-jelas menunjukkan
kelemahan sikap dan mental dari pemimpin Indonesia waktu itu.
Sebelum membahas lebih lanjut “Persetujuan Renville”, kiranya baik jika kita bahas terlebih dahulu upaya-upaya
diplomatic Indonesia Merdeka untuk memperkokoh eksistensinya sejak proklamasi 17
Agustus 1945.
Pertama-tama adalah segera menyebar
luaskan “Proklamasi 45” keseluruh dunia dan keseluruh Indonesia melalui radio,
suratkabar, pamphlet-pamplet, unjuk rasa (demontrasi) dll seperti yang
dilakukan oleh para pemuda Sukarni, Adam
Malik, Yusuf Ronodipuro, Bung Tomo
dan lain-lain. Upaya ini telah mendapatkan hasil yang positip seperti :
- pada tanggal 22 Maret 1946 Mesir mengakui Republik Indonesia ;
- kerajaan-kerajaan di Indonesia seperti Kasultanan Aceh, Kasultanan Deli, Kasultanan Kutai Kertanegara Kasultanan Siak Sri Indrapura, Kasultanan Ternate, Kasultanan Yogyakarta dan lain-lain yang menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia ;
- lascar-laskar atau organisasi-organisasi perlawanan terhadap Belanda terbentuk hampir diseluruh Indonesia
Selanjutnya adalah upaya menjalin hubungan dengan Negara-negara yang baru
timbul (negara yang merdeka dengan berakhirnya PD II) antara lain seperti : Burma ; India
; Malaya ; Sri Langka dan lain-lain. Hal
itu antara lain ditandai dengan pengiriman bantuan beras ke India (20 Agustus 1946)., dan
pengiriman obat-obatan dari Malaya ke Indonesia (29 Juli 1947) dan lain-lain.
Upaya ini antara lain dilakukan St Syahrir.
Selain itu menjalin hubungan dagang dengan Negara-negara tetangga Malaya, Philipina,
Singapura Thailand dan lain-lain antara lain dengan menjual karet, lada, bijih
timah dan lain-lain serta membeli senjata, amunisi, obat-obatan dan lain-lain. Hal
itu dilakukan oleh para pengusaha yang pro Republik Indonesia seperti AK Gani, Hasyim
Ning, John Lie (kemudian menjadi perwira Angkatan Laut), Isak Mahdi dll.
Seperti telah diuraikan dimuka, akhirnya pada tanggal 7 Mei 1949
Republik Indonesia dan Belanda akhirnya berunding kembali, dan menyepakati “Perjanjian Roem –
Royen”, dimana antara lain dinyatakan bahwa ibukota RI,Yogyakarta (yang diduduki oleh Belanda pada Aksi Militer II) harus
dikembalikan ke Indonesia pada tanggal 6
Juli 1949. Dan Republik Indonesia pun setuju
ikut serta dalam Konperensi Meja Bundar di Den Haag, Negeri Belanda.
Konperensi Meja Bundar |
Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, 23 Agustus hingga 2 November 1949, dimana hadir delegasi-delegasi Republik Indonesia, Kerajaan Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang mewakili berbagai Negara-negara bentukan Belanda di kepulauan Indonesia, yaitu
- delegasi Republik Indonesia dipimpin Mohammad Hatta
- delegasi BFO dipimpin Sultan Hamid II
- delegasi kerajaan Belanda dipimpin J. H. Van Maarseveen, dan
- delegasi (United Nation Commissioner for Indonesia) diketuai oleh Chritchley
Konferensi Meja Bundar (KMB) itu berakhir
pada tanggal 2 Nopember 1949, dengan berakhirnya KMB, berakhir pula perang diplomasi
antara pemerintah Republik Indonesia melawan pemerintah Belanda yang datang
untuk menguasai Indonesia kembali.
- Berakhinya Perang Kemerdekaan Indonesia 1945 – 1949.
Dengan berakhirnya Konferensi Meja Bundar (KMB) itu, berarti berakhir pula Perang Kemerdekaan Indonesia 1945 – 1949 untuk
kekalahan Republik Indonesia, kekalahan Proklamasi 17 Agustus 1945.
Namun dengan berakhirnya Perang Kemerdekaan Indonesia 1945 – 1949 itu, perjuangan rakyat
Indonesia untuk menegakkan Negara Republik Indonesia berdasar Proklamasi 17
Agustus 1945 belum berakhir dan terus berlanjut.
Perang antara Korea Selatan dan Korea Utara dimulai dengan serangan Korea Utara 25 Juni 1950. Dan pada Juli 1950 berhasil diadakan perundingan gencatan senjata di Kaesong, kemudian pada 1952 perundingan itu dilanjutkan. Namun perundingan itu macet karena persoalan penukaran tawanan.
*
7. Perang Korea.
Perang Korea adalah konflik antara Korea Utara dan Korea Selatan. yang terjadi sejak 25 Juni 1950 sampai 27 Juli 1953. Perang
ini juga disebut "perang yang dimandatkan (proxy war) antara Amerika Serikat bersama sekutu-nya di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dengan komunis Republik Rakyat Tiongkok yang
bekerjasama dengan Uni Soviet.
Peserta perang ini utamanya adalah Korea Utara dan Korea Selatan. Sekutu utama Korea Selatan adalah Amerika Serikat, Australia, Britania Raya, Canada, dan Negara-negara lain mengirimkan tentara di
bawah bendera PBB. Sekutu Korea Utara adalah Republik Rakyat Tiongkok menyediakan
kekuatan militer, sementara Uni Soviet yang menyediakan Penasehat perang, pilot
pesawat, dan juga persenjataan untuk pasukan Tiongkok dan pasukan Korea Utara.
Pesawat Tempur pada Perang Korea |
Perang antara Korea Selatan dan Korea Utara dimulai dengan serangan Korea Utara 25 Juni 1950. Dan pada Juli 1950 berhasil diadakan perundingan gencatan senjata di Kaesong, kemudian pada 1952 perundingan itu dilanjutkan. Namun perundingan itu macet karena persoalan penukaran tawanan.
Perang terus berkecamuk
dengan hebatnya, pada Juli 1953 berhasil ditandatangani perjanjian gencatan
senjata dan pembagian kembali Korea menurut garis lintang 380 ,
sedangkan cara-cara pertukaran tawan tetap belum ada kesepakatan, ketegangan
antar kedua Negara masih sangat terasa. Korea Utara tetap memperoleh bantuan
dari Republik
Rakyat Tiongkok dan Uni Soviet, sementara Korea Selatan dari Amerika
Serikat & Co.
Perang ini dianggap berakhir pada 27 Juli 1953 saat Amerika Serikat, Republik Rakyat Tiongkok, dan Korea Utara menandatangani persetujuan gencatan senjata. Presiden Korea Selatan, Syngman Rhee, menolak menandatangani, namun berjanji menghormati
kesepakatan gencatan senjata tersebut. Secara resmi, perang ini belum berakhir
sampai dengan saat ini.
Demikianlah bahasan dan renungan singkat “Ngunandiko” tentang perang. Semoga
bermanfaat.
*
We shall defend our island, whatever the cost may be, we
shall fight on the beaches, we shall fight on the landing grounds, we shall
fight in the fields and in the streets, we shall fight in the hills; we shall
never surrender. (Winston Churchill)
*
Best casinos in Michigan 2021 (December, 2021) - DRMCD
BalasHapusBest casino in Michigan 2021 구미 출장안마 (December, 2021) If you or 상주 출장안마 someone you know 사천 출장샵 has a 광명 출장샵 gambling 토토 사이트 추천 problem and is currently in need of help,