Selasa, 10 Oktober 2017

Orang-hitam Amerika (Black Americans)

Ngunandiko 134







Orang-hitam Amerika
(Black Americans)
Bagian. I


Orang-hitam Amerika (negro) adalah minoritas terbesar di Amerika Serikat yaitu sekitar 12 % populasi. Orang-orang hitam tersebut lama dipandang sebagai warga negara kelas dua.

Barack Husein Obama
Lebih dari 2 abad, sejak deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat 4 Juli tahun 1776, belum pernah ada orang-hitam Amerika menduduki jabatan Presiden Amerika Serikat.  Barack. Husien Obama adalah “orang-hitam Amerika” pertama yang menduduki jabatan Presiden Amerika Serikat tersebut (January 20, 2009 - January 20, 2017).
Pada akhir Juni 2017 yang lalu, Presiden ke-44 Amerika Serikat, Obama, telah mengunjungi Indonesia selama 10 hari. Kunjungan Obama itu memperoleh perhatian yang luar biasa dari rakyat Indonesia.
Seperti diketahui  orang orang-hitam Amerika adalah minoritas terbesar, lk 12 % populasi Amerika Serikat, dan dipandang sebagai warga negara Amerika Serikat kelas dua. Oleh karena Indonesia juga memiliki golongan minoritas khususnya minoritas “Warga negara Indonesia keturunan China”, maka “Ngunandiko” terdorong membahas dan merenungkannya.
Berbekal dari artikel “Black Americans”, dalam buku “The New Book of Knowledge (Grolier Incorporated, Connecticut)”  ; “Ngunandiko” memberanikan diri  membahas dan merenungkannya.  Semoga renungan dan bahasan ini  bermanfaat.


Di Amerika Serikat, sejarah orang  kulit hitam Afrika (negro) sebagian besar merupakan perjuangan panjang untuk kebebasan dan kesetaraan.

Pada awal abad ke-21 ini, orang hitam Amerika adalah kelompok minoritas terbesar di Amerika Serikat, sekitar 12 persen dari populasi. Orang hitam Amerika sebagian  atau sebagian besar adalah keturunan dari orang-orang yang pernah tinggal di Afrika selatan Sahara, dan sejarah mereka berakar jauh di Afrika masa lalu.
Beberapa istilah digunakan untuk merujuk pada orang Amerika warisan dari orang Afrika masa lalu itu ; yaitu  "Orang-Hitam" atau "Afro-Amerika". Namun istilah yang paling umum digunakan sampai tahun 1960-an adalah "Negro" . Dalam bahasa Spanyol berarti "hitam".
Konon di wilayah  penguasaan Negro kuno itu (Afrika), mereka tergolong orang yang sombong, namun kaya warisan budaya dan peradaban. Kemudian, pada akhir 1400-an, datang orang-orang Eropa memperbudak  dan kemudian membawa Negro itu ke Amerika. Di Amerika Serikat, sejarah orang  hitam Afrika (Negro) itu sebagian besar merupakan perjuangan panjang untuk kebebasan dan kesetaraan.
Sebagaimana diketahui peradaban Afrika yang paling awal berkembang adalah di sepanjang lembah Sungai Nil, dari utara (hilir) sampai keselatan (hulu) yaitu dari Mesir sampai ke Ethiopia. Orang hitam (Ra Nahesi) diketahui menduduki tahta firaun di Mesir. Ra Nahesi adalah istri Ahmose I, salah satu pendiri dinasti ke 18 di Mesir, sekitar tahun 1850 SM.  Ra Nasehi (Queen Nafetari) itu adalah seorang wanita kulit hitam yang terkenal dengan kecantikan dan kemampuannya. Mutemua (istri Thutmose IV), juga seorang wanita kulit hitam. Salah satu anak mereka, Amenhotep III, memerintah sekitar 1420 sampai 1411 SM. Amenhotep III terkenal karena bangunan-bangunan besar yang dibangun pada masa pemerintahannya.
Pada abad ke 6 - 8 SM, penguasa Ethiopia menaklukkan Mesir. Mereka menduduki tahta firaun selama lebih dari satu abad. Firaun orang  Ethiopia yang terbesar adalah Taharka, yang memerintah dari tahun 688 - 663 SM  dan menyebut dirinya sebagai kaisar dunia.


Perdagangan dengan orang-orang Arab di Afrika Utara membawa kontak dengan orang Arab dan ajaran  Islam. Kemudian kota-kota kekaisaran orang hitam itu  menjadi pusat pembelajaran dan budaya Islam.

Di Afrika Barat di selatan Sahara itu banyak suku-suku  yang bersatu dan membentuk suatu kerajaan. Yang paling kuat adalah kerajaan-kerajaan Ghana, Mali (atau Melle), dan Songhai. Kekuatan kerajaan-kerajaan atau kekaisaran-kekaisaran ini  bertumpu pada “lokasi”;  yaitu berada di jalur kafilah yang melintasi Sahara. Di lokasi itu ramai dipertukarkan (diperdagangkan) gandum, gula dan garam dari utara dengan emas dan sapi dari selatan. Perdagangan dengan orang-orang Arab di Afrika Utara ini membawa kontak dengan orang Arab dan ajaran agama Islam. Kota-kota  kekaisaran itu kemudian menjadi pusat pembelajaran dan budaya Islam (Muslim).
Kerajaan Ghana, pada awalnya yaitu di  sekitar abad ke-3 AD  berada di bawah Tenkamenin.  Tenkamenin memerintah di sekitar abad ke-10 SM (Sesudah Masehi), dan Ghana mencapai puncak kekuatannya. Pada masa itu, Ghana  merasa sebagai Muslim sang penakluk. Kemudian Ghana dikelilingi oleh orang-orang Mandingo, dipimpin oleh Sundiata, yang menjadi  raja Mali.
Sejarah Mali dimulai pada abad ke-6 SM (Sesudah Masehi). Di bawah Mansa Musa I, yang memerintah dari tahun 1312 s/d 1337. Pada mada kerajaan Mali mencapai puncaknya, ilmuwan-ilmuwan Muslim dari seluruh dunia didatangkan untuk mendirikan perguruan-perguruan Islam di kota Walata, Gao, dan Timbuktu. Setelah kematian Musa, kekuatan dan kemuliaan Mali perlahan-lahan runtuh.
Kekaisaran Sunghai berawal dari abad ke-3 SM, menjadi terkenal di tahun 1400-an, di bawah pejuang Sunni (raja Ali Ber), dan mencapai kekuatan terbesarnya di bawah putranya Askia Mohammed. Pada tahun 1590 sebuah ekspedisi militer dari Maroko menyerang Songhai. Kota-kota yang makmur itu runtuh. Selama 100 tahun berikutnya, kekaisaran itu terpecah belah menjadi negara-negara kesukuan kecil dan kemudian membusuk.
Menurut catatan sejarah, orang kulit hitam pertama yang mencapai Dunia Baru (benua Amerika) adalah  bagian dari ekspedisi & eksplorasi Spanyol ke Dunia Baru di awal tahun 1500-an. Salah seorang diantaranya adalah Estavanico (Estabanico atau Little Stephen), Estavanico  membantu mempersiapkan jalan bagi penaklukan wilayah Meksiko dan Amerika Serikat bagian barat daya oleh Spanyol. Sementara itu orang-orang kulit hitam juga menemani misionaris Prancis ke Amerika Utara selama tahun 1600-an. Satu abad kemudian, orang kulit hitam menetap di Lembah Mississippi. Pada tahun 1770 Jean Baptiste Pointe du Sable menjadi pemukim hitam pertama di daerah Chicago.
Orang kulit hitam pergi ke belahan bumi barat, pertama-tama adalah  sebagai pelayan kontrak. Kemudian mereka diambil sebagai budak. Orang Afrika, seperti orang-orang di belahan dunia lainnya, telah lama memperbudak satu sama lain. Terkadang perbudakan itu adalah hasil dari kekalahan dalam perang suku (lihat Ngunandiko. Perbudakan). Kadang-kadang anggota suku yang panennya gagal atau ternaknya mati  akan diperbudak oleh suku lain, yang lebih makmur. Perbudakan adalah bisnis yang menguntungkan, sehingga pedagang Afrika Utara melakukan perjalanan jauh melintasi padang pasir untuk membeli budak di Sudan dan dijual-nya kembali di Utara. Perbudakan orang Afrika itu, semula relatif ringan, sampai mereka diperbudak oleh orang kulit putih, yang membawanya melintasi samudra besar (Atlantik) ke negeri asing (benua Amerika).

Perdagangan budak orang hitam dengan  Dunia Baru  yang menguntungkan itu, pertama kali jatuh ke tangan orang-orang Portugis, lalu ke Spanyol, Belanda, dan Inggris.

Orang-orang Indian asli di Amerika terbukti tidak cocok untuk dijadikan budak, maka penjajah Eropa mencari pekerja murah lainnya. Penjajah Eropa itu menemukannya di Afrika barat. Di sana orang Portugis mendirikan pos perdagangan budak pada tahun 1400-an, dan terlibat dalam menjual budak ke Eropa dan kemudian ke Amerika (Dunia Baru). Perdagangan budak yang menguntungkan dengan Dunia Baru itu pertama kali jatuh ke tangan orang Portugis, lalu ke tangan Spanyol, Belanda, dan Inggris. Menjelang 1800-an, sekitar 10.000.000 orang kulit hitam  bekerja di ladang, kebun, dan tambang di Amerika.
Pada tahun 1619, 20 orang Afrika ditempatkan di Jamestown, Virginia, sebagai pelayan kontrak. Mereka (orang hitam pelayan kontrak itu) diperlakukan sama seperti pelayan kontrak orang kulit putih. Orang-orang Afrika (orang hitam), seperti halnya pelayan kontrak orang kulit putih, juga melayani sebuah jabatan ganda. Mereka (para pelayan kontrak) bekerja untuk tuan mereka selama 7, 14, atau 21 tahun, kemudian dibebaskan, dan masing-masing diberi sebidang tanah kecil. Dalam kasus orang kulit hitam, perlakuan seperti  itu berangsur-angsur berhenti.
Menjelang akhir tahun 1600-an, kebanyakan orang kulit hitam di koloni Amerika menjadi budak seumur hidup. Di Maryland, Virginia, Carolina, dan Georgia, pada akhir tahun 1700-an ada lebih dari 640.000 budak hitam. Seiring berkembangnya pertanian, semakin banyak budak dibutuhkan. Tembakau, gandum, nila, kapas, dan tebu menjadi tanaman yang penting. Perkebunan besar yang tumbuh itu, itu semua bergantung pada budak.
Secara keseluruhan, budak kulit hitam di Amerika Latin diperlakukan lebih baik (kurang kasar) daripada di koloni Inggris. Gereja Katolik Roma di Amerika Latin memainkan peran penting dalam mendidik budak kulit hitam dan mendukung keinginan mereka akan kebebasan. Di Amerika Latin juga ada rasa hormat yang lebih besar terhadap orang kulit hitam sebagai manusia. Orang kulit hitam, diterima lebih mudah di Amerika Latin daripada di Amerika Utara.
Hampir tidak ada yang merasa nyaman dan enak dengan praktek perbudakan itu. Tentu saja para budak tidak menyukai nasibnya. Kemudian mereka sering berontak, dan cukup banyak yang melarikan diri. Pemilik budak, di sisi lain, sering terganggu oleh perasaan  hatinya. Pemilik budak juga tahu, bahwa semangat menentang perbudakan berkembang. Hal ini terutama berlaku di wilayah Prancis, di mana ada banyak pembicaraan tentang "hak alami" manusia. Gagasan "hak alami" ini segera sampai di Inggris. Perbudakan, di koloni Inggris, dihapuskan pada tahun 1833. Gagasan tentang “hak alami” juga diungkapkan oleh Thomas Jefferson dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika.
Hak untuk bebas—hak-alami adalah gagasan di balik Perang Revolusi  Amerika. Crispus Attucks adalah orang kulit hitam yang terbunuh dalam “Pembantaian Boston (The Boston Massacre)”, termasuk orang Amerika pertama yang meninggal dalam Revolusi Amerika. Sebanyak 5.000 orang kulit hitam bertempur di pihak Utara, termasuk Peter Salem. Mati di Boston itu membedakan dirinya dari mati pada pertempuran di Lexington, Concord, dan Bunker Hill pada tahun 1775. Seorang kulit hitam lainnya, Salem Poor, juga menunjukkan keberanian di pertempuran Bunker Hill.
Pada saat Perang Revolusi Amerika, sejumlah orang kulit hitam di Utara sudah bebas. Budak yang melarikan diri dan mendaftar, diberi kebebasan sebagai akibat dari pelayanan mereka pada masa perang (Revolusi). Tapi banyak orang kulit hitam tidak memiliki kesempatan melarikan diri dan mendaftar untuk bertarung dipihak Utara. Setelah perang, sebagian besar negara bagian Utara membebaskan perbudakan. Ini tidak terjadi di Selatan.


Mereka hidup di bawah hukum yang kejam. Budak itu bisa dicambuk atau dicap bahkan dibunuh, karena mencuri Para budak tidak bisa menyerang orang kulit putih, bahkan untuk membela diri, tanpa menanggung risiko digantung.

Tidak mudah bagi para budak di Amerika untuk menyesuaikan diri dengan kerasnya kehidupan mereka. Tidak semua pemilik budak  buruk, tapi kekejaman dari sistem sebegitu jauh sulit dihindari. Budak lapangan, termasuk anak-anak usia 8 atau 9 tahun, bekerja sejak subuh sampai malam. Makanan mereka adalah tepung jagung, lemak babi, ikan asin, dan salad hijau. Mereka hidup di bawah hukum yang keras. Mencuri, maka budak bisa dicambuk atau dicap bahkan dibunuh. Mereka tidak bisa menyerang orang kulit putih, bahkan untuk membela diri, tanpa menanggung risiko digantung. Beberapa pemilik budak menyewa pengawas yang brutal dan pengelola kebun, yang disebut sipir budak, yang mencambuk budak untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak dari para budak. Budak yang berani melawan, diperlakukan dengan kejam. Tapi kebanyakan budak dengan cepat sadar bahwa hidup mereka akan lebih mudah, jika mereka melakukan apa yang diperintahkan tanpa mengeluh.
Para budak menemukan hiburan dalam agama Kristen. Mereka membuat lagu-lagu religius yang membedakan kehidupan keras mereka di bumi dengan kebahagiaan yang mereka harapkan di surga. Mereka bernyanyi, misalnya lagu-lagu, "Trouble I See" dan "Swing Low”, dan “Sweet Chariot". Spiritualitas ini termasuk antara lain di lagu-lagu pertama yang dibuat di Amerika.
Sebagian besar budak adalah pekerja lapangan. Beberapa dilatih sebagai tukang kayu, tukang tenun, tukang batu, tukang jahit, dan pembuat sepatu. Para budak ini melakukan hampir semua pekerjaan di  kota-kota di selatan. Saat pekerjaan di perkebunan lesu, pemilik perkebunan sering menyewakan para budak itu ke para para pengelola perdagangan dan industri di kota terdekat. Tukar kerja ini sering mendapat upah yang sangat baik, beberapa budak menggunakan upah itu untuk membeli kebebasannya. Terkadang orang membebaskan budaknya, karena suka  bahwa budak mereka bekerja sesuai keinginannya atau sebagai pengganti atas tindakan para budak yang berani.
Seperti telah dijelaskan, hampir semua layanan pribadi dilakukan oleh para budak. Para budak itu bekerja sebagai tukang cukur, penata rambut, tukang parkir (valets), pelayan, dan perawat bagi orang kulit putih kaya dan berpendidikan. Orang kulit putih kaya itu umumnya memperlakukannya dengan baik. Banyak budak, di antaranya adalah pelaut Gustavus Vassa (1745 - 1801), yang diajari membaca,  menulis, dan lain-lain. Beberapa menjadi guru dan pengkhotbah untuk budak lainnya.

 

Pemberotakan Budak 1822

Pemberontakan budak terjadi di beberapa tempat di Selatan pada awal 1800-an. Salah satu rencana pemberontakan paling ambisius terjadi pada tahun 1822, hal itu dilakukan oleh Denmark Vesey (1745 - 1822), yang terinspirasi pemberontakan melawan Prancis di Haiti yang dipimpin oleh Toussaint L 'Ouverture, Jean Jacques Dessalines, dan Henri Christophe. Namun rencana itu gagal, Denmark Vesey dikhianati oleh seorang budak, dan Denmark Vesey dihukum mati sebelum dapat melaksanakan rencananya.
Pemberontakan paling brutal terjadi di Virginia pada tahun 1831. Pemimpinnya, Nat Turner, percaya bahwa dia telah dipanggil oleh Tuhan untuk membebaskan bangsanya. Setelah lebih dari 100 orang kulit hitam dan sekitar 60 orang kulit putih terbunuh, pemberontakan tersebut dipadamkan. Turner ditangkap dan dieksekusi. Hukum-budak (slave code) yang baru dan lebih berat diberlakukan di Virginia. Beberapa orang menyalahkan orang kulit hitam yang berpendidikan, karena mereka dianggap mendorong pemberontakan, dan mengajar budak lain membaca dan menulis untuk berbuat sebuah kejahatan.


Tidak ada orang kulit hitam lulusan perguruan tinggi sampai 1826, ketika John B. Russwurm menerima gelar dari Bowdoin College di Maine.

JB. Russwurm (1799 - 1851)
Tidak ada hukum-budak (slave code) yang telah diberlakukan di Utara,  dimana sebagian besar orang kulit hitam tinggal. Orang kulit hitam yang mendapatkan pendidikan sekolah tingkat pertama atau tingkat kedua adalah hal yang luar biasa di Amerika pada waktu itu. Ahli matematika dan penemu Benjamin Banneker (1731 - 1806) adalah salah satu orang kulit hitam paling terkenal saat itu, ia sepenuhnya seorang otodidak. Tidak ada orang kulit hitam lulusan perguruan tinggi sampai 1826, ketika John B. Russwurm menerima gelar dari Bowdoin College di Maine. Pada tahun-tahun berikutnya, beberapa orang kulit hitam dapat bebas belajar di Harvard College di Massachusetts dan di Oberlin College di Ohio. Di perguruan tinggi itu orang-orang kulit hitam  berhubungan dengan anggota fakultas yang merupakan orang-orang abolisionis (orang-orang yang ingin melakukan pembebasan perbudakan). Dua orang kulit hitam diketahui telah pergi ke luar negeri untuk belajar. Alexander Crummell (1819 - 1898) meraih gelar di Cambridge University di Inggris dan James McCune Smith (1813 - 1865), yang belajar kedokteran di University of Glasgow di Skotlandia. James McCune Smith mempraktekkan profesinya di New York City.
Pada tahun 1860 hampir 500.000 orang kulit hitam bebas di Amerika Serikat. Tapi sedikit dari mereka menikmati kesetaraan hak kewarganegaraannya. Orang kulit hitam bebas di Selatan sesungguhnya hampir tidak bebas sama sekali. Mereka harus membawa pass (surat keterangan) atau sertifikat kebebasan. Jika mereka tertangkap tanpa pass, mereka mungkin dijual kembali sebagai budak. Mereka (orang  hitam bebas) tidak bisa membentuk klub atau kelompok diskusi, dan tidak diizinkan mengadakan pertemuan lebih dari lima orang. Karena tidak diizinkan memiliki senjata api, sulit untuk melindungi diri dari orang kulit putih yang sering menculik orang kulit hitam dan menjualnya  menjadi budak kembali.
Kontrol terhadap kehidupan “orang kulit hitam bebas” di Utara lebih lunak, walaupun ada cukup kontrol untuk membedakannya dari orang Amerika bebas lainnya. Banyaknya hambatan yang dihadapinya membuat banyak orang kulit hitam bebas merasa, bahwa  memiliki kulit yang gelap adalah aib. Sementara itu beberapa orang kulit hitam memanfaatkan tawaran yang dibuat oleh Paul Cuffe (seorang pemilik kapal), untuk mengantar mereka kembali ke Afrika. Tawaran serupa juga dilakukan oleh American Colonization Society, yang dibentuk oleh beberapa orang peranakan kulit putih pribumi pada tahun 1817.
Masyarakat --  orang hitam yang kembali ke Afrika -- tersebut mendirikan sebuah koloni di Liberia, di pantai barat Afrika, terutama untuk mantan budak dan orang kulit hitam Amerika yang bebas. Ternyata gagasan untuk pergi kembali ke Afrika ini tidak menarik banyak orang kulit hitam. Pada tahun 1830 hanya sekitar 1.500 yang menetap di sana (Liberia). Banyak  orang hitam yang cukup terang warna kulitnya dikira berkulit putih, mereka itu berlalu begitu saja ke dalam dunia orang kulit putih dan dengan demikian lolos dari cacat warna. Tetapi tidak bias dipungkiri ratusan ribu tidak bisa melarikan diri, dan mereka mengembangkan cara hidup di dalam rintangan yang dibangun oleh dunia putih di sekitar mereka.


Pada tahun 1820-an dan 1830-an, di New York City, orang kulit hitam memiliki teater mereka sendiri, di mana aktor kulit hitam tampil. Orang kulit hitam membentuk kelompok masyarakat, klub, dan berbagai kelompok eksklusip.

Kehidupan orang kulit hitam, bagi diri mereka sendiri, pada umumnya memilih ber-model-kan cara hidup orang kulit putih. Orang kulit hitam mengorganisir gereja mereka sendiri dan membangun sekolah mereka sendiri. Pada tahun 1820-an dan 1830-an, di New York City, orang kulit hitam memiliki teater sendiri, di mana para aktor kulit hitam tampil. Orang kulit hitam membentuk kelompok masyarakat, klub, dan berbagai kelompok eksklusip. Surat kabar (Koran) orang  hitam pertama, Freedom's Journal, diedit oleh John Russwurm, dimulai di New York City pada tahun 1827 (bersambung).

*

In the white community, the path to a more perfect union means acknowledging that what ails the African - American community does not just exist in the minds of black people; that the legacy of discrimination and current incidents of discrimination, while less overt than in the past - are real and must be addressed (Barack Obama).



*