Tampilkan postingan dengan label politik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label politik. Tampilkan semua postingan

Kamis, 18 Desember 2014

ASLIA

Ngunandiko.77




ASLIA

"Aslia"   adalah singkatan dari Asia - Australia, merupakan daerah yang terbentang diantara benua Asia dan Australia, terdiri dari gabungan negara-negara ber-iklim tropis seperti Indonesia, Timor Leste, Papua Nugini, Pilipina, Vietnam, Laos, Kambodja, Thailand, Burnai, Malaysia, Singapura, Myanmar, dan Australia bagian Utara.  "Aslia" masih belum nyata, masih dalam bentuk suatu ide atau gagasan.
Istilah "Aslia" ini pada awalnya muncul dari suatu hipotesa: jika bumi terdiri dari sejumlah "gabungan-negara (negara raksasa)" yang masing-masing memiliki kekuatan yang kurang lebih sama, maka bumi akan rélatip stabil dan damai.

Posisi ASLIA
Gabungan-negara (negara raksasa) tersebut, di bumi diperkirakan sebesar 8 sampai 9. Salah satu dari "kombinasi-negara (negara raksasa)" tersebut adalah Aslia; gambaran tentang jumlah penduduk, income per kapita, dan luas wilayah dari negara-negara ASLIA adalah seperti berikut ini.

kombinasi-negara (negara raksasa) Aslia.
No.
Negara (wilayah)
Jumlah Penduduk *
Income per kapita **
LUAS WILAYAH ***
01
Australia Utara yang ber-iklim panas



02
Burnei Darusalam
365,251
39,659
5,770
03
Indonesia
241,452,952
3,510
1,990,250
04
Kambodja
13,363,421
1.028
181,040
05
Laos
5,631,585
1.594
236,800
06
Malaysia
27,070,666
10,457
329,750
07
Myanmar
42,720,196
1.113
678,500
08
Papua Nugini
5,420,280
2.098
462,840
09
Philipina
86,241,697
2,790
300.000
10
Singapura
4,353,893
55,182
697
11
Thailand
64,865,523
5,676
514,000
12
Timor Leste
1,019,252
4,142
14,874
14
Vietnam
82,689,518
1.901
329,560





      *) Menurut CIA World Factbook 2004
   **) GDP PER KAPITA (USD) menurut IMF 2013
***) Luas wilayah dalam sqkm

Sedangkan perkiraan potensi sumberdaya (pangan, energi, dan bijih besi) yang dapat disediakan oleh ASLIA secara keseluruhan, setidaknya cukup sampai akhir abad ke-21, adalah sbb:

pangan, energi, dan bijih besi - ASLIA *
No
SUMBERDAYA
JUMLAH
01
PANGAN
270 juta ton eqivalent beras per tahun.

02
ENERGI
360 juta ton equivalent minyak per tahun
03
BIJIH BESI
100 juta ton per tahun              





*) Perkiraan jumlah yang tersedia

Seperti diketahui sumberdaya "energi" dan "besi-baja" adalah roh dan tulang punggung industri. Dengan kemampuan menyediakan sumberdaya "energi" dan "besi-baja" sebesar itu, maka ASLIA dapat membangun industri sekuat industri Amerika Serikat dan Kanada pada waktu ini (abad ke-21).
Dengan industri yang kuat, dan sumberdaya pangan yang dimilikinya serta luas wilayah yang cukup (lk 6,000,000 sqkm untuk lk 550,000,000 orang), maka kebutuhan ASLIA akan sandang, pangan, papan, mesin / peralatan dll dapat dicukupi secara mandiri.
Pemikiran membentuk wilayah ASLIA [1] yang mencakup sejumlah negara ("kombinasi-negara"), dengan tujuan agar mandiri dan dapat bebas dari gangguan kekuatan negara atau kekuatan wilayah lain sering disebut sebagai regionalism. Regionalism itu dilakukan dengan menjalin kerjasama antar negara di wilayah tertentu di bidang ekonomi, politik, budaya, militer dan lain-lain.
Dengan mendukung MAPHILINDO- pidato Presiden Indonesia Soekarno tanggal 1 Juli 1963 di Manila berarti Indonesia telah berperan mendorong terbentuknya ASLIA. MAPHILINDO dapat dipandang sebagai bibit dari ASLIA. MAPHILINDO adalah gabungan negara-negara Malaysia, Philipina, dan Indonesia, yang diusulkan oleh Presiden Philipina Diosdado Macapagal. Patut dicatat bahwa pada waktu itu (Juli 1963) Singapura masih bagian dari Malaysia, Singapura baru pada 6 Agustus 1965 memisahkan diri dari Malaysia.

Jose Rizal
Perlu dikemukakan bahwa MAPHILINDO tersebut dapat dipandang sebagai implementasi dari Malaya Irredenta- impian pemimpin Philipina Jose Rizal s (1861 - 1896). Seperti diketahui dalam menghadapi kondisi dunia - yang kuat memakan yang lemah - _Jose Rizal bercita-cita membentuk Malaya Irredenta berbasis suku Melayu yang mendiami negara-negara Malaysia, Philipina, dan Indonesia, sehingga memperoleh posisi yang terhormat dalam pergaulan dunia. Sementara itu ASLIA adalah regionalism berbasis pada sesuatu yang lebih luas yaitu kesamaan iklim, adat-istiadat penduduk dan lain-lain.
Tanda-tanda kearah terbentuknya ASLIA a.l tampak dari dibentuknya Assosation of South East Asia Nations atau ASEAN di Bangkok pada tahun 1967 oleh mantan negara-negara terjajah di Asia Tenggara; Malaysia, Pilipina, Singapura, Thailand, dan Indonesia.

Ambisi regionalism seperti hal-nya ambisi Malaya Irredenta ataupun ASLIA tersebut, sebenarnya telah cukup lama hidup diantara bangsa-bangsa di berbagai belahan bumi. Penjelasan tentang ambisi regionalism itu dapat dilihat dari beberapa contoh sbb:

1.    Eropa Barat
Arestide Briand
Rencana gabungan "Pan Eropa" sebagaimana di cita-citakan oleh Briand & Kalergi di Eropa. Perlu diketahui bahwa Aristide Briand (1862 - 1932) adalah seorang politikus dan negarawan Perancis; sedangkan Richard Coudenhove Kalergi (1894 - 1972) adalah adalah politikus dan filsuf Austria
Jalan mencapai cita-cita Briand & Kalergi tersebut, yaitu adanya integrasi Eropa- bebas dari pengaruh Rusia dan Amerika,  ternyata harus melalui proses yang panjang. Dalam garis besarnya jalan atau proses tersebut dimulai dari pembentukan  European Coal and Steel  (ECSC) - Treaty of Paris (1951),  European Economic Community  (EEC) - Treaty of Rome (1957), dan  European Atomic Community  (Euratom) - Euratom Treaty ( 1957), kemudian berkembang menjadi  European Union  (Uni Eropa) seperti saat ini.

2.    Amerika Utara.
Rencana gabungan "Pan Amerika" oleh Henry-Clay di Amerika. Seperti diketahui pada tahun 1820 Henry Clay telah menyajikan prinsip-prinsip Pan Amerikanisme. Tidak lama sesudah itu di-deklarasikan doktrin Monroe, dimana Amerika Serikat menganggap segala campur tangan pihak luar dalam urusan negara-negara di benua Amerika sebagai bahaya (ancaman) terhadap keamanan dan keselamatan-nya. Namun doktrin Monroe ini oleh negara-negara Amerika Latin dicurigai sebagai kedok ambisi imperialistis dari Amerika Serikat.
Pada tahun 1994 berhasil didirikan organisasi NAFTA (North America Free Trade Agreement) yang terdiri dari negara-negara di Amerika Utara, yaitu Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko. NAFTA  bertugas melakukan koordinasi kegiatan kebudayaan, sosial dan kesehatan, serta hal-hal yang terkait dengan masalah kewarganegaraan, paspor, dan visa;

3.    Amerika Latin.
Di Amerika Latin, pada 1991 dibentuk Mercado Cumun de Sur (Mercosur) oleh 4 negara yaitu Argentina, Brasil, Paraguay dan Uruguay, selain Mercosur kerjasama antar negara-negara Amerika Latin lainnya juga telah dibentuk sebelumnya seperti: Andean Community (1969), Amerika Latin Economic System (1975), dan Latin American Integration Association (1980). Mercosur- dan kerjasama antar negara-negara Amerika Latin lainnya tersebut dimaksudkan untuk secara bersama memperkuat para anggotanya menghadapi perkembangan dunia khususnya perkembangan di bidang ekonomi.
Kerjasama antar negara-negara Amerika Latin tersebut kiranya dapat dipandang sebagai langkah awal menuju terbentuknya "negara gabungan Amerika Selatan";

4.    Negara-negara Arab.
Liga Negara-Negara Arab (Liga Arab) didirikan 22 Maret 1945 di Kairo oleh Mesir, Irak, Lebanon, Arab Saudi, Suriah, Yordania, dan Yaman. Tujuan Liga Arab pada dasarnya adalah:
  • mempererat persahabatan bangsa Arab;
  • memerdekakan bangsa Arab yang masih terjajah;
  • mencegah berdirinya negara Yahudi;
  • kerjasama antar bangsa Arab dibidang politik, ekonomi, dan militer.

Pada waktu ini anggota Liga Arab terdiri dari 22 negara antara lain adalah Aljasair, Irak, Yordania, Libiya, Maroko, Suriah, Arab Saudi, Somalia, Sudan, Mesir. Sudah barang tentu berdirinya Liga Arab ini tidak terlepas dari munculnya faham  "Pan-Arabisme"  yaitu gerakan penyatuan bangsa-bangsa Arab (dari samudra Atlantik sampai ke laut Arab) - sejak abad 19 sampai pertengahan abad 20.. Pan Arabisme ini sangat nasionalistik, menjaga tradisi Arab, dan anti kolonialisme Barat. 

5.    Jepang, Korea dan Mansyuria

Imperium Jepang?
Setelah peristiwa Meiji-Restorasi yang berlangsung dari tahun 1866 s / d 1869, Jepang merasa perlu untuk memperluas wilayah pengaruhnya guna mengamankan eksistensinya. Karakter imperialistik kekaisaran Jepang pada waktu itu telah membawa Jepang untuk merebut Korea yang tanahnya subur dan kaya akan bahan tambang. Kemudian melalui Korea, Jepang juga menguasai Mansyuria yang kaya akan bijih besi - untuk mengembangkan industrinya yang sedang tumbuh. Mansyuria yang luas dan subur tersebut sangat bermanfaaat bagi Jepang yang telah sangat padat penduduknya. Selain itu berdasarkan perjanjian Shimonoseki (1895) Jepang menduduki juga pulau Formosa (Taiwan).
Penggabungan wilayah Jepang, Korea dan Mansyuria tersebut dapat pula dipandang sebagai langkah terbentuknya "gabungan-negara (negara raksasa)". Kombinasi ini tampak tidak berjalan secara sukarela, namun atas paksaan kekuatan Jepang.

Hubungan antar negara seperti dalam lima contoh diatas menunjukan bahwa negara-negara di bumi ini cenderung ber-kristalisasi dalam kombinasi-kombinasi agar keberadaannya lebih stabil. Sampai pada abad ke-21 ini tampak gabungan-gabungan negara tersebut belum cukup memenuhi syarat sebagai "Kombinasi-negara (negara raksasa)"  yang akan membawa stabil-nya perdamaian dunia. Persyaratan yang harus dipenuhi- seperti juga yang disampaikan oleh Tan Malaka (lihat footnote), adalah sbb:
  • Sumberdaya yang cukup untuk seluruh kebutuhannya
  • Luas wilayah yang memungkinkan setiap penduduk memiliki ruang yang cukup untuk hidupnya;
  • Iklim   dan penduduk   dengan adat-istiadat yang lebih kurang sama;
  • Dapat membentuk suatu pemerintahan yang demokratis.

Jika bumi telah terdiri dari sejumlah "Kombinasi-negara (negara raksasa)" yang memenuhi persyaratan tersebut diatas- diperkirakan 8 s / d 10 kombinasi-negara, maka hubungan antar g abungan-negara menjadi lebih harmonis serta internal koalisi-negara di suasana demokratis. Hal itu menyebabkan perang dapat dihindari dan terjadilah perdamaian yang stabil.
Pada waktu ini belum ada satupun "gabungan-negara (negara raksasa)"  yang terbentuk. Namun dari lima contoh-contoh diatas tampak bahwa potensi terbentuknya "gabungan-negara (negara raksasa)"  adalah sangat nyata, dari ke-empat syarat, hanya kondisi terakhir-lah yang belum dapat dipenuhi- pemerintahan yang demokratis.
Disamping itu ada pula kerjasama antar sejumlah negara yang tidak berdasar atas wilayah (regionalisme), tetapi bedasar atas berbagai tujuan tertentu lainnya seperti: North Atlantic Treaty Organization (NATO), 1949; The Council for Mutual Economic Assistance (Comecon), 1949; Organization of Africa Unity, 1953; Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC), 1960; Gerakan Non Blok (Non-Aligned Movement), 1961; Organisasi Konperensi Islam (OKI), 1969; dan lain-lain. K erjasama antar sejumlah negara tersebut kiranya tidak akan menghambat terbentuknya "gabungan-negara (negara raksasa)".
Seperti telah dikemukakan dimuka; jika bumi ini terdiri dari sejumlah "gabungan-negara (negara raksasa)" yang memenuhi ke-empat syarat diatas, maka kehidupan dibumi akan harmonis, stabil, dan damai. Namun j ika salah satu dari ke-empat syarat tersebut tidak terpenuhi (misalnya: pemerintahan yang demokratis), perdamaian dunia juga akan sulit terwujud. Hal itu seperti yang telah terjadi pada masa yang lalu al dengan adanya pemerintahan "militerisme Jepang", atau mungkin saat ini dengan apa yang disebut sebagai Negara Islam Irak dan Suriah "ISIS".
Globalisasi sebagai akibat dari kemajuan teknologi transportasi dan komunilkasi, memang berakibat tidak ada-nya batas antar negara. Namun kodrat perbedaan iklim, adat-istiadat penduduk dan lain-lain menyebabkan batas itu tetap masih ada. Oleh karena itu faktor globalisasi tersebut, kiranya juga tidak akan menghambat potensi terbentuknya "gabungan-negara (negara raksasa)".
Sebelumnya manusia juga telah berusaha menciptakan bumi yang stabil dan damai dengan membentuk Liga Bangsa-bangsa pada tahun 1920 (setelah Perang Dunia I), yang ternyata gagal. Hal itu kemudian disempurnakan dengan pembentukan PBB atau Perserikatan Bangsa-bangsa pada tahun 1945  (setelah Perang Dunia II) yang masih berjalan sampai pada waktu ini.
Sementara itu gabungan atau asosiasi negara-negara tidak hanya terjadi di Eropa Barat dengan Uni Eropa, dan di Asia Tenggara dengan ASEAN, tetapi juga terjadi dibagian bumi lainnya seperti di Amerika Utara, Amerika Latin, Afrika, Timur Tengah (negara-negara Arab) dan lain-lain. Ulang gabungan atau asosiasi tersebut hanya merupakan kerjasama antar negara disuatu daerah dalam aspek ekonomi, namun kemudian meluas ke berbagai aspek lain seperti politik, sosial, budaya, dan militer.
Tan Malaka memperkirakan bumi ini akan damai jika terdiri dari 8 sampai 10 "kombinasi-negara (negara raksasa)", yang masing-masing mandiri, sama kuat dan memiliki pemerintahan yang demokratis. Gabungan-negara tersebut dapat dipastikan tidak akan saling menyerang satu dengan yang lainnya, karena masing-masing dapat berdiri sendiri serta memiliki sifat yang demokratis.
Republik Indonesia terletak di tengah-tengah area ASLIA, memiliki jumlah penduduk terbesar (lebih dari 200 juta jiwa) dan wilayah terluas (lk 2000 sqkm), serta kaya akan sumberdaya alam. Selain itu Republik Indonesia sesuai konstitusinya adalah anti imperialisme, dan pada awal abad ke-21 merupakan negara demokrasi terbesar ketiga dimuka bumi.
Dengan rakyat Indonesia yang bersatu dalam "Negara Republik Indonesia Proklamasi 17 Agustus 1945" yang kuat, niscaya Indonesia memiliki peluang menjadi pelopor terbentuknya ASLIA. Peluang ini harus-lah merupakan tantangan, kehormatan dan kewajiban sejarah bangsa Indonesia.
Terbentuknya ASLIA yang mandiri, kuat, dan demokratis, akan memicu munculnya "gabungan-negara (negara-raksasa)" sejenis di daerah lain, serta imperalisme akan surut dan akhirnya lenyap dari muka bumi. Bumi akan menjadi stabil, damai, dan harmonis.
*
Observe good faith and justice toward all nations. Cultivate peace and harmony with all (George Washington).
*




[1] Menurut Tan Malaka (pada tahun 1942), Aslia meliputi wilayah Birma (sekarang Myanmar), Thailand, Annam, Philipina, Semenanjung Malaya, Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Sunda kecil dan Australia Panas. Wilayah Australia Panas yang dimaksud luasnya sekitar 1/3 dari keseluruhan wilayah Australia. Tan Malaka yakin di zaman kuno, wilayah Indonesia menyatu dengan Australia. Hal itu berdasarkan penelitian yang dilakukan ilmu pasti Asia. Saat itu, manusia di tanah Indonesia juga berada di tanah Australia sampai proses alam akhirnya memisahkan tanah kedua wilayah itu.
Meski demikian, Tan Malaka sadar penduduk Australia di eranya mayoritas bukan warga pribumi. Di wilayah Australia bagian selatan yang berudara sejuk, dihuni oleh bangsa Eropa yang merupakan keturunan dari orang-orang hukuman Kerajaan Inggris di masa lampau. Tan Malaka menyebut wilayah itu sebagai Australia Putih. Mereka tak bisa hidup di wilayah Australia Panas. "Bangsa pindahan ini seperti juga di Amerika membinasakan lebih kurang menghancurkan bangsa Australia Asli dan perang lahir dan batin yang tiada henti-hentinya, di seluruh Australia Putih yang luasnya lebih kurang 1/3 pula dari seluruh dataran Australia yang luasnya 3 juta mil persegi itu, "kata Tan Malaka
Menurut Tan Malaka, seluruh wilayah Aslia memiliki berbagai kesamaan, dua di antaranya adalah kondisi iklim dan musim. Selain itu, alat perkakas, kehidupan ekonomi, sosial, politik, jiwa, perasaan, keinginan serta impian masyarakatnya juga tidak berbeda satu sama lain. "Singkat kata seluruh Aslia kini dalam segala cara penghidupan berada dalam kondisi yang bersamaan dan suasana serta kondisi dunia setelah Perang Dunia II ini membutuhkan asosiasi dan kerja sama ", kata Bapak Republik Indonesia itu.
Tan Malaka bercita-cita mewujudkan masyarakat yang tolong menolong dan sama rata dalam semua segi kehidupan di Aslia. Selain itu, Tan Malaka berpandangan, dengan terwujudnya Aslia, akan tercipta kesimbangan di dunia internasional. Hal itu berdasarkan pembagian negara-negara raksasa yang dilakukannya. Dia membagi negara-negara di dunia ini menjadi 8 sampai 10 kelompok raksasa. 

Jumat, 07 Februari 2014

Embargo

Ngunandiko.63


Embargo

Embargo umumnya di deklarasi-kan oleh negara (sekelompok negara) terhadap negara (sekelompok negara) lain untuk di-isolasi, embargo dapat menyebabkan negara yang di-isolasi tersebut dalam keadaan sulit. Keadaan itu sulit (—khususnya ekonomi—) terjadi jika akibat embargo tersebut  menyebabkan terhentinya input (impor) atau output (ekspor) barang dan jasa tertentu dari dan ke negara yang mengalami embargo.

Dalam pergaulan antar negara dan antar bangsa sering terdengar berbagai istilah seperti : ban ; embargo ; interdict ; interdiction ; prohibition ; proscription ; dan veto yang kira-kira semuanya berarti  suatu larangan. Dalam kesempatan ini akan diuraikan secara singkat renungan dan bahasan mengenai embargo yaitu salah satu dari istilah-istilah tersebut.
Untuk menyegarkan ingatan tentang  istilah embargo tersebut, kiranya patut dikemukakan bahwa pada masa Perang Kemerdekaan Indonesia atau Revolusi 17 Agustus 1945 (1945 – 1950), pemerintah Belanda di Den Haag pernah mengenakan EMBARGO EKONOMI terhadap Indonesia sebelum melakukan Agresi Militer (21 Juli 1947 - 5 Agustus 1947) ke wilayah Republik Indonesia.
Sementara itu dalam ekonomi dan politik internasional, embargo adalah  larangan perniagaan dan perdagangan dengan sebuah negara dan sebaliknya. Dari contoh EMBARGO EKONOMI diatas berarti pemerintah Belanda melarang Republik Indonesia, yang baru di proklamasi-kan pada tanggal 17 Agustus 1945, melakukan perniagaan dan perdagangan dengan negara-negara yang menyetujui penetapan embargo terhadap Indonesia tersebut dan sebaliknya.
Embargo umumnya di deklarasi-kan oleh negara (sekelompok negara) terhadap negara (sekelompok negara) lain untuk di-isolasi, embargo dapat menyebabkan negara yang di-isolasi tersebut dalam keadaan sulit. Keadaan sulit (—khususnya ekonomi—) akan terjadi, jika akibat embargo tersebut  menyebabkan terhentinya input (impor) atau output (ekspor) barang dan jasa tertentu dari dan ke negara yang mengalami embargo. Embargo pada umumnya didahului oleh suatu konflik yang tidak dapat diselesaikan melalui perundingan.

Embargo
Embargo dalam arti sempit dalam hukum Internasional adalah penahanan kapal dagang, muatan (cargo), dan anak kapal (crew) di suatu pelabuhan tertentu. Penahanan seperti itu pernah dilakukan oleh Portugis pada medio abad ke-15. Embargo dapat dikenakan pada kapal-kapal milik negara itu sendiri maupun milik asing. Sedangkan dalam arti yang lebih luas, embargo dapat dikenakan pada kapal dagang dan atau aset lain-nya agar tidak dipindahkan ke wilayah asing.
Pada masa itu (sekitar medio abad ke-15) penahanan kapal sering digunakan dalam rangka  melakukan antisipasi terjadinya perang – terutama dilakukan oleh Inggris dan Perancis – untuk memudahkan penangkapan dan penyitaan kapal musuh jika perang benar-benar terjadi. Embargo seperti itu, setelah 1854, sudah tidak digunakan lagi ; namun suatu embargo yang mirip itu yaitu penahanan  kapal  negara netral oleh negara-negara  yang berperang dan sebaliknya  masih dianggap legal dan di praktek-kan  secara luas selama Perang Dunia II. Ditahan-nya kapal netral oleh pihak yang berperang adalah awal dari “angary”—hak  negara yang berperang untuk merebut dan menggunakan atau menghancurkan  aset-aset netral dalam keadaan mendesak, namun aset milik negara netral yang disita harus diberi kompensasi. Pada Perang Dunia I dan II beberapa barang milik negara netral diklaim dan diperlakukan oleh negara- negara yang berperang seperti miliknya.
Penahanan kapal untuk mencegah kebocoran informasi, atau  sebagai tindakan balasan atas  tindakan-tindakan yang sebenarnya tidak salah disebut sebagai. “Arret de Prine”  Tindakan penahanan kapal (embargo) seperti itu dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap kapal-nya sendiri pada 1807, setelah kapal-kapal-nya secara ilegal disita oleh Perancis dan Inggris  "Arret de Prine"  juga digunakan oleh Inggris pada kapal Belanda pada tahun 1803 dan pada kapal Sisilia pada tahun 1839, dalam kedua kasus itu adalah suatu pelanggaran perjanjian.
Embargo yang diperluas atau embargo umum adalah berbeda dengan embargo yang sempit (embargo teknis) seperti yang telah dikemukakan diatas. Embargo ini tidak hanya menahan alat transportasi tetapi juga aset  lain untuk mencegah pindah ke wilayah lain (asing). Embargo (pada zaman modern) sering dikenakan secara kolektif, jika dilaksanakan secara damai dan dengan alasan yang proporsional, hal itu tidak bertentangan dengan hukum internasional dan piagam PBB.
Embargo yang diperluas atau embargo umum  paling sering dilakukan untuk alat-alat perang (mis: senjata, tank, pesawat terbang, amunisi dll) dan barang-barang strategis (mis : tungsten, minyak, petrokimia, produk nuklir dll). Embargo ini biasanya meliputi larangan perdagangan, pemberian kredit, penggunaan sarana transport, dan pengangkutan  ke daerah-daerah  tertentu. Sejak Perang Dunia II Amerika Serikat bersama dengan sekutu NATO-nya, Organisasi Negara-negara Amerika, atau Perserikatan Bangsa Bangsa telah memberlakukan berbagai bentuk embargo yang diperluas ini terhadap China, Cuba, Korea Utara, Rhodesia (Zimbabwe), Uni Soviet (Rusia), dan Vietnam.
Kadang-kadang embargo ini dilakukan hanya untuk satu jenis komoditi atau jasa saja. Misalnya Amerika Serikat memberlakukan embargo terhadap narkotika, emas (1933), helium (1935), dan jasa pos ke Inggris (selama pemogokan pos di Inggris, 1971).
Pada abad ke-20 dan kiranya juga pada abad ke-21, beberapa embargo  merupakan sanksi dari satu pihak secara individual  atau secara kolektif terhadap  pelanggaran hukum internasional atau piagam Perserikatan Bangsa Bangsa. Embargo atau sanksi tersebut dilakukan untuk : menjaga netralitas ; melindungi nyawa dan harta benda ; atau melestarikan sumber daya alam dan lain-lain. Namun kebanyakan embargo menjadi instrumen penekan atau intervensi dari suatu negara atau blok negara terhadap lawan-lawannya.

Amerika Serikat merasa tidak siap,  dengan kekuatan  militer (perang), melindungi kapal-kapal muatan miliknya.  Oleh karena itu Jefferson  memilih kebijakan bukan perang, tetapi memperkenalkan embargo sebagai sarana kekuatan ekonomi yang dipandangnya  lebih efektif dan lebih murah daripada menggunakan kekuatan  militer.

Sebelum melihat sejumlah contoh peristiwa pengenaan embargo yang lain yang pernah atau sedang berlansung, maka kiranya ada baiknya melihat  EMBARGO ACT yaitu Undang-undang Embargo yang disahkan oleh Kongres Amerika Serikat pada tahun 1807 terlebih dahulu sbb :
  • Konflik antara Inggris dan Perancis di Amerika Utara (Atlantik) di sekitar awal abad ke-19, antara lain berakibat di serang-nya kapal-kapal muatan  Amerika Serikat oleh kapal-kapal perang Inggris dan Perancis—walaupun Amerika Serikat telah menyatakan netral. Dalam keadaan seperti itu tampaknya Amerika Serikat hanya memiliki pilihan menggunakan kekuatan diplomasi (berunding) atau menggunakan kekuatan senjata (perang) dengan pihak penyerang untuk mencegah kapal-kapal muatan-nya diserang. Amerika Serikat merasa tidak siap melindungi kapal-kapal muatan miliknya tersebut dengan kekuatan senjata (perang). Oleh karena itu Thomas Jefferson (1743 - 1826) memilih kebijakan bukan perang, tetapi memperkenalkan embargo sebagai sarana kekuatan ekonomi yang dipandangnya  lebih efektif dan lebih murah daripada menggunakan kekuatan senjata.
  • Embargo Amerika Serikat tersebut melarang pengiriman pasokan berbagai komoditi ke Eropa, maka Amerika Serikat memiliki peluang mengurangi tekanan kekuatan angkatan laut Inggris. Hal itu karena Inggris – untuk dapat bertahan hidup – tergantung pada pasokan Amerika Serikat daripada Perancis. Pada saat yang sama Amerika Serikat berharap – disamping tidak menyerang kapal-muatan nya –   Perancis dapat membantu  membujuk Spanyol dalam membagi wilayah Florida, karena  embargo tersebut menguntungkan Perancis berkaitan konflik-nya dengan Inggris.
  • Namun setelah 15 bulan beroperasi, Undang-undang Embargo 1807 tersebut gagal (tidak berjalan seperti yang diharapkan) dan pada tahun 1809 terpaksa dicabut sebelum masa jabatan Jefferson berakhir. Ekonomi Amerika Serikat ternyata lebih menderita  daripada Inggris akibat embargo tersebut terutama New England. Sementara itu Perancis menolak mengakui kegunaan embargo tersebut bagi rencana perangnya. Nonintercourse laws tahun 1809 dan 1810 yang dimaksud sebagai pengganti Imbargo Act 1897 tersebut tidak pula lebih berhasil, akibatnya perang dengan Inggris (Perang 1812) tidak dapat dihindari.
Value of exports & emports
Untuk memperoleh gambaran lebih luas tentang embargo, maka berikut ini adalah beberapa contoh peristiwa pengenaan embargo yang pernah dan sedang berlangsung di berbagai negara dan di berbagai kurun waktu sbb :
  • Menjelang PD II (Perang Dunia Kedua) Amerika Serikat, Britania Raya, dan Belanda mengenakan embargo minyak terhadap Jepang. Dalam rangka mematahkan embargo tersebut balatentara Jepang pada tanggal 13 – 15 Februari 1942 menyerang Sumatra Selatan (Palembang) untuk merebut kilang minyak Shell di Plaju (didirikan 1903) dan kilang minyak Stanvac di Sungai Gerong (didirikan 1925) ;
  • Pada tahun 1945 “Negara-negara Sekutu”  berhasil mengalahkan “Negara-negara Poros” dalam Perang Dunia Kedua (PD II), namun berakhirnya PD II tersebut masih menyisakan konflik yang berkepanjangan antara Amerika Serikat & Co dengan Uni Soviet & Co. Konflik tersebut—yang lazim disebut sebagai “Perang Dingin” terutama adalah karena perbedaan ideologi. Untuk mencegah Uni Soviet membangun ekonomi dan militer yang dapat membahayakan Amerika Serikat & Co, maka pada tahun 1948 Amerika Serikat melakukan kampanye sanksi ekonomi terhadap Uni Soviet untuk jangka waktu yang panjang. Dan pada bulan Maret tahun 1948 itu juga, Departemen Perdagangan  Amerika Serikat mengumumkan pembatasan ekspor ke Uni Soviet & Co ; Kongres Amerika Serikat meresmikan pembatasan tersebut dengan Export Control Act of 1949”. Pada awalnya pembatasan ekspor tersebut dimaksudkan  sebagai tindakan sementara untuk mencegah senjata dan bahan strategis lain jatuh ke tangan musuh (Uni Soviet & Co).  Perang Korea pada tahun 1950 telah membuat ketegangan meningkat, pada tahun 1951 Amerika Serikat memperkuat sanksi tersebut dengan  Battle Act”. Menurut Battle Act”, Amerika Serikat akan menolak permintaan bantuan dari setiap bangsa yang tidak mengenakan  embargo barang- barang strategis (termasuk minyak bumi) terhadap Uni Soviet & Co. Namun di bawah tekanan dari para sekutunya, Amerika Serikat telah banyak memberi pengecualian dari tindakan embargo tersebut, dan hal itu menjadi sebab utama mengapa embargo tersebut tidak efektif ;
  • Setelah rejim Batista di Cuba (Amerika Selatan) digulingkan, maka pemerintahan baru Cuba (Fidel Castro) melakukan nasionalisasi sejumlah aset milik warga-negara dan perusahaan Amerika Serikat. Amerika Serikat menentang aksi nasionalisasi yang dilakukan oleh  Cuba tersebut, dan sejak Oktober 1960 mengenakan embargo perdagangan, ekonomi, dan keuangan terhadap Cuba yang berlangsung hingga saat ini ;
  • Amerika Serikat mengenakan “The 1980 Grain Embargo”, yang berisi larangan ekspor biji-bijian (gandum) dan teknologi  ke Uni Soviet. Embargo ini diprakarsai oleh pemerintahan Carter pada Januari 1980 sebagai reaksi terhadap invasi Uni Soviet ke Afghanistan. Embargo tersebut oleh Uni Soviet diabaikan, karena  Uni Soviet dapat memperoleh biji-bijian (gandum) dari sumber-sumber di Amerika Selatan dan Eropa. Pada April 1981, Ronald Reagan mencabut embargo tersebut, karena dianggap menyebabkan krisis pertanian yang merugikan Amerika Serikat (lihat pula : Wikipedia) ;
  • Amerika Serikat (Britania dll) telah mengenakan “embargo militer” terhadap Indonesia, karena Indonesia pada tahun 1999 dianggap melanggar HAM di Timor Timur. Embargo ini menyebabkan Indonesia antara lain tidak dapat membeli pesawat terbang F-5, F-16, dan C-130, serta Hawk termasuk suku cadang-nya. Akibat embargo tersebut, maka pesawat-pesawat tersebut yang telah dimiliki oleh Indonesia sebelumnya tidak dapat beroperasi sebagaimana mestinya ;
  • Pada awal Juli 2012 terhadap Iran dikenakan sanksi embargo minyak oleh Amerika Serikat dan sekutunya (Eropa Barat dan Israel). Hal ini karena Iran tidak menghiraukan keinginan Amerika Serikat (menghentikan program nuklir nya). Isu nuklir Iran sebenarnya sudah lama menjadi wacana politik dunia terutama di kalangan negara-negara Barat (lihat pula ; Marwan Upi, Kompasiana, 5/6/2012) ; 
  • China ternyata ikut menghambat program nuklir Korea Utara, hal itu dilakukan oleh China dengan mengenakan embargo terhadap berbagai peralatan yang dibutuhkan oleh Korea Utara untuk program nuklir tersebut. Pada 23 September 2013 China mengumumkan daftar barang yang termasuk dalam embargo a.l adalah "komponen untuk perangkat peledak nuklir dan sistem roket" (lihat pula ; siaran BBC)
Embargo pada dasarnya dimulai oleh adanya konflik antara dua pihak, masing masing pihak dapat satu negara atau banyak (kumpulan) negara. Jika konflik antara dua pihak tersebut tidak dapat didamaikan, maka sebelum menjadi konflik bersenjata salah satu pihak seringkali mengenakan embargo terhadap pihak yang lain. Embargo merupakan salah satu cara untuk memenangkan konflik tanpa menggunakan senjata--memenangkan perang tanpa perang.


Di dalam dunia politik internasional embargo adalah larangan perniagaan dan perdagangan dengan suatu negara.  Ada beberapa pertimbangan mengapa suatu negara mengenakan embargo terhadap negara lain, namun pada dasarnya embargo adalah salah satu cara untuk memenangkan konflik.

Konflik antara dua pihak tersebut dapat meliputi banyak persoalan maupun hanya meliputi satu persoalan saja. Konflik dapat bersifat diametral ber hadap-hadapan (misalnya : konflik kepentingan yang menyangkut hidup matinya negara) , namun dapat pula hanya karena perbedaan pandangan dalam suatu persoalan saja.
Di dalam dunia politik internasional embargo adalah larangan perniagaan dan perdagangan dengan suatu negara.  Ada beberapa pertimbangan mengapa suatu negara mengenakan embargo terhadap negara lain, namun pada dasarnya adalah untuk memenangkan konflik.
Dampak embargo tersebut terhadap keadaan ekonomi dan perdagangan internasional dapat bersifat sangat luas, tidak hanya pihak pemberi dan pihak penerima embargo tetapi juga terhadap pihak-pihak lain yang terkait.
Untuk memperoleh gambaran tentang dampak  tersebut, maka berikut ini disajikan beberapa contoh sbb :  


Dampak Embargo
  • Embargo minyak Iran (2012) ; Embargo yang dikenakan oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa terhadap Iran telah membuat perekonomian dunia ter-guncang antara lain dengan melonjak-nya harga minyak (minyak bumi dan produk ikutan-nya) di dunia. Menteri Keuangan Amerika Serikat, Timothy Geithner, mengatakan bahwa Washington sedang mempertimbangkan pilihan untuk menggunakan cadangan minyak strategis-nya guna menurunkan harga minyak.Harga bensin di Amerika Serikat meningkat sebesar hampir 9 persen per galon dalam seminggu terakhir dengan rata-rata USD 3,61, diperkirakan akan melonjak ke tingkat yang lebih tinggi. Harga minyak mentah AS juga melonjak sembilan persen tahun ini, mendekati angka 108 dolar per barel pada hari Kamis, level tertinggi sejak Mei 2011 (lihat : Republika).
  • Pada tahun 1980-an, negara-negara Amerika Serikat, Jepang, dan Korea Selatan menyatakan bahwa tujuan dari embargo yang dikenakan terhadap Korea Utara adalah  untuk melemahkan pemerintahan Korea Utara yang dianggap sebagai rejim berbahaya. Namun ternyata embargo tersebut hanya memberi dampak yang kecil bagi rejim yang berkuasa di Korea Utara, karena sampai saat ini sistem pemerintahan Korea Utara masih tetap tertutup serta enggan meninggalkan proyek senjata nuklir.Korban utama dari embargo tersebut justru adalah rakyat Korea Utara  yang sesungguhnya tidak ada kaitannya dengan program nuklir yang dilakukan oleh pemerintahnya. Fasilitas kesehatan Korea Utara yang  pada awalnya termasuk salah satu terbaik di negara-negara  berkembang,  karena pemerintah Korea Utara  menaruh perhatian lebih pada bidang kesehatan. Di Korea Utara antara tahun 1955-1986, jumlah rumah sakit telah meningkat hampir 10 kali lipat dari  285 menjadi 2.401, sementara jumlah klinik meningkat dari 1.020 menjadi 5.600 lebih. Rakyat Korea Utara  yang berobat di sejumlah Rumah Sakit atau klinik  tidak dikenakan biaya. Namun sejak dekade 1990-an, fasilitas-fasilitas kesehatan di Korea Utara telah  mengalami penurunan kualitas yang tajam.  Rumah Sakit & klinik-klinik  sering mengalami masalah seperti kekurangan obat-obatan, tenaga listrik dll. Sementara itu sejumlah besar rakyat Korea Utara masih menderita berbagai masalah kesehatan seperti mal-nutrisi, malaria & TBC. (lihat : Korea Utara) 
  • Amerika Serikat telah mengenakan embargo militer terhadap Indonesia (1999). Setelah embargo berjalan beberapa waktu, maka Indonesia mulai melakukan berbagai usaha untuk mengatasi dampak embargo tersebut antara lain melakukan kerjasama militer dengan negara-negara lain. Negara-negara lain tersebut adalah China, Korea Selatan, Rusia dan Turki,  langkah seperti itu  memang harus ditempuh oleh Indonesia. Jika Indonesia hanya menunggu Amerika Serikat mencabut embargo-nya, maka kebutuhan peralatan militer Indonesia tidak akan dapat terpenuhi, dan selalu tergantung dengan pasokan peralatan militer dari Amerika Serikat.Sudah barang tentu kerja sama dengan negara lain ini tidak serta merta menyelesaikan permasalahan peralatan militer Indonesia. Sebagai contoh peralatan militer (senjata) yang diimpor dari China hampir setengahnya tidak dapat dipakai, disamping itu biaya perawatan yang relatip tinggi. Hal itu dapat menyebabkan Indonesia mengalami kerugian finansial (lihat : Emansipatori)
  • Menteri Keuangan Inggris Vince Cable mengumumkan penghentian ekspor ke Argentina dihadapan anggota parlemen Inggris. Cable mengatakan, penghentian tersebut (embargo ekonomi) dilakukan untuk memastikan tidak ada barang-barang Inggris yang digunakan Argentina untuk menekan rakyat Falkland. Walaupun Inggris mengenakan embargo ekonomi terhadap Argentina dan hubungan kedua negara goyah sebagai akibat rebutan pulau Falkland   (Maret 1982), namun dampak embargo tersebut terhadap kerja sama perdagangan senjata yang dimulai pada 1998 tidak tampak. Dalam lima tahun terakhir, kerja sama perdagangan senjata antara Inggris dan Argentina bernilai lebih dari 3 juta pound sterling ( waktu itu kira-kira 44 miliar rupiah).

Demikianlah renungan dan bahasan singkat mengenai beberapa segi dari embargo.
Semoga bermanfaat !
*
When diplomacy ends, war begins
(Aldolf Hitler)

*