Ngunandiko.65
Mengetahui
Sebab dari Akibat
I.
Pendahuluan.
Tan Malaka |
Renungan dan bahasan
tentang “Mengetahui Sebab dari Akibat” ini telah pernah dimuat dalam “Warta HCRI” No.2 dan No.3 tahun 2003 dengan
judul “ Kesilapan di dalam menarik suatu kesimpulan dari suatu peristiwa”. Renungan
dan bahasan dalam tulisan ini adalah penyempurnaan dari tulisan dalam
“Warta HCRI” tersebut, dimana akan
diuraikan bagaimana hubungan antara “sebab” dan “akibat” dari suatu peristiwa,
dan bagaimana kita mencari sebab jika kita mengetahui akibatnya.
Sebagian besar bahan-bahan
yang digunakan dalam tulisan ini didasari oleh tulisan Tan Malaka dalam bukunya "Madilog"
Renungan dan bahasan dalam
tulisan ini akan disusun dengan urutan sebagai berikut :
- Eksperimen
- Jalan Persamaan (methode of agreement).
- Jalan Perbedaan (methode of diferencet).
- Sisa (residu).
- Perubahan Bersama (cob-comitent variation).
- Jalan Persamaan (joint methode).
- Penutup
II.
Eksperimen.
Eksperimen atau per-alam-an adalah suatu percobaan yang memiliki sistem dan berencana (untuk membuktikan
kebenaran suatu teori dsb). Eksperimen juga merupakan salah satu jalan
untuk mengetahui “sebab” dari “akibat”. Dengan jalan eksperimen dapat
diperlihatkan dengan jitu hubungan antara sebab dan akibat. Eksperimen untuk
mencari sebab dari akibat tersebut dapat dibagi dalam 5 (lima) methode atau
jalan :
Renungan dan bahasan dalam
tulisan ini akan disusun dengan urutan sebagai berikut :
- . Eksperimen
- . Jalan Persamaan (methode of agreement).
- Jalan Perbedaan (methode of different).
- . Sisa (residu).
- . Perubahan Bersama (con-comitant variation).
- . Jalan Persamaan (joint methode).
- . Penutup
III.
Jalan Persamaan
(methode of agreement).
Jika
seorang peneliti/pemeriksa ingin tahu apa yang menjadi sebab utama penyakit malaria, maka peneliti tersebut mencari
informasi dengan membaca buku, tanya dokter, tanya dukun dan lain-lain. Peneliti
tersebut akan memperoleh antecendent yaitu beberapa perkara yang yang
mendahului, yang mungkin menjadi penyebab penyakit malaria tersebut. Kemudian
semua antecendent itu dia susun menurut jalan persamaan.
Bagaimana
posisi jalan persamaan itu?
Persamaan
diantara beberapa bukti atau kejadianlah yang barangkali menjadi sebab (calon
sebab)—beberapa bukti atau kejadian yang
dapat dikumpulkan oleh si peneliti tersebut. Kemudian informasi yang
diperoleh si Peneliti tersebut disusunnya, misalnya dalam dua kelompok sbb :
- Kelompok Pertama : Nyamuk Anopheles, Teguran Hantu, Makan Rujak semuanya berkumpul dan disangka menimbulkan demam,panas, dingin.
- Kelompok Kedua : Nyamuk Anopheles, Angin Malam, Melangkahi Kubur orang keramat semuanya berkumpul dan disangka menimbulkan demam, panas dingin.
Mana
yang menjadi sebab dari akibat (“demam. panas, dingin” atau malaria) belum
diketahui. Peneliti tersebut lalu menyusun suatu formula :
- Nyamuk Anopheles (sebagai calon sebab), dia (si Peneliti) pendekkan dengan huruf A, dan akibatnya dengan huruf a (dia belum tahu, bahwa akibatnya demam).
- Teguran Hantu (di rimba atau ketika mandi di hari panas) dengan huruf H, dan akibatnya dengan huruf h (dia juga belum tahu, bahwa akibatnya demam atau bukan).
- Makan Rujak dengan huruf R dan akibatnya r (dia juga belum tahu, bahwa akibatnya demam atau bukan).
- Melangkahi Kubur dengan huruf K dan akibatnya k (dia juga belum tahu, bahwa akibatnya demam atau bukan).
- Angin Malam dengan huruf M dan akibatnya m (dia juga belum tahu, bahwa akibatnya demam atau bukan).
Kelompok
Pertama dan Kedua dari calon sebab tersebut diatas dan akibatnya, dia jajarkan
pada dua baris dan di tinjaunya :
Pada
Kelompok Pertama : AHR akibatnya ahr ; a itu ialah demam, panas, dingin ; hr masing-masing penyakit satu-satu : juga demam, panas, dingin.
Pada
Kelompok Kedua : AMK akibatnya amk ; a itu ialah demam, panas, dingin ; hr masing-masing penyakit satu-satu
: juga demam, panas, dingin.
Pada
dua jajar Kelompok Pertama dan Kelompok Kedua
tersebut kita lihat akibat ialah demam, panas, dingin ; dan A diantara tiga antecedent selalu ada,
yakni para calon-sebab yang selalu ada.
Sekarang
dia periksa mulai dari akibat : demam, panas, dingin (a) tak bisa disebabkan oleh H
dan R, karena pada jajar Kelompok
Kedua H/R tidak ada, tetapi
akibatnya yakni demam, panas, dingin sebaliknya ada.
Juga
M/K tidak bisa menyebabkan demam,
panas, dingin ; karena pada jajar Kelompok Pertama M/K itu tidak ada, sedangkan sebaliknya demam, panas, dingin itu
ada.
Jadi
nyatalah A, yakni nyamuk Anopheles
yang jadi sebab, Bukan Teguran Hantu (H),
Makan Rujak (R), Angin Malam (M), atau Melangkahi Kubur (K).
H/R dan M/K pada dua jajar Kelompok
Pertama dan Kelompok Kedua tersebut boleh diabaikan tanpa mengganggu akibat.
Dalam
per-alam-an atau eksperimen, dimana si Peneliti ingin tahu akibat dari beberapa
calon sebab, maka ia mulai dari sebab.
A
pada jajar kesatu tidak bisa menimbulkan hr, karena pada jajar kedua A juga ada
tetapi hr tidak ada.
Jadi
akibat dari A yang hadir pada dua
jajar itu, mesti juga hadir pada dua jajar. Dia itu tak lain, melainkan a, yakni demam, panas, dingin.
Contoh tersebut diatas
adalah untuk hal-hal yang gampang, namun dalam suatu penelitian/pemeriksaan
ilmiah (science) tidaklah selalu sesederhana itu, kadang-kadang sebab itu
kembar dengan sebab lain. Jadi akibatnya berpadu pula seperti :
- Suatu perahu dihanyutkan arus, umpamanya dari barat ke timur, kalau angin kuat bertiup dari utara ke selatan, maka perahu itu tak akan jatuh di timur, melainkan di antara timur dan selatan, di tenggara upamanya.
- Dua sebab Oksigen dan Hidrogen ; keduanya dalam kimia dapat berpadu dahulu jadi barang ketiga “air” yang berlainan sifat dari dua asalnya.
- Selain dari itu sebab bisa kembar, boleh jadi dua sebab berlawanan. Kalau keduanya sama kuat seperti 2 – 2 = 0, maka keduanya bungkem, berdiam diri saja, walaupun hadir.
Banyak
contoh yang dapat dikemukakan, tetapi kiranya contoh diatas dapat dipandang
cukup. Jika jalan mencari sebab dengan “Jalan Persamaan” seperti diuraikan
diatas dapat diintisarikan, maka adalah sbb :
- Calon sebab yang hadir pada semua jajar itulah yang menjadi sebabnya kejadian.
- Asingkanlah “Calon sebab” yang hadir pada semua jajar itu. “Calon sebab” itulah yang “sebab”, dimana si “Polan” ada, disana ada “akibat”.
Kalau
begitu si “Polan” lah yang menjadi “sebab” ; yang menjadi “biang” kejadiannya.
IV.
Jalan Perbedaan
(methode of difference).
Dimana
si Polan tak ada, disana tak ada pula akibat. Ini adalah kebalikan dari jalan
persamaan. Menurut jalan persamaan, dimana Anopheles ada, disana demam, panas,
dingin (malaria) ada. Tetapi menurut jalan perbedaan, dimana Anopheles tak ada,
disana pula demam, dingin, panas tak ada. Pada jalan persamaan kita susun si Polan (calon sebab) pada beberapa jajar,
dimana si Polan selalu hadir dan akibat selalu ada.
Pada
jalan perbedaan, kita bandingkan jajar yang berakibat dengan jajar lain, yang
semuanya bersamaan dengan jajar pertama kecuali tak berakibat. Pada jalan
persamaan si Polan yang dicurigai, jadi sebab itu sama pada dua (atau lebih
dari satu) jajar, tetapi perkara yang lainnya H/R semuanya berlainan dengan M/K.
Pada
jalan perbedaan kedua jajar bersamaan semua perkaranya, kecuali pada satu jajar
“si Polan” itu ada dan pada jajar kedua “si Polan” lenyap ( tak ada).
- .Jajar ke-1 . . . . . . . . . A/H/R ahr
- .Jajar ke-2 . . . . . . . . . H/R hr
Si
pemeriksa simpan saja dalam hatinya hal ini : Ketika si Polan ada, akibatnya juga ada (seperti seorang
Reserse pikir hal ini kalau “si Pemarah” ada, maka selalu ada keributan). Coba
saja periksa bagaimana jadinya, kalau dia (“si Pemarah”) tak ada. Kalau
akibatnya tak ada pula, maka teranglah sudah, bahwa “si Pemarah” si Polan
itulah yang jadi sebab.
Pemeriksaan
:
Kalau
akibat ke-1 dari AHR itu ahr, dan akibat ke-2 dari HR itu hr, maka ternyatalah bahwa akibat dari A itu adalah a.
- Dimana A itu ada, akibatnya juga ada, ialah a (jajar ke-1) ;
- Dimana A tak ada disana, akibatnya a pun tak ada (jajar ke-2).
Teranglah
A yang menjadi sebab.
Kalau
nyamuk Anopheles, Hantu, dan Rujak ada, maka akibatnya, ialah : demam dan panas
ada, tetapi jika sang Nyamuk tak ada walaupun Hantu dan Rujak keduanya ada,
demam dan panas tak ada. Tentulah sang Namuk biang keladinya. Jadi A tak boleh dibuang, kalau dibuang
akibatnya juga hilang.
Boleh
juga kita mulai dari belakang :
- Ke-1 kita susun akibat, yakni ahr, disebabkan AHR ;
- Ke-2 akibatnya hr saja.
Kalau
dalam hal kedua ini antecendentnya calon sebab ialah HR, maka kita tahu bahwa a
pada jajar ke-1 itu dilahirkan oleh HR.
Kalau kita tahu bahwa hr, umpamanya
pusing kepala dan sakit perut itu diterbitkan oleh mandi hari panas (ditegur
hantu) dan makan rujak, maka yakinlah kita bahwa a yakni demam panas disebabkan oleh A, namuk Anopheles.
V.
Jalan Sisa (Residu).
Jalan
ini ada juga berhubungan dengan jalan yang telah dijelaskan diatas. Pada jalan
ini kita cari sebab pada sisa, yaitu sisa dari semua sebab yang sudah kita
ketahui. Umpamanya: ABC selalu diikuti oleh akibat abc.
Pada pemeriksaan
dahulu sudah kita ketahui bahwa akibat dari A ialah a; dari B ialah b; dan
akibat dari C ialah c. Sekarang kita kurangkan semua akibat dari abc dengan
jumlah bc: kita peroleh sisanya:
Kita
tahu, bahwa akibat a ini mesti disebabkan oleh A. Aturan bekerjanya pada jalan ini
ialah:
Kurangkanlah
semua sebab dengan jumlah-sebab yang sudah diketahui. Sisa dari pengurangan
itulah yang jadi sebab dari sisa akibat.
Contoh
yang populer:
Seorang
mendapat demam, dingin, panas dari buku bacaan seorang dokter dan dukun. Dia
kumpulkan semua calon sebab: nyamuk Anopheles, teguran Hantu mandi dihari panas
, dan makan Rujak, ABC akibat abc.
Dia
tahu, bahwa akibat dari teguran Hantu B hanya pusing kepala (b), dari makan
rujak C hanya sakit perut (c). Jumlah sebab BC dan jumlah akibat ialah bc.
Tinggal lagi akibat abc – bc = a. Dengan yakin dia putuskan, bahwa sakit demam,
dingin-panas mesti dia peroleh dari nyamuk Anopheles (A). Jalan ini dalam Ilmu
Bintang banyak pakai dan banyak pula hasilnya.
Contoh:
Saat
bintang beredar, peredarannya tentulah dibentuk oleh beberapa bintang yang
lain. Sudah diketahui beberapa bintang lain yang membentuk jalan peredarannya,
umpamannya bintang ABC akibat abc.
Tetapi masih ada akibat, x, misalnya yang belum diketahui bintang yang
membentuk akibat x itu. Si Ahli bintang main hitung dan main teropong. Kemudian
dia dapati bintang itu, x umpamanya.
VI.
Jalan Perubahan Bersama (Con-comitant
variations).
Seperti
kita ketahui “panas” ialah sebentuk kodrat, yang pada pemeriksaan ini menjadi
barang (obyek) pemeriksaan kita. Seperti dahulu sudah dikatakan, kodrat itu
tidak bisa dipisahkan dengan benda. Si Mistikus boleh menceraikan jasmani
dengan rohani itu, namun scientist dalam laboratorium tak bisa
berpikir seperti itu, apalagi menjalankan perceraian kodrat dengan benda.
Kalau
kita jajarkan beberapa contoh, yang bersamaan cuma dalam hal panas saja (A),
dan semua hal lainnya, berbeda satu-persatu, maka kita bisa pakai jalan
Persamaan. Disini panas sebagai sebab atau akibat bisa ditangkap dan
diasingkan. Tetapi selainnya dari perkara panas semua contoh itu juga bersamaan
dalam hal badan. Semua contoh itu punya badan. Tak ada barang yang mempunyai
panas dan tak punya badan. Jadi jalan persamaan tak bisa dipakai.
Kalau
kita bisa jajarkan beberapa contoh pula, yang satu jajar mempunyai panas (A),
jajar yang lain tiada mempunyai panas (A) itu, maka kita boleh pakai jalan
perbedaan. Kalau pada jajar tak-ber-A itu, tak punya panas itu, akibat juga
lenyap, maka nyatalah bahwa panas (a) itulah yang menjadi sebab. Tetapi
keberatan diatas kita juga jumpai disini. Kita gampang susun pada satu jajar,
beberapa benda yang sama-sama punya panas (A), tetapi mustahil mendapatkan
benda pada jajar kedua yang tak-ber-panas.
Dalam
hal ini jalan perbedaan juga tak bisa dipakai. Kalau kita bisa kurangkan jumlah
semua sebab dengan jumlah sebab yang sudah diperalamkan ABC-BC = A dan sisanya
cuma satu (A) ialah panas, maka kita bisa pakai jalan sisa. Kita tahu bahwa A,
panas itulah yang menjadi sebabnya akibat (a). Tetapi sisanya tiada saja A
(panas) tetapi juga badan, ialah badan yang perlu buat mengandung panas. Jadi
kita tak bisa tahu, apakah panas ataukah badan yang menerbitkan akibat. Jadi
jalan sisa-pun tak bisa dipakai. Untunglah ada lagi satu jalan. Walaupun calon sebab itu (disini
panas) tak bisa sama sekali kita ceraikan
dari bendanya, kita bisa ubah calon sebab itu dengan tidak melenyapkan (panas)
itu sama sekali. Kalau perubahan sebab itu (A) mesti diikuti pula oleh
perubahan (modification) dari akibat (a), maka
kita tahu, bahwa calon sebab (A)
itulah yang sebab sebetulnya. Jadi kita turun-naikkan (quantity, banyak) panas
itu. Turun-naiknya itu menyebabkan turun-naiknya akibat pula.
Penunjuk
jalan, bekerja, menurut Jalan Perubahan Bersama ini: Apabila perubahan satu
bukti atau kejadian diikuti oleh perubahan bukti atau kejadian lain, maka bukti
atau kejadian itulah yang menjadi sebab atau akibat dari bukti atau kejadian
lain.
Galileo |
Galileo
(1564 – 1642) dan Ahli Bintang tadi mesti lari pada jalan perubahan tergantung
disebabkan tarikan bumi, seperti buaian pendulum (gandulan) jam, Galileo
berjumpakan pengaruh gunung. Gunung ini seperti panas tak bisa dilenyapkan.
Ahli Bintang yang memeriksa “pasang naik dan pasang turun” berjumpakan pengaruh
bulan. Bulan pun tak bisa dilenyapkan dari per-alam-an (experiment).
Galilieo dan Ahli Bintang tadi mesti lari pada jalan perubahan bersama. Contoh dari
jalan keempat ini, akan diberikan bersama dengan jalan terakhir yang akan diuraikan
dibelakang ini.
VII.
Jalan Campur Aduk (Joint method).
Jarang
sekali Alam kita ini memberi contoh, dimana si Pemeriksa cocok dan gampang
memakai Jalan Persamaan saja atau Jalan Perbedaan saja. Biasanya hukum atau
sebab yang dicari itu tersembunyi dalam atau terikat oleh beberapa perkara yang
bisa jadi sebab atau hukum. Dalam hal ini si Pemeriksa lari dan berlindung pada
Jalan Campur aduk. Biasanya jalan itu diterjemahkan dengan campuran Jalan
Persamaan dan Jalan Perbedaan. Tetapi percampuran yang gampang inipun tak mudah
didapat. Sering percampuran itu ditambah dengan jalan lain, dengan jalan
Perubahan bersama, umpamanya.
Sebagai
perkara terakhir dari uraian cara bagaimana seorang scientist bekerja untuk
mencari hakekat berupa sebab atau hukum, maka sebagai contoh yang dipakai oleh
John. Stuart Mill (an
English philosopher, political economist and civil servant. 1808 – 1873) dari pemeriksaan seorang physiologist dan neurologist Dr. Brown
Seguard (1817 – 1894). Contoh itu akan susah dimengerti kalau disalin begitu
saja, maka berikut ini akan diambil maknanya saja. Sudah tentu contoh ini hanyalah
salah satu dari contoh bagaimana seorang scientist bekerja.
John Stuart Mill |
Sebagaimana
diketahui seorang Mistikus tak perlu menghiraukan bukti dan benar atau
banyaknya bukti yang mau diperiksa. Tak perlu memperamati atau memperalami
buktinya itu. Tak perlu memperdulikan perhubungan sebab dan akibat. Tak perlu
ia memperdulikan apakah simpulan yang diperolehnya itu benar buat semua tempo
atau tempat. Apalagi jalan mencari undang atau sebab itu. Ini semua perkara
diluar perhatian dan maksudnya hal gaib tadi. Kalau impiannya bisa melayang
kesemua penjuru Alam melalui semua Bintang dan awang-awang, atmosphere, stratosphere dan
sebagainya melalui dunia fana dan baka, surga dan neraka, kalau perut kosong
mata tak tidur beberapa hari, pikiran memang bisa melayang lebih cepat dari flying
fortress dan bisa pula berjumpa dengan yang digambar dalam otak:
malaikat atau bidadari yang bermata seperti burung merpati; kalau “teori” berupa
kepercayaan baru yang didapatnya menyelimuti semua kegelapan zamannya, memberi
pengharapan dan menghilangkan ketakutan manusia dalam masyarakatnya; kalau
seterusnya lidahnya cukup liat seperti karet dan urat leher di tangannya kuat
seperti baja: terutama kalau dalam pertempuran mulut dan tangan dia bisa kuat
“menang”, maka kepercayaan dia tadi jadi kepercayaan umum.
Dia
bisa dianggap sumber kekuatan dan bisa dianggap Nabi atau Tuhan sendiri. Tetapi
si Scientist tak bisa menetapkan tinggal namanya dalam sejarah
manusia dengan kalah atau menang berperang mulut atau jiwa saja.
Kalau
“simpulan akibat” yang diperolehnya dengan jalan scientific tak
bisa dilaksanakan, diperalamkan di semua tempat dan tempo, gagallah teori atau
hukum yang diperolehnya. Sebagai pemeriksa atau perintis jalan dia bisa terus
dihargai, tetapi hasil pemeriksaannya tak akan dianggap sebagai sumber hakekat,
tak lapuk oleh hujan, tak lekang oleh panas (seperti adat asli Minangkabau).
Akhirnya “hakekat” yang diperoleh scientist, bukanlah hakekat yang mesti
diterjemahkan dengan pasti atau dilaksanakan dengan tepat dan tak
putus-putusnya. Satu kali saja berjumpa kegagalannya, semua hakekat itu mesti
dicurigai, buat dibentuk baru atau dibuang sama sekali.
Barang siapa tiada menganggap simpulan science itu
sebagi “working hypothesis”, teori buat dilaksanakan, dipakai dan kalau perlu
dilemparkan, maka jatuhlah ia pada dunia dogma, dunia kepercayaan semata-mata.
Kembali
pada Dr. Brown-Seguard ( physiologist dan neurologist), sebagai salah satu contoh pemakai jalan Campur Aduk.
Lebih tinggi goncangannya
(gemetarnya) urat (hewan atau manusia) ketika mati, lebih lambat urat itu tegang
dan lebih lama ketegangan itu dan lebih lambat urat itu jadi busuk. Dengan perkataan
lain: keras kendurnya goncangan urat selalu diikuti oleh cepat-lambatnya
ketegangan urat. Hukum inilah yang dia mau uji dengan peralaman dan Jalan
Logika ( lihat : Undang Dr. Brown Seguard).
Ke-1. Dia potong satu (urat)
sarafnya satu hewan, pada kaki kiri. Ini kaki jadi lumpuh. Kaki kanan tinggal
sehat. Kedua kaki pada satu binatang tadi semua bersamaan, kecuali kirinya
lumpuh dan kanannya sehat. Hewan tadi segera dibunuh. Ketika hewan itu sedang mati kelihatan
goncangan uratnya kaki lumpuh lebih cepat dari kaki sehat. Jadi perbedaan itu
dalam hal goncangan dan tegang urat itu terdapat pada lumpuh dan sehat (Jalan
Perbedaan).
Dia per-alam-kan dua, tiga
sampai empat kali. Dia takut kalau ada perbedaan lain dari lumpuh dan sehat
saja. Sebab itu dia ambil bermacam-macam hewan, tetapi hasilnya sama. Sekarang
hewan tidak segera dibunuh sesudah dilumpuhkan. Sebulan sesudah itu, sekarang
goncang dari urat kaki lumpuh tadi berhenti. Akibat juga berlainan dengan
pembunuhan, pada saat hewan dilumpuhkan; sekarang ketegangan urat lebih keras
datang dan kurang lama. perbedaan pada dua pembunuhan itu cuma satu, ialah:
Perbedaan kerasnya goncangan urat.
Pada pembunuhan pertama,
goncangan urat keras dan ketegangan sesudah mati lebih lambat datang dan lebih
lama. pada pembunuhan kedua sesudah satu bulan goncangan urat sudah kendor,
ketegangan sesudah mati lebih lekas datang dan kurang lama. Perbedaan
pembunuhan pertama dengan yang kedua cuma satu: Pada pembunuhan pertama
goncangan urat keras, sebab lekas dibunuh sesudah dilumpuhkan. Pada pembunuhan
kedua goncangan urat, kendor, sebab dibunuh setelah satu bulan. Perbedaan sebab
cuma pada keras-kendornya goncangan urat.
Perbedaan ini mendapat
perbedaan lama lekasnya datang, akibat ketegangan (disini juga dipakai Jalan
Perbedaan).
- Calon-sebab : A/B/C akibat abc.
- Calon–sebab : B/C akibat bc.
- Jadi- sebab : A berakibat a.
Bahwa goncangan urat itu
disebabkan kematian, dengan Jalan Perbedaan juga sudah lama diketahui.
Goncangan urat itu berbeda pada binatang hidup dan mati. Tetapi lekas-lambat
datangnya ketegangan tiadalah bergantung pada kematian, melainkan pada
keras-kendornya goncangan (gemetarnya) urat sesudah mati.
Sebetulnya perbedaan
keras-kendornya goncangan urat itu pada dua peralaman tadi sudah mengandung
Jalan-Perubahan-Bersama. Disini ktia tiada berjumpakan goncangan keras dari
urat dan goncangan berhenti (hilang) saja, melainkan perubahan keras bergoncang
saja. Kalau goncangan sama sekali hilang, barulah boleh dinamakan semata-mata
Jalan Perbedaan.
Ke-2. Lebih
rendah (dingin) hawa urat ketika mati, lebih keras goncangannya urat. Berhubung
dengan ini lebih lama pula datangnya ketegangan. Jadi hawa panas atau dingin
dirubah. Juga disini sebetulnya dipakai Jalan-Perubahan-Bersama.
Ke-3. Makin lama gerak badan
(sport) dijalankan lebih kendor goncangan (gemetar) urat. Mangsa pemburuan,
kalau di bunuh sebelum berhenti lelah, uratnya tegang dan busuk lekas sekali.
Jago mati dalam kalangan begitu juga. Sama dengan itu juga, nasibnya serdadu
mati dimedan peperangang. (Disini dipakai Jalan-Perbedaan). Perbedaan diantara
sebab cuma perbedaan cape yakni payah dan tak lelah.
Ke-4. Makanan
baik memperkeras goncangan urat. Seseorang sehat mati dengan diperkosa, uratnya
bergoncang keras dan lama, ketegangan urat lambat datangnya. Begitu juga lama
baru busuk. (Kita mendapat akibat sebaliknya, kalau makan dikurangkan). Tidak
satu bukti saja pada masing-masing peralaman diatas ini, yang diperiksa,
melainkan beberapa bukti, berhubungan dengan makanan baik dan makanan buruk
itu.
Disini sebetulnya kita
sudah berjumpa dengan Jalan-Campur-Aduk antara Jalan-Persamaan dan Perbedaan,
malah juga dengan Jalan-Perubahan-Bersama. Pada satu jajar kita dapati beberapa
bukti yang bersamaan dalam satu hal, ialah beberapa ketegangan urat lama itu,
semuanya disebabkan makanan baik. (Jalan-Persamaan). Pada jajar kedua kita
dapati begitu juga: Beberapa ketegangan yang lekas datang dan perginya itu,
disebabkan oleh satu persamaan pula: makanan buruk (Jalan Persamaan). Tetapi
pada jajaran pertama kita dapati makanan baik dan pada jajar kedua kita dapati
makanan buruk. Jadi calon-sebab ada pada jajar pertama dan tak ada pada jajar
kedua (Jalan-Perbedaan). Sebetulnya juga ada pada jajar pertama, tetapi berubah
pada jajar kedua( Jalan-Perubahan-Bersama).
Ke-5. Gemetar
urat seluruh badan, seperti sport yang menghabiskan tenaga, juga mengendorkan
goncangan urat. Uratnya tegang dan busuk lekas sekali. Gemetar urat seluruh
badan yang membawa ke kubur itu disebabkan oleh bermacam-macam perkara: satu
jenis Kolera, satu jenis racun, dsb (Jalan-Persamaan).
Ke-6. mati
karena petus. Ini perkara lebih sulit dan mesti diperiksa lebih dalam. Pada
satu jenis mati ditembak putus “ketegangan urat” atau sama sekali tak ada atau
begitu cepat sehingga tak kelihatan. Dalam hal ini urat lekas busuk. Pada jenis
lain, mati ditembak petus juga, akibat seperti biasa: ada ketegangan urat itu.
Apa perbedaan petus dan petus itu?
Pada jenis pertama,
kematian tadi mungkin langsung disebabkan: ketakutan: terbang darah
di sekeliling otak atau dalam rabu, gempa otak, dsb (hersenschudding). Tetapi
tak ada di antar calon sebab ini (terbang darah, dsb) yang bisa hentikan
ketegangan urat seperti hal pertama ditas.
Pada jenis kedua, kematian
tadi boleh jadi langsungnya disebabkan: gemetar (convulsion) tiap-tiap urat
badan.
Akibat dari gemetar
tiap-tiap urat ini, ialah: sama sekali berhentinya goncangan urat itu dengan
segera. Begitu cepat perhentian itu sampai tak bisa dilihat. Kalau ketegangan
itu seperti biasa, maka mati ditembak petus itu berlainan dengan hal dibelakang
ini, artinya bisa dilihat.
Ujian? Hal ini tentu tak
bisa diperalamkan! Tuan dokter tak boleh ambil orang dan dibiarkan ditembak
petus. Dia bisa ambil hewan dan tunggu petus. Tetapi berapa lama? Boleh jadi
pula tali binatang tadi saja yang kena, dan bintangnya bisa lari. Tuan dokter
ambil hewan lain dari orang, dan petus yang lain jenis, ialah listrik.
Binatang dibunuh oleh
Listrik: ketegangan uratnya singkat dan busuknya lekas datang. Lebih hebat
listriknya, lebih singkat ketegangan dan lebih cepat kebusukan. Listrik
sehebat-hebatnya, goncangan urat pada saat saja diberhentikan, cuma lebih
kurang 15 menit.
Jadi disini, ialah listrik
diturun-naikkan, dirubah dan akibat juga turun-naik, berubah. Kalau tabrakan
listrik maha-hebat, seperti petus, maka ketegangan itu juga di cepat kan dengan
angka perbandingan, sampai hilang atau tak kelihatan sama sekali. (Nyatalah
disini cuma Jalan-Perubahan-Bersama yang bsia dijalankan!). Begitulah dengan
peralaman ke-6, peralaman listrik ini, diuji undang Dr. Brown Seguard tadi,
yang menunjukkan perhubungan sebab dan akibat antara keras-kendornya “goncangan
urat” dan “cepat-lambatnya ketegangan urat”.
Dr. BROWN me-ikhtiarkan sbb
:
- Pertama: Apabila tingkat “goncangan urat” itu tinggi, pada saat mati ditimbulkan dalam keadaan: (a) makanan baik; orang mati terperkosa dalam sehat; (b) berhenti, goncangan urat karena kelumpuhan; (c) kena pengaruh kedinginan. Maka dalam semua hal ini (a, b, c) ketegangan urat, datangnya “lambat” dan lama tegangan itu; urat itu lama baru busuk dan perlahan busuknya (lawan diatas).
- Kedua: Apabila tingkat “goncangan urat” itu rendah, pada saat mati, ditimbulkan dalam keadaan: (a) makanan buruk; (b) lelah sampai kehabisan nafas; (c) gemetar urat seluruh badan disebabkan racun atau penyakit kolera, maka dalam semua hal ini (a,b,c) ketegangan urat itu datangnya “cepat” dan perginya cepat pula dan kebusukan urat itu cepat pula datangnya dan perginya.
Pada contoh pertama dan
kedua ini dipakai Jalan-Campur-Aduk dari Jalan-Persamaan dan Perbedaan. Pada
jajar pertama kelihatan persamaan akibat, ialah “lambat” datang dan berhentinya
ketegangan urat, walaupun dalam keadaan berlain-lain (a, b dan c). Persamaan
akibat itu didapat pula pada calon-sebab yang sama, ialah keras goncangannya
urat pada saat mati, walaupun dalam keadaan berlainan pula. Jadi pada jajar
kedua ini terpakai Jalan-Persamaan juga. Tetapi kalau jajar dibandingkan dengan
jajar, maka nyatalah bahwa Jalan-Perbedaan yang dipakai. Pada jajar pertama
kita jumpai goncangan urat yang cepat bagai persamaan-calon-sebab. Sedangkan
pada jajar kedua calon-sebab yakni goncangan cepat itu tak ada.
Sebetulnya bukan tak ada
sama sekali, berbeda sama sekali seperti hidup dan mati, melainkan berubah
tingkatnya. Pada jajar pertama kita peroleh “goncangan cepat”, sedangkan pada
jajar kedua kita ketemukan “goncangan kendor”. Disini sebetulnya dipakai
Jalan-Perubahan-Bersama.
Sudah diperlihatkan pada
lain tempat oleh para Pemeriksa, bahwa “goncangan urat’ itu sebabkan oleh
kematian. Ini ditunjukkan dengan Jalan-Perbedaan mati dan hidup. Dan mati
itulah pula sebab asli dari “ketegangan urat” dan seterusnya “kebusukan urat”.
Tetapi bukan sebab asli itu yang menjadi pangkal dan ujung peralaman Dr. Brown.
Yang dinyatakan oleh peralaman ini, ialah: Keras kendornya gonacangan urat itu
selalu diikuti oleh cepat lambatnya ketegangan urat. Walau “sebab” yakni “keras
kendornya” itu dalam berjenis “keadaan mati” (a, b, c) sebab tadi selalu
diikuti oleh akibat, yakni cepat, lambatnya ketegangan urat.
Memang susah memahami
semua peralaman, ikhtisar dan Logika yang dipakai oleh Dr. Brown. Satu kata
saja yang dipakainya akan lupa, atau kurang jelas, maka lumpuhlah usaha kita.
Semua kata mesti dipahami dan diulang membaca, lebih-lebih oleh kita yang bukan
dokter. Marilah saya coba formulakan ikhtisar Dr. Brown. Mudah-mudahan bisa
menambah kejelasan:
- Pertama : Sebab, goncangan urat itu keras (dalam bemacam-macam keadaan); akibat ketegangan urat lambat.
- Kedua : Sebab goncangan urat itu kendor (dalam bermacam-macam keadaan); akibat ketegangan urat cepat.
Persamaan goncangan urat
keras pada jajar pertama, kita pendekkan (A) dan akibat persamaan ialah (a).
Persamaan goncangan urat
kendor pada jajar kedua, kita pendekkan (X) dan akibat persamaan ialah (x).
BC, DE, FG, pada jajar
kiri menunjukkan berlain-lain keadaan (A).
LM, NO, FQ, pada jajar
kanan menunjukan berlain-lain keadaan (X).
Pedeknya:
- Sebab : ABC akibat abc. Sebab : XLM akibat xlm.
- Sebab : ADE akibat ade. Sebab : XNO akibat xno.
- Sebab: AFG akibat afg. Sebab : XPQ akibat xpq
Jajar kiri bersamaan.
Sebab A dan bersamaan akibat a (Jalan Persamaan).
Jajar kanan bersamaan.
Sebab X dan bersamaan akibat x (Jalan Persamaan).
Sebab pada jajar kiri (A)
hilang pada jajar kanan (disini X yang sebab) (Jalan Perbedaan). Sebetulnya
sebab itu tiada hilang, melainkan berubah banyaknya (quantitive). Sebetulnya
juga dipakai Jalan-Perubahan-Bersama. Jadi adalah tiga jalan, campur-aduk
dipakai pada pemeriksaan yang sulit ini ialah: Jalan-Persamaan, pada
masing-masing jajar dan Jalan-Perbedaan serta Jalan-Perubahan-Bersama pada kedua
jajar itu.
Penunjuk jalan dalam
pemeriksaan menurut Jalan-Perubahan-Bersama ini: Kalau diantara dua jajar bukti
peralaman, pada satu jajar selalu ada persamaan (calon-sebab), sedangkan pada
jajar lain selalu tak ada persamaan, maka calon-sebab pada jajar pertama itulah
yang menjadi sebab dan akibat atau kalau ada pula persamaan tetapi berlainan
tingkatnya dari jajar pertama, maka perbedaan (ada dan tak ada) itulah yang
jadi sebab dan
akibat.
akibat.
VIII. Penutup.
Sebagai penutup dari renungan dan bahasan ini
ingin dikemukakan hal-hal sebagai berikut :
- Sebagian besar bahan-bahan yang digunakan dalam tulisan ini didasari oleh tulisan Tan Malaka dalam bukunya “Madilog”
- Renungan dan bahasan dalam tulisan ini dimaksudkan untuk membantu mencegah terjadinya kesilapan di dalam menarik suatu kesimpulan dari suatu peristiwa.
- Renungan dan bahasan dalam tulisan ini juga di maksudkan untuk membantu bagaimana mencari sebab, jika diketahui akibatnya. Misalnya apa sebabnya jika diketahui bahwa akibatnya adalah wabah penyakit, kerusuhan dan lain-lain.
- Jarang sekali di Alam ini ada suatu peristiwa dimana dengan gampang dicari sebabnya jika diketahui akibatnya. Seringkali memakai Jalan Persamaan saja atau Jalan Perbedaan saja tidak dapat diketahui sebab dari peristiwa tersebut, karena sebab yang dicari itu tersembunyi dalam atau terikat oleh beberapa perkara yang bisa jadi sebab. Dalam hal ini Jalan Campur aduk dapat dipergunakan.
- Untuk mencari sebab jika diketahui akibat dengan dengan jitu, maka disamping dengan jalan yang benar harus pula dilakukan dengan cerdas dan cermat.
Demikianlah, semoga
bermanfaat.
*
Alangkah
majunya pendidikan kita, bila semua guru kreatif dan kritis, meski dalam banyak
kasus kreativitas dan kekritisan seseorang kadang mendatangkan malapetaka bagi
dirinya (Prof Dr. Ki Supriyoko MPD-
Kompas 16 Agustus 2003)
*
Bung Asmun ! Terimakasih komen-nya melalui SMS 2 Mei 2014 yang lalu ! Memang benar banyak dari rakyat Indonesia yang menyimpulkan sebab terjadinya suatu peristiwa secara tidak benar (berdasar suatu tahayul) !
BalasHapus