Ngunandiko.105
DIALEKTIKA
(bagian ke-3)
Contoh
semacam ini tentulah dengan gampang bisa digali dari sejarah Dunia, terutama
sejarah Inggris, Perancis, Rusia dan lain-lain. Menurut Tan Malaka tak ada
salahnya jika kita meninjau ke masyarakat mereka (Inggris dll), walaupun dimata
kita (y.i dimata bangsa-bangsa yang terjajah) mereka sekarang telah (terutama
setelah Perang Dunia II) sangat turun derajatnya. Namun tiada sifat kita, cuma
mengemukakan yang busuk-busuk saja dari mereka.
Kanal di Belanda |
Sebagaimana diketahui sudah berabad-abad Lautan
Utara yang dahsyat itu mengancam penduduk Tanah-rendah—lebih rendah dari pada muka laut
Nederland. Berapa korban yang mesti diberikan untuk menduduki tanah
berbahaya, tetapi subur itu. Demikianlah Sang Samudra mendidik Belanda menjadi
pelayar, penangkap ikan dan akhirnya penjajah yang berani, tabah, dan insinyur
air yang tak ada bandingannya di dunia. Setelah negara Belanda berdiri, maka
kepintaran orang-orang Belanda itu dipakai buat menguasai lautan itu. Mereka tiada senang dengan dijknya
(tanggul), pantai-lautnya saja dan tanah subur yang dilindungi oleh dijk
(tanggul), yang kukuh itu, melainkan
Belanda dengan Ilmu Airnya yang tinggi
mengeringkan laut Zuiderzee (Zuiderzee was a shallow bay of the North Sea in
the northwest of the Netherlands) menjadi Propinsi yang baru. Tampak bahwa disini si
pendidik dididik.
- Kodrat menghasilkan pesawat itu mempertinggi kekuasaan manusia atas Alam kita ini. Ini membikin perhubungan baru antara manusia dan Alam (Karl Marx).
Pada
zaman Julius-Caesar (Lahir : Juli 100 SM, Roma,
Italia) ; orang Inggris bertabiat lain
dari pada orang Inggris zaman sekarang, zaman Industri. Jadi tabiat manusia itu
memang tiada tetap. Beginilah
salah satu catatan dari Karl Marx dalam buku Plechanoff: “Fundamentals of
Marxism”.
Tak usahlah kita pergi ke negeri Inggris buat
memeriksa arti yang lebih dalam dari kalimat diatas. Memang bangsa Inggris pada
zaman Caesar tiada aktif seperti zaman Industri ini. Mereka tiada memandang
Alam itu sebagai benda yang bisa dirubah, melainkan sebagai benda yang mesti
dijunjung, disembah saja.
Lebih lanjut marilah kita ambil misal lain yaitu
dari bangsa yang dekat pada Bangsa Indonesia ialah Bangsa Jepang.
Belum
selang berapa lama bangsa Jepang cuma tunggu saja apa kemauan Alamnya. Gempa
bumi yang disana maha dahsyat itu memang datang semau-maunya saja, tak bisa
diketahui oleh Jepang Zaman kolot. Selain dari berpangku tangan menunggu
datangnya Sang Gempa, berterima kasih pada Yang Mahakuasa, kalau korban harta
dan jiwa tiada lebih banyak dari yang dideritanya. Selain dari pada berserah
itu Jepang Kolot tiada bisa berbuat sesuatu, mereka pasif saja !
Tetapi
industri yang pesat majunya dan berhubungan dengan itu ilmu Bukti dan Pesawat
yang pesat pula mengembangnya, mengubah tabiat bangsa Jepang dari orang
penunggu berpangku tangan menjadi manusia menyingsingkan lengan baju, bersiap
sebelum hujan. Sekarang rumah dan gedung didirikan menurut pesawat dan ilmu
baru, dan datangnya gempa itu bisa diketahui dengan perkakas gempa. Disini juga
nyata pesawat itu mempertinggi kekuasaan bangsa Jepang atas Alam itu. Juga
nyata pesawat itu mengubah sifat passief, penerima, menjadi aktif, penyerang.
Gempa
pada tingkat bermula mendidik orang Jepang menjadi ahli gempa. Pada tingkat
kedua daerahnya gempa itu oleh ahli gempa dijadikan daerah, dimasa sang gempa,
walaupun belum lagi terbasmi, tetapi sudah berkurang, terkendali. Perlantunan juga berlaku di Jepang. Pada negeri yang
dahulunya damai, penerima dengan senyum seperti senyumnya bunga Chrisantium, bunga
Sakura.
- Manusia itu dengan berlaku-nya Alam diluar dirinya sendiri menukar Alam itu, dan akhirnya menukar dirinya sendiri (Karl Marx).
Kebun tebu di Jawa |
Seperti diketahui, dalam beberapa ratus tahun
dibelakang ini, penduduk Jawa tak perduli atas pimpinan bangsa lain atau tidak !
Sudah menukar Jawa berhutan rimba lebat, menjadi “Kebun Asia”.
Dahulu
kala Indonesia Jawa terkenal sebagai perantau, pelayar dan pedagang sampai ke
benua Afrika dan Amerika Tengah. Sekarang itu ternama sebagai penduduk “honkvst
blijft zitten in zijn dessa”, melekat pada desanya, sesudah bermacam tipuan
halus atau kasar dijalankan, baru dia tinggalkan desanya buat pergi ke “Seberang”,
sedangkan dahulu kala seberang ini dianggap tak berapa jauh dari dapurnya,
sekarang “Seberang” itu berupa Negeri entah-berentah, entah dimana letaknya dan
entah berapa jauhnya dari desanya.
Tiada
mengherankan, pada Zaman dahulu dia (Jawa) meninggalkan desa juga, terutama a.l
juga sebab tiada jauh dari desa itu ada rawa yang selalu mengancam dia dengan
penyakit demam atau hutan rimba yang penuh ular dan macan yang berbahaya kalau
dilalui, laut Jawa yang boleh dibilang tenang dan penuh ikan, melambaikan
ombaknya putih-putih memanggil dia, mengombak mengayunkan dia ke pantai pulau
lain di Indonesia dimana penghidupan sebagai petani, penangkap ikan atau
pedagang cukup memadai. Pulang balik dari pantai ke pantai menjadikan dia pelayar
yang berani, cakap dan cinta pada ombak dan hawa laut. Dengan berangsur-angsur
ia menyeberangi kedua Samudera Besar di dunia ini, dan seberang-menyeberang itu
menjadi kebiasaan yang tiada bisa lagi diceraikan dengan impian, idaman serta
pemandangan dunianya.
Tetapi rawa, hutan dan rimba beberapa abad di
belakang ini sudah bertukar menjadi sawah, ladang dan kebun. Pohon sawo yang
lebat buahnya, pohon manggis yang rindang itu disudut rumahnya, sawah dengan
padi yang menghidupkan pengharapannya dan akan bininya, bunyi gamelan yang
menghentikan lelahnya, semuanya ini mengikat hati dan pikirannya pada desanya.
Walaupun desanya sudah sesak padat, tanah dan ternaknya tak mencukupi lagi, dan
kebun yang besar-besar bukan kepunyaan dia serta tindakan dan isapan
merajalela, tetapi hatinya masih terikat oleh desanya.
Perubahan
hutan rimba menjadi sawah, kebun tadi, menukar penduduk Jawa umumnya dari
perantau menjadi pelekat desa. Tetapi perlantunan Dialektika masih berlaku dan
syukurlah akan terus berlaku. Sekarang sudah kelihatan akibatnya.
Dengan semuanya sendiri atau tidak, pada
beberapa puluh tahun di belakang ratusan ribu Indonesia Jawa terpaksa
meninggalkan desanya buat pergi ke seberang. Di “Seberang” terutama Sumatera
mereka sekarang banyak jadi tani makmur, yang lebih sehat dan pintar dari kawan
sejawatnya di desa Jawa. Di jalan dari Medan sampai ke Lampung saya bertemu
dengan mereka, yang sekarang “honkvast” terletak pula pada sawah ladang, rumah dan
kebunnya yang baru, lebih besar dan lebih berhasil dari di Jawa. Banyak
diantara mereka kalau “pulang” ke Jawa, lekas pulang kembali ke Sumatera,
karena tiada senang lagi pada desanya dulu. Banyak pula yang balik “pulang” ke “Seberang”
itu, walaupun dengan perahu layar saja. Kalau tiada begitu susah seperti
sekarang di bawah pemerintah Balatentara Jepang ini dia akan membawa teman baru
ke “Seberang” itu.
Desakan
penduduk di Jawa, yang bertambah dengan 500.000 setahun, pada hari depan akan
menjadi persoalan; pindah ke “Seberang” itu, satu persoalan yang hangat dan
penting sekali. Pemindahan itu kelak akan menukar semangat “melekat pada desa
itu” jadi perantau seperti penduduk Jawa sebelum Zaman Hindu, atau Minangkabau
dan Bugis sekarang ini.
Kita
lihat pada perlantunan yang kedua. Jawa sebagai Kebun Asia menyebabkan penduduk
sesak. Penghidupan bertambah susah dan pemindahan (walaupun diadakan
industralisasi) menjadi persoalan penting dan hangat. Pemindahan akan
berangsur-angsur mengubah sifat “pelekat” ke desa itu menjadi “perantau”
mula-mula ke “Seberang” (Sumatera dll), kemudian siapa tahu ke seluruh pelosok
dunia, seperti pada Zaman Besar Bangsa Indonesia Asli ialah zaman sebelum
Hindu. Juga disini penduduk Jawa menukar sifat Alamnya dengan begitu menukar
tabiatnya sendiri.
Simpulan-simpulan
diatas cukup menggambarkan perlantunan antar Benda dan
Pikiran dalam Dialektika Materialistis itu (lihat
pula Ngunandiko.103. DIALEKTIKA.2). Perlantunan antara “Benda (masyarakat}”
dengan “Pikiran (paham)” manusia adalah terang sekali. Tidak saja benda “Benda
(masyarakat}” jadi alat adanya “Pikiran (paham)”, tetapi sebaliknya kelak pikiran
atau paham manusia dalam masyarkat itu melantun jadi alat adanya “Masyarakat
Baru”. Tuduhan bahwa dalam Marxisme, pikiran itu semata-mata mekanis menerima
saja seperti mesin jalan kalau ada
kodrat dan berhenti kalau kodrat (uap atau listerik) itu berhenti, tuduhan
semacam itu tak beralasan sama sekali.
Kata
perlantunan kiranya cukup jitu buat menggambarkan kena-mengenanya Benda dan
Pikiran dalam masyarakat itu. Dalam misal kita diatas (“Tanah”), tanah tiadalah
menerima saja bola yang dijatuhkan atau dipukulkan oleh si anak. Melainkan ia
(“Tanah”) melantunkan bola itu kembali, makin kuat datangnya bola, makin deras
lantun-nya. Begitulah pikiran tadi tiada berhenti, berpangku tangan saja,
menerima bayangan masyarakat, seperti cermin menerima bayangan benda, melainkan melantun mengubah masyarakat itu
sendiri.
Begitulah
kira-kira kena-mengenanya benda masyarakat dengan pikiran manusia menurut
Dialektika Materialisme. Sementara itu dimuka juga
telah dijelaskan bahwa pertanyaan yang tiada bisa lagi diselesaikan oleh Logika
mengandung :
- Tempo ;
- Berseluk-beluk ;
- Pertentangan ;
- Pergerakan .
Gambaran lebih lanjut
tentang pertanyaan (masalah) yang tiada bisa lagi diselesaikan oleh Logika tersebut
secara langsung maupun tidak langsung juga terlihat dalam uraian berikut ini.
- Apakah masyarakat (hubungan manusia dengan manusia) tetap adanya disepanjang waktu ?
BENDA
(MASYARAKAT) MENGENAI PIKIRAN. Misal
tentang “benda (masyarakat) mengenai pikiran” ini banyak sekali. Seperti diketahui Karl Marx utamanya dalam bukunya
“DAS KAPITAL”, banyak mengemukakan contoh-contoh, dimana benda masyarakat itu menjadi alat adanya dan terus adanya pikiran itu.
Tan Malaka juga telah mengumpulkan banyak sekali contoh dalam buku peringatan yang dicemplungkan-nya
ke laut dekat Merqui (Mergui Archipelago, located in southernmost part of
Myanmar), kuwatir karena buku itu ia ditangkap
oleh Inggris. Beberapa contoh tersebut seperti dalam uraian di bawah ini kiranya
sudah cukup memberi gambaran bahwa benda
(masyarakat) itu mempengaruhi pikiran (paham).
Dalam
Filsafat (lihat : Ngunandiko. 96.)
sudah diuraikan, bahwa buat Hegel, Absolute Idee, Rohani itulah yang “membikin”
sejarah masyarakat manusia. Sedangkan buat Marx pertarungan klas dalam
masyarakat itulah yang memajukan masyarakat itu dari tingkat ke tingkat yang
lebih tinggi. Demikianlah sejarah menyaksikan perubahan masyarakat perbudakan
(Yunani, Romawi) berubah, bertukar menjadi masyarakat Feodalisme keningratan
(Eropa pada Zaman Tengah dan Majapahit). Zaman Feodalisme itu berubah, bertukar
pula menjadi Zaman Kapitalisme, Kemodalan yang masih umum sekarang. Sedangkan
akhirnya Zaman setengah Feodal dan setengah Kapitalisme itu di Rusia pada tahun
1917 berubah, bertukar menjadi Zaman Sosialisme, berdasarkan Kolektivisme
tolong-menolong .............. sampai ke zaman Komunisme (namun yang disebut
belakangan itu gagal dengan runtuhnya USSR (lihat pula good-corporate-governance).
Bermula pada Zaman perbudakan, kaum budak itulah
yang bekerja buat mengadakan hasil Negara. Budak itu dianggap seperti benda
mati atau sebagai Hewan dipunyai manusia lain. Seperti barang yang dipunyai
boleh pula dibeli atau dijual.
Tetapi
kaum serve (pelayan) pada Zaman Feodal, tiadalah manusia yang boleh dijual atau
dibeli lagi, mereka terikat pada tuan Lord, Ningrat, tuan Tanah. Mereka bekerja
buat Tuan Tanah itu (lihat pula Feodalisme). Selebih dari hasil yang perlu buat
dipakainya dengan anak isterinya, mesti dipulangkan pada Tuan Tanah. Serves
tadi tinggal di desa dan gandengannya journey-men tinggal di kota. Journey-men
ini terikat pada guildmaster, kepada dari kumpulan tukang yang mempunyai Undang
yang keras dan kaum buruh pada Zaman kapitalisme kita ini tiadalah boleh dijual
atau dibeli seperti budak. juga tiada terikat pada tanah atau kumpulan tukang
seumur hidupnya. Mereka diakui merdeka oleh Undang-undang Negara. Mereka
merdeka menjual atau tak mau menjual tenaganya buat mencari penghidupannya dan
anak bininya. Tetapi sebab dia tiada berpunya, tak mempunyai perkakas, tanah
atau modal sendiri, buat bekerja jadi tuan sendiri, dia terpaksa menjual tenaganya
pada mereka kaum modal, yang mempunyai perkakas, mesin atau modal. Atau pada
Tuan Tanah yang mempunyai tanah. Sebab persaingan mencari kerja dari pada kaum
tak berpunya keras sekali, harga tenaganya amat rendah sekali. Tetapi buat
hidup mereka mesti terima berapapun rendahnya harga tenaganya itu. Disini
mereka bekerja, kuatnya menurut kemauan kapitalis dan lamanya menurut kemauan
Kapitalis juga. Dari hari kesehari mereka menghasilkan dari harga tenaganya,
dari gaji yang diterimanya dari kapitalis, Nilai Lebih (Merhrwert : Karl Marx).
Itu semua masuk ke dalam kantong kapitalis, yang sehari kesehari bertambah kaya
dan bertambah kuasa.
Pada Zaman Pekerja, zaman kolektivis, tenaganya tidak merdeka lagi buat
dijual belikan. Tenaganya sudah dikumpulkan menjadi Tenaga Negara yakni Negara
Kaum Pekerja. Begitu juga perkakas, menghasilkan seperti tanah, logam bahan
pabrik, bengkel, kereta, kapal laut, kapal udara, gudang dll, tiada lagi
kepunyaan seseorang atau kepunyaan satu klas, melainkan sudah kepunyaan Negara.
Tenaga buat Negara itu menggerakkan perkakas Negara buat mendapatkan hasil
untuk Negara, ialah Negara Pekerja.
Pada zaman Perbudakan, pertarungan
itu terjadi antara Budak dan Tuan. Peraturan ini sengit sekali pada masyarakat
Rumawi. Pada zaman Feodalisme, pertarungan itu berlaku antara Budak serves
melawan Ningrat dan Raja dan Journeymen melawan Guild-master disampingnya.
Pertarungan itu berpuncak pada Revolusi Inggris, pada pertengahan abad ke XVII
dan pada Revolusi Besar di Perancis pada hampir penghabisan abad ke XVIII.
Akhirnya pada Zaman Kemodalan kita ini, pertarungan antara Proletar dan
Kapitalis itu berlaku di Rusia pada tahun 1917, ialah permulaan abad ke XX.
Ternyata Zaman Kemodalan ini sampai abad ke-21 belum berakhir, kaum modal mampu
memperbaiki dirinya dan mencapai kesepakatan-kesepakatan dengan kaum pekerja.
Walaupun segala macam pertarungan tadi bersifat
pertarungan klas juga, tetapi sebab sifat klas di dalam masyarakat tadi berubah
bertukar, maka berubah bertukarlah pula sifatnya pertarungan itu. Dengan
bertukarnya masyarakat, bertukarlah pula klasnya, dan dengan begitu bertukarlah
pula lakonnya pertarungan klas itu dalam sejarah masyarakat itu. Pertarungan
Budak menentang Tuan pada Zaman masyarakat Romawi, bertukar pertarungan Serves dan Journeymen (a person who has
served an apprenticeship at a trade or handicraft and is certified to work at
it assisting or under another person) menentang Tuan Tanah serta Raja dan Tuan
perkumpulan-Tukang dan pada Zaman Tengah. Pertarungan terakhir ini bertukar
menjadi pertarungan Proletar menentang Kapitalis pada Zaman Kemodalan ini.
- Apakah perkara atau benda yang bertukar sifat jadi masyarakat klas dan akhirnya menukar sifat pertarungan klas itu ?
Orang itu memasuki
sesuatu penghasilan sosial (produk sosial), yakni masyarakat berdasarkan
perhubungan yang tertentu. Perhubungan ini ditentukan oleh perhubungan
menghasilkan, yakni tiada bergantung pada kemauannya sendiri. Jumlah semua
perhubungan menghasilkan inilah yang menjadi susunan Ekonomi. Diatas susunan
Ekonomi inilah berdirinya Politik dan Undang Negara (Karl Marx).
Jadi
orang yang lahir dan memasuki masyarakat perbudakan tadi memasuki perhubungan
yang ada pada masyarakat semacam itu ialah perhubungan
Budak dan Tuan. Tiadalah bisa dia keluar dari perhubungan semacam itu.
Begitu pula kalau ia memasuki masyarakat Feodalisme, perhubungan mesti terikat
pada perhubungan Feodalisme tadi. Lahir dalam masyarakat Kapitalisme ialah Buruh dan Kapitalis, yang Berpunya dan Tak
Berpunya. Akhirnya kalau dia memasuki Zaman Komunisme, maka perhubungannya
ialah perhubungan yang ada dalam masyarakat semacam itu pula. Perhubungan satu
Pekerja dengan teman sejawatnya Pekerja pula.
Perhubungan
dalam masing-masing jenis masyarakat tadi pasti, tiada ditentukan oleh kemauannya sendiri,
melainkan bergantung kepada cara menghasilkan yang umum dalam masyarakat tersebut
yakni :
- (1) pd tenaga Budak di Zaman Perbudakan;
- (2) pd tenaga Serves dg perkakasnya di zaman Feodalisme;
- (3) pd tenaga Buruh dan mesin tuannya pd Zaman Kemodalan.
Walaupun
demikian dalam jumlah yang sangat terbatas tenaga Budak dan tenaga Serves masih
ada sampai saat ini. Perlu diingat pula bahwa perkakas dan mesin juga berubah
dengan adanya kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Disamping itu kaum modal
juga mampu memperbaiki dirinya, sehingga Zaman Kemodalan masih berlangsung di
abad ke-21 ini.
Perhubungan satu klas dengan klas lainnya, satu golongan dengan golongan lainnya dalam pekerjaan menghasilkan ; itulah yang menjadi Susunan Ekonomi. Jadi Susunan Ekonomi dalam Zaman Perbudakan ialah perhubungan Budak dan Tuannya dalam hal menghasilkan. Perhubungan Kaum Buruh dan Kaum Bermodal dalam hal menghasilkan yang menjadi Susunan Ekonomi pada Zaman Kapitalisme ini (Karl Marx).
Perhubungan satu klas dengan klas lainnya, satu golongan dengan golongan lainnya dalam pekerjaan menghasilkan ; itulah yang menjadi Susunan Ekonomi. Jadi Susunan Ekonomi dalam Zaman Perbudakan ialah perhubungan Budak dan Tuannya dalam hal menghasilkan. Perhubungan Kaum Buruh dan Kaum Bermodal dalam hal menghasilkan yang menjadi Susunan Ekonomi pada Zaman Kapitalisme ini (Karl Marx).
Akhirnya menurut catatan di atas tadi, Susunan
Ekonomi itulah pula yang menjadi dasar dari Undang dan Politik Negara. Pada
Zaman Feodalisme, Susunan Ekonomi dalam Negara Feodalistis itulah yang menjadi
benda dasar Undang dan Politik dalam Negara Feodalis itu. Sedangkan dalam dunia
Kemodalan sekarang, Susunan Ekonomi ialah perhubungan Buruh dan Kapitalis dalam
hal menghasilkan itulah pula yang jadi dasar dari Undang dan Politik dalam
Negara Kapitalistis itu.
Hal
ini juga dikeraskan oleh Marx dengan kalimat lain pada tempat lain ; kalimat yang masyhur dalam kalangan
Dialektika berbunyi :
- Susunan Ekonomi menimbulkan Susunan Undang dan Politik, serta Susunan Undang dan Politik berpengaruh pasti pada Tata Kodrat Jiwa Manusia sebagai Mahluk Masyarakat ; dan
- Di atas berjenis-jenis bentuk harta (properties) dalam kehidupan masyarakat, berdiri superstructure (gedung) impian, cita-cita kebiasaan berpikir, perasaan dan pemandangan dunia.
Demikianlah
manusia lahir dan dapat didikan dalam masyarakat, yang berdasarkan atas susunan
ekonomi Feodalistis itu tiada luput dari semangat Undang dan Politik Feodalisme
itu. Dan mereka yang lahir dan dapat didikan dalam masyarakat yang berdasar
Kapitalistis ini, tiada luput pula dari semangat Undang, Politik dan Kebudayaan
kapitalistis itu.
Oleh
karena itu Undang dan Politiknya Tuan dalam Zaman Perbudakan itu, jadi alat
adanya Undang dan Politik kaum Budak. Spartacus, keluarga Crachus dan Catalina
membadani Politik anti-Tuan Tanah membela kaum Budak dan Tak Berpunya pada
zaman Romawi.
Sementara
itu pertentangan klas dalam Zaman Feodalisme, akhirnya menimbulkan pertarungan
klas yang dahsyat antara Borjuis Revolusioner (Madame-Roland, Vergnaud dan
Brissot) pada satu pihak dan Kaum Ningrat dikepalai oleh Rajanya pada pihak
lain.
Sedangkan
pertarungan klas, antara kaum Proletar di bawah pimpinan Lenin dan Partai
Bosjewiki dengan kaum Borjuis di bawah Pimpinan Prof. Miljukoff dengan Partai
Liberalnya dibantu oleh Karensky dengan Partai Sosialisnya. Hal ini telah
menghasilkan negara USSR, namun dalam perkembangannya USSR (Uni Soviet) mengalami
jalan buntu dan runtuh karena berbagai sebab yang harus dicermati lebih lanjut.
- Tampak bahwa “sejarah manusia” itu tiada kebetulan saja ; sembarangan; semau-maunya saja; tuval atau accident saja. Juga tiada semaunya “Kodrat diluar Undangnya Masyarakat” sendiri. “Sejarah Manusia” itu berjalan menurut “Undang Masyarakat” itu sendiri.
Sejarah
Manusia” itu menurut Marx melalui garis merahnya pertarungan klas, dari satu
tingkat ke tingkat yang lebih tinggi. Dari tingkat “Masyarakat Perbudakan” ke “Masyarakat
Feodalisme”, dari sini ke “Masyarakat Kapitalis” dan dari sini naik ke tingkat
Masyarakat Pekerja. Dalam sejarahlah mulanya berlaku “Thesis”, “Anti-Thesis”
dan “Synthesis”.
Teranglah
pula bahwa pertentangan dalam “Susunan Ekonomi” itu, membayang pada pikiran
kedua golongan yang bertentangan dalam masyarakat itu. Pada satu pihak Kaum
Berpunya dan Berkuasa yang berpemandangan dan berpolitik, mau mempertahankan
Undang dan Tata Negara yang cocok dengan keamanan Harta dan Kekuasannya. Pada
pihak lain Kaum Tak Berpunya dan Tertindas yang berpemandangan, beridaman dan
bercita-cita Perlawanan dengan Undang dan Politik yang ada. Akhirnya kalau Kaum
Revolusioner cukup sadar, tersusun, cukup sifat dan banyak kaumnya, cukup besar
pengaruhnya dan cakap pimpinannya, menanglah dia dalam pertarungan.
Jadi
manusialah yang membikin sejarah. Tetapi seperti kata Marx pula, bukan seperti
semaunya sendiri, melainkan menurut alat yang dia peroleh dalam masyarakatnya.
Kemauan Napoleon tiada bisa melewati batas yang ditentukan oleh kaum hartawan
yang muda dan kaum tani yang cerai-berai itu. Kemauan Lenin tiada bisa
melampaui daerah yang ditentukan oleh industri dan kemesinan Rusia yang muda
remaja itu. Akhirnya kemauan Stalin, tiada bisa mengabaikan sisa borjuis besar
dan kecil di Rusia sendiri dan Imperialisme Besar dan Kecil di luar Rusia.
- Barang siapa percaya, bahwa seseorang yang berapapun keras kemauannya dengan pengikutnya bisa menimbulkan “Masyarakat Baru”, yang melebihi dari pada alat seperti pesawat, kebudayaan dll yang di-pusaka-kan oleh masyarakat itu, maka yang percaya semacam itu sudah meninggalkan Dunia Bukti dan memasuki Dunia Mimpi: Utopist (Karl Marx).
- Apakah perubahan masyarakat (hubungan manusia dengan manusia) dari masa ke masa berlangsung menurut hukum-hukum tertentu ?
BAYANGAN MASYARAKAT. Bayangan masyarakat sebagai
pemandangan dunia : Weltanschauung.
Bumi
terletak diatas ikan. Ikan terletak diatas telur. Telur terletak dipuncak
tanduk kerbau. Kadang-kadang lalat menggigit kerbau, maka bergoyanglah kerbau
tadi. Karena ia bergoyang, maka bergoyanglah pula telur diujung tanduk kerbau
tadi. Dengan begitu goyanglah pula ikan. Dan akhirnya goyang ikan tadi
menyebabkan bumi kita kadang-kadang bergoyang, gempa bumi”.
Beginilah seluk-beluknya Bumi dan Gempa menurut
Pandangan Dunia terbikin di Minangkabau.
Memang kerbau lebih-lebih di zaman dahulu di
Minangkabau penting buat segala-galanya. Bukan saja kodratnya dipakai buat
membajak sawah atau menarik pedati, tetapi dari puncak tanduknya sampai ke
ampas yang dibuangkannya itu, dipakai sama sekali. Nama “Alam Minangkabau”
boleh jadi atau bukan diambil dari kemenangan kerbaunya orang Sumatera Tengah,
atas kerbaunya orang dari Jawa Timur, tetapi tiada mustahil jago-jago dari
Majapahit dan kuat kebal dari Minangkabau sudah lelah berperang, buntu.
Kemudian putusan diserahkan pada cerdik pandai kedua belah pihak! Boleh jadi
pula Raden Panji dan Raja dari Majapahit dan Datuk-datuk Gadang bertuah dari
Minangkabau, setuju masing-masing akan takluk pada hasilnya peraduan dua ekor
kerbau. Selainnya dari pada itu dalam cerita Minangkabau yang paling dicintai
ialah “Cindur Mata”, kerbau bernama si Benuang mengambil bagian yang besar
sekali dalam sebuah pertempuran.
Thesisnya
Marx, yang sebagian sudah disebut dimuka, kita bejumpa dengan perlantunan itu.
Bagian itu kira-kira berarti, Ilmu Materialisme, yang mengatakan bahwa
seseorang itu ialah hasilnya dari suatu masyarakat, dan orang lain hasilnya
masyarakat lain pula, lupa bahwa masyarakat itu hasil dari pekerjaan orang
pula. Begitulah si pendidik dididik.
Demikianlah
beberapa simpulan dari bahasan dan renungan tentang dialektika, utamanya
tentang perkembangan hubungan masyarakat dan pikiran (paham). Sudah barang
tentu simpulan-simpulan tersebut adalah
berdasar data dan kenyataan-kenyataan yang diperoleh pada ruang dan waktu
tertentu.
Semoga
bermanfaat !
*
All
things contain contradictory sides or aspects, whose tension or conflict is the
driving force of change and eventually transforms or dissolves them. But whereas
Hegel saw change and development as the expression of the world spirit, or
Idea, realizing itself in nature and in human society, for Marx and Engels
change was inherent in the nature of the material world. They therefore held
that one could not, as Hegel tried, deduce the actual course of events from any
“principles of dialectics”; the principles must be inferred from the events (Encyclopædia
Britannica).
*