Ngunandiko.103
DIALEKTIKA
(bagian ke-2)
Pada masa belum ada perpecahaan antara Stalin-Trotsky
dalam kalangan Komintern, Thalheimer (sebagai ahli Komunis Jerman yang
terkemuka) dalam salah satu tulisan, mendefinisikan : Dialektika itu, bukanlah
saja berbentuk Ilmu Berpikir, yakni Ilmu tentang Undangnya Gerakan Pikiran,
tetapi juga Ilmu dari Undangnya Alam dan Sejarah Bergerak. Alam dan Sejarah
inilah yang pertama dan dimuka, sedang (Gerakan Pikiran) adalah yang kedua.
Definisi ini cocok dengan Engels, bahwa undang gerakan Alam dan Sejarah itu,
ialah yang pertama itu, terbayang diotak kita, seperti terbayang pada cermin. Oleh karena berbeda dasar yang dipakai oleh kedua
pihak pemikir Dialektika itu (Hegel kontra Marx-Engels), yang satu berdasarkan
Idealisme, yang lain berdasarkan Materialisme, maka berbeda pula kedua pihak menterjemahkan kebenaran yang
terkandung di dalam-nya.
Gambaran perbedaan tersebut dapat dilihat
dalam tabel seperti dibawah ini.
PERBEDAAN
DIALEKTIKA HEGEL DENGAN DIALEKTIKA MATERIALIS
|
||
No.
|
Dialektika Hegel
|
Dialektika Materialis
|
01
|
Dialektika sama dengan Metaphysika, ilmu
gaib
|
Dialektika itu berdasarkan Hukum Gerakan
Benda sebenarnya dalam Alam.
|
02
|
Absolute
Idee ialah pembikin Benda nyata
|
Absolute
Idee adalah satu abstraksion, satu perpisahan impian dari gerakan dimana
keadaan dan batasnya benda ditentukan.
|
03
|
Keadaan maju, sesudah di ketahui
pertentangan dan penyelesaian pertentangan ini dalam pikiran.
|
Pertentangan dalam pikiran ialah
bayangan dalam otak kita, satu terjemahan dari pikiran kita, tentang
pertentangan dalam Alam. Pertentangan dalam Alam ini, disebabkan pertentangan
dasarnya. Dasarnya ialah gerakan.
|
04
|
Kemajuan
Idee, pikiran itu mengemudikan kemajuan benda
|
Kemajuan
benda itu menentukan kemajuan pikiran.
|
Terhadap tabel diatas kiranya perlu ditambahkan sedikit keterangan tentang Dialektika Hegel lk sbb :
1. Hegel menyamakan
paduan Dialektika itu dengan Metaphisika. Ini bukan saja pendapat Hegel, tetapi
pendapat semua pemikir kegaiban. Dialektika, ialah hukum Berpikir berdasarkan
pertentangan atas gerakan itu, asalnya dari dan berpadu dengan Rohani, dengan
Yang Maha Kuasa.
Buat ahli Dialektika
yang berdasarkan Benda, dialektika adalah Hukum Berpikir pertentangan yang
mengandung seluk-beluk, tempo dan gerakan itu tiada lain adalah Hukum Gerakan
Benda pada Alam kita yang membayang pada otak manusia, seperti benda membayang
pada cermin.
2.
Hegel memulangkan
semua benda yang nyata itu pada Absolute Idee. Absolute Idee itulah yang
membikinnya seperti Maha Dewa Rah menitahkan, memfirmankan semua Benda yang
ada.
Buat ahli Dialektika
berdasarkan Benda, Absolute Ideenya Hegel itu adalah satu Abstraksi. Satu per-impian.
Lebih tegas lagi satu pemisahan antara Benda dan Sifatnya, pemisahan Benda dan
Pikiran, seperti dilakukan oleh David Hume. Pemisahan Benda dengan Gerakan
inilah yang menentukan keadaan Benda. Semua Undang tentangan Gerakan yang
membayang dalam otak manusia itulah yang diabstrakkan, dipisahkan dari Benda.
Sebab satu-satunya orang itu fana, hidup dan mati, maka oleh Ahli Mystika
dicarilah barang yang baka, tetap. Dari sinilah pemisahan abstraksi tadi
berasal. Bukan asalnya dari Undang Gerakan Benda yang membayang pada otak kita,
melainkan dari Absolute Idee, Rohani, Maha Kuasa, Maha Dewa, Maha Budha, dsb
yang tak bergerak itu.
3. Menurut Hegel, maka
kemajuan masyarakat kita ini berasal dari kemajuan pikiran semata-mata. Pikiran
kita ini berjumpakan pertentangan dalam otak, umpamanya adil dan lalim. Dalam
bahasa Hegel ini berupa thesis dan anti-thesis, adil dan anti-adil ialah lalim.
Pertentangan ini diselesaikan dalam otak, dengan mendapatkan pengertian baru
sebagai synthesis, yakni peleburan dari thesis dan anti-thesis. Kita misalkan
saja peleburan, synthesis itu “Kemakmuran bersama”. Pengertian “Kemakmuran
Bersama”, yakni hasil pikiran yang didapat dalam otak ini, akhirnya memajukan
benda, memajukan politik, ekonomi, didikan dan tehnik, pesawat dari masyarakat.
Menurut ahli Dialektika yang berdasarkan benda,
kejadian itu berlaku sebaliknya. Mulanya bukan berlaku dalam otak semata-mata,
melainkan permulaan-nya dalam masyarakat. Pertentangan dalam Masyarakat itu antara
yang Berpunya dengan Tak Berpunya, dipertajam oleh pesawat yang pesat majunya.
Kemajuan tehnik yang pesat itu menambah Kaya dan Kuasa yang "Kaya" dan yang "Kuasa" dalam masyarakat. Sebaliknya menambah miskin dan lemahnya "Kaum Tak Berpunya".
Perpaduan baru, synthesis itu didapat dalam masyarakat juga. Synthesis,
perpaduan baru itu berupa “Kepunyaan Bersama”, atas perkakas menghasilkan buat
mendapat: “Kemakmuran Bersama”. Synthesis inilah yang membayang dalam otak.
Akhirnya politik buat mendatangkan Masyarakat Baru berdasarkan “Kepunyaan
Bersama” buat “Kemakmuran Bersama” inilah yang mengemudikan klas Tak Berpunya.
4. Menurut Hegel
kemajuan pikiran itulah yang mendorong kemajuan Ilmu, seperti Ilmu Alam,
Kodrat, Kimia, Politik, Ekonomi, Sejarah dan Masyarakat sendiri.
Tiga
kesetaraan diatas—Metaphysika, Absolutee
Idee, dan Kemajuan-masyarakat berasal Kemajuan-pikiran, begitulah Hegel menjelaskan. Namun ahli Dialektika
berdasarkan benda berpendapat sebaliknya. Kemajuan dalam masyarakat disebabkan
kemajuan pesawat, maka kecerdasan itu bertambah-tambah dengan bertambahnya kemajuan pesawat. Kalau kemajuan pesawat
itu tak ada, maka otak seperti kepunyaan Aristoteles dan Demokrit, tak bisa
melampaui batas yang sudah dicapai oleh kedua manusia luar biasa ini. Pemikir
besar di Timur seperti Budha Gautama, di kaki gunung Himalaya, Guru Kung di
daerah Sungai Kuning, Ibnu Resj di Granada dll, walaupun berapa cerdas
dibandingkan dengan orang dalam Tempo dan Masyarakatnya, semuanya (terpaut pada) dibatasi oleh kemajuan pesawat dalam
masyarakatnya. Otak cerdas semacam itu tentu akan mendapatkan hasil lain,
kalau dilatih dan dilaksanakan dalam Zaman Listerik kita ini.
Walaupun
Hegel mendasarkan Dialektika itu pada Idee, namun ia tidak melupakan barang
yang nyata. Tentu dia tidak bisa melupakan sebab sifat Dialektika, seperti
didefinisikan oleh Hegel sendiri, masuk-memasuki, kena-mengenai, in einander
ubergeben : Yang berupa tercerai itu kena mengenai dan dengan begitu
membatalkan perceraian.
Sebab
itu, meskipun Absolute Idee tadi, Rohani tadi adalah dasar Dialektika, namun
Hegel membikin yang nyata sebagai dasar juga. Pada salah satu tempat Hegel
berkata : Keadaan Ekonomi itu menjadi sebab manusia memakai pikiran sebagai
perkakasnya. Jadi pada satu tingkat atau
tempo, keadaan Ekonomi tadi mengemudikan pikiran Manusia. Disini Hegel
berjumpa dengan ahli Dialektika atas benda.
Sebab
Hegel konsekwen, terus memakai “kena mengenai” dalam pertentangan itu, maka
hasil pemeriksaannya itu selalu memperoleh perhatian Feurbach, jembatan antara Hegel
dan Marx. Namun Feurbach sesudah melemparkan
Idealisme Hegel, ia melemparkan pula Dialektika, sehingga hasilnya dan jayanya berkurang, daripada
ketika ia masih memakai Dialektika.
Sementara
itu Marx, dia tidak meninggalkan pengaruh dan kepentingan pikiran. Pada satu
tempat Marx juga mengakui kepentingan pikiran itu dengan mengatakan : “Pada satu ketika pikiran itu menjadi kodrat
yang berlaku atas keadaan ekonomi”. Marx tak melupakan seluk-beluk,
kena-mengena, pukul baliknya, antara pikiran dan benda, paham dan masyarakat.
Bahwa ada yang menyatakan bahwa Marx itu hanya memperhatikan pengaruh benda atas pikiran, bukan sebaliknya
pikiran atas benda. Pernyataan seperti itu datangnya dari mereka yang Anti
Marx, yang pernah membaca atau “cuma” mendengarkan Materialisme “masa dahulu”.
Dalam keadaan sehari-hari mudah bagi kita membayangkan
benda itu dalam otak. Bola itu berbentuk bulat dalam otak kita. Salju
mengandung pengertian putih dan dingin dalam pikiran kita. Kinine mengandung
pengertian pahit. Keroncong mengandung pengertian bunyi yang merdu.
Sekarang
timbul pertanyaan : Apakah Matter (benda) dan apakah Idee (pikiran) itu dalam
Dialektika ? Matter, benda dalam Ilmu
Bukti adalah yang mengenai pancaindera
kita. Jadi yang nyata, yang boleh dilihat, didengar, dikecap, diraba, dicium. Sedangkan
Idee, ialah bentuk pengertian atau pikiran kita tentang benda tadi dalam otak
kita ! Benda adalah diluar otak kita dan pikiran itu sebagai bayangan dari benda tadi
adalah dalam otak kita.
Dalam
hal sehari-hari mudahlah kita melaksanakan bayangan benda itu dalam otak. Bola
itu berbentuk bulat dalam otak kita. Salju mengandung pengertian putih dan
dingin dalam pikiran kita. Kinine mengandung pengertian pahit. Keroncong
mengandung pengertian bunyi yang merdu.
Bukan
hal sederhana itu saja, tetapi berangsur-angsur terlaksanalah bayangan benda yang
berhubungan dengan masyarakat dalam pikiran kita.
Apakah
benda dalam masyarakat itu? Apakah yang jadi condition, benda yang penting,
jadi alat adanya buat ada dan terus adanya pikiran dalam otak kita itu? Dulu
acapkali orang berpendapat bahwa “Benda”
yang determine (menentukan), artinya benda yang menentukan “pikiran”. Sekarang
kata ditermine itu, dianggap oleh para ahli Dialektika amat mekanis, amat berupa
mesti seperti halnya :
- kalau ada ini “sebab”, maka mesti ada itu “kejadian”;
- kalau tak ada itu “sebab”, maka tak timbul pula “kejadian”.
Dalam
berbagai karangan berdasarkan Dialektika, kita sering bertemu dengan kalimat:“Keadaan
ekonomi itu jadi alat ada dan terus adanya pikiran itu”. Ekonomi disini yang dianggap sebagai benda.
Ekonomi itu terdiri dari beberapa tiang (bagian penting) antara lain terdiri dari a. Produksi penghasilan ; b. Distribusi.
Ekonomi itu terdiri dari beberapa tiang (bagian penting) antara lain terdiri dari a. Produksi penghasilan ; b. Distribusi.
Sedangkan
sifat khusus benda dalam masyarakat utamanya terdiri dari 1.
Bumi dan Iklim ; 2.
Bentuknya pesawat ; 3.
Keadaan Ekonomi ; dan 4.
Klas yang memegang Politik Negara.
Keempat sifat tersebut yang adalah sebagai benda ; semuanya merupakan barang nyata. Keempat sifat inilah yang jadi alat buat adanya paham, pikiran atau pengertian tentang
masyarakat.
Apa yang menjadi sifat penting dari
pikiran dalam otak itu, sebagai bayangan dari masyarakat terdiri
dari 1. Psychology/Tata Kodrat Jiwa ; dan 2. Impian/ Idaman Manusia.
Tata Kodrat Jiwa itu terbagi pula atas
Pengetahuan, Perasaan dan Kemauan. Idaman atau Impian itu terdiri atas Perasaan
atau sentimen cara berpikir dan Pemandangan Hidup.
Jika dipasang
menjadi kalimat Dialektika, maka sekarang kita memperoleh benda sebagai berikut:
1.
Sifat terkhusus dari Bumi dan Iklim;
2.
Bentuk Pesawat;
3.
Keadaan Ekonomi; dan
4.
Klas yang memegang Politik Negara.
Keempat
benda inilah yang menjadi alat buat adanya:
1.
Tata Kodrat Jiwa ; dan
2.
Idaman.
Keempat benda itulah yang menjadi lantai dari bangunan pikiran, dan kemudian menjadi alat pikiran adanya paham masyarakat.
Namun
uraian Dr. Gorter — penulis Historisch Materialisme, salah satu dari
komunis Belanda yang sebelum bercerai dengan Internasionale ke III dianggap
sebagai Theorieticus dan ahli Teori Eropa Barat — adalah berupa formule dan simpulan mekanis
seperti mesin.
Sedangkan
Marx membalikkan perkara itu, bagi Marx
keadaan masyarakat tidak saja menjadi alat adanya paham masyarakat,
tetapi paham tadi pada satu ketika membalik mempengaruhi masyarakat. Pada
tingkat pertama memang benda menentukan pikiran, tetapi sesudahnya itu pikiran
itu melantun, membalik mempengaruhi benda. Seperti telah dikemukakan terlebih
dahulu, Hegel juga berpendapat adanya kena-mengenanya benda dan pikiran. Menurut Hegel Idee (pikiran) itulah yang
pertama, sedangkan menurut Marx adalah sebaliknya.
Banyak
kalangan yang pura-pura tahu atau tiada tahu pendapat Marx tentang perkara itu,
mereka itu adalah yang berkepentingan buat memusuhi Marxisme. Pada kesempatan
lain akan dijelaskan hal kena-mengenanya benda dan pikiran itu dengan beberapa
kutipan dari tulisan Marx.
Sebelum
menjelaskan lebih lanjut hal kena-mengenanya benda dan pikiran itu menurut
Marx, kiranya perlu diuraikan lebih dahulu satu perkara yang terkhusus, yang
Marx anggap sebagai benda. Oleh Feurbach, pemikir yang berjasa besar buat
Materialisme (kecuali buat Marx dan Engels), perkara yang terkhusus ini tidak
dianggap sebagai benda, melainkan sebagai Idee.
Feuerbach tidak
memandang pekerjaan manusia itu sebagai yang sebenarnya, memimpikan manusia
yang suci, yang tercerai dari masyarakat, satu Resi. Sedangkan Marx menganggap
pekerjaan manusia itu sebagai yang sebenarnya, menuntut suatu revolusi
masyarakat dan ekonomi sebagai satu perjanjian buat manusia baru.
Perselisihan
paham itulah yang menimbulkan thesis, simpulan Marx yang amat masyhur. Itulah
karangan pusaka Marx tentang hal filsafat yang diketahui oleh Tan Malaka, dan itu pula susunan yang terutama dipakai oleh pemikir sejawatnya, Co-creator Engels,
Mohring dll. Simpulan Marx yang masyhur
itu digambarkan oleh Tan Malaka lebih kurang sbb:
1.
Perselisihan antara
Marx dan Feuerbach pada ketika itu adalah perkara yang dinamai Wirklichkeit Sunlichkeit (realitas kehendak?) ialah yang nyata itu. Thesis pertama
maksudnya: “Kesalahan semua ahli filsafat sampai sekarang ini diantaranya
termasuk Feurbach, ialah memandang yang nyata itu sebagai objek (untuk diamati
saja) tidak sebagai Fatigkeit. Perbuatan manusia tidak sebagai
Praktek-Manusia”.
2. Beginilah maksud
thesis bagian bermula dan pertama. Jadi buat Marx menscheljk Fatigekeit itu,
perbuatan manusia, mesti dipandang sebagai yang nyata, jadi yang sebenarnya,
Wirklichkeit (realitas), satu kenyataan sebagai benda. Perhubungan tani dan
yang kerjanya dengan tanah, mesti dianggap sebagai benda. Tenaga yang keluar
dari mata memandang-mandang bintang, dari pelayar Indonesia ke Madagaskar atau
Amerika Tengah lebih dari 2.000 tahun dahulu, seperti juga pelayaran yang jauh
dan berbahaya itu sendiri mesti dianggap sebagai yang nyata, yang sebenarnya.
Bukan orang Indonesia dan sampannya saja mesti dianggap yang nyata, dianggap
benda, tetapi begitu juga segala aksinya, pekerjaannya dan perbuatannya. Bahwa
aksi kerja manusia itu benda yang nyata, tiadalah bisa dibantah sekarang karena
Fatigkeit. Kerja itu memang memakai energy, kodrat, labour atau tenaga.
3. Feuerbach memandang
aksi manusia itu dari penjuru Idealisme, dari penjuru pikiran semata-mata.
Sebab itu hasil pemandangannya juga abstrak, terpisah seperti hasil pemeriksaan
Hume. Juga Feuerbach menghendaki yang nyata, tetapi dia tiada menganggap pekerjaan manusia itu sebagai yang nyata, yang
sebenarnya, Wirklichkeit Sinlichkeit. Sebab itu Feuerbach dalam bukunya
bernama: “Das Wesen das Christentums” cuma “Theoritisch Verhalten”, perhubungan
dalam teori yang suci, yang rechtmenschliche, yang cocok dengan kemanusiaan.
Sedangkan praktek sehari-hari, pekerjaan atau kelakukan biasa, dia anggap
seperti kotoran Yahudi saja.
4. Buat Marx tentulah
pekerjaan, kelakuan, perbuatan sehari-hari yang berhubungan dengan percaharian
hidup itulah yang nyata, yang sebenarnya. Bukan yang diimpikan dalam buku atau
teori saja. Kotor atau bersihnya pekerjaan atau kelakuan Yahudi misalnya,
tergantung pada penjuru pemandangan. Juga tergantung pada keadaan hidup.
5. Sebab Feuerbach tiada
memandang pekerjaan manusia itu sebagai yang sebenarnya, maka ia tinggal
memimpikan manusia yang suci, yang tercerai dari masyarakat, satu Resi.
Sedangkan Marx menganggap yang ada itu, pekerjaan manusia itu sebagai yang
sebenarnya, menuntut revolusi masyarakat dan ekonomi sebagai satu perjanjian
buat manusia baru.
6.
Begitulah kira-kira
makna thesis pertama itu, walaupun seluruhnya thesis itu sudah lebih dari 20
tahun dalam “jembatan keledainya” peringatan, Tan Malaka tiada mau menyalin
begitu saja ke dalam bahasa Indonesia. Salinan rapi satu persatu kata, dari
Jerman ke Inggris saja sudah begitu susah, dari Jerman ke bahasa Italia boleh
dbilang perkara mustahil, apalagi dari Jerman ke Indonesia, satu bahasa Timur.
Selain kesusahan salin-menyalin, juga kesusahan makna. Sepak terjangnya Marx
menulis, tentulah sepadan dengan sepak terjangnya Pujangga Jerman dalam
lingkungan kesusasteraan dan filsafat Jerman. Sebab itu Tan Malaka mengambil
isinya saja dengan tambahan disana-sini buat penjelasan. Perkara yang tak
berhubungan dengan masyarkat kita dan keterangan panjang yang susah dimengerti,
Tan Malaka menyingkirkannya, namun arti yang tepat tiada dilupakan.
7. Thesis ke-2
mempersoalkan apakah dalam berpikir ada termasuk gestandlichtkeit, yang nyata
kebendaan, menurut kata Marx, yakni, bukanlah persoalan teori, bahwa melainkan
persoalan praktek. Cuma dalam praktek, nyata atau tak nyata orang tahu manusia
itu berpikir. Maksudnya Marx sudah tentu pikiran yang membawa aksi, membawa
kekuasaan seperti pikiran revolusioner (atau pikiran yang berhasil membawa
perubahan masyarakat seperti pikiran Edison dll) bukan impian satu Resi.
8.
Bagian akhir dari
Thesis ke-3 juga berarti: Mengubah masyarakat dan Fatigketi itu, yang hanya
boleh diartikan dengan aksi revolusioner, pekerjaan pemberontakan.
9. Persoalan apakah
manusia berpikir itu ada atau tidaknya Gegenstandlichkeit, kebendaan kata Marx
seterusnya, adalah hasil yang semata-mata scholastic (cara berpikir Zaman
Tengah yang selalu dihubungkan dengan agama Christen). Kita masih ingat, pada
bagian bermula pada buku ini (buku Madilog), disana pikiran itu berasal dari Rohani dan
Jasmani, Dewa Rah yang kosong itu dengan firmannya Ptah bisa menimbulkan Bumi,
Bintang, kodok ular, ya apa saja benda, Gegenstandlichkeit, di alam kita ini.
Filsafat Christen pada Zaman Tengah yang mengasalkan pikiran manusia itu pada
Rohani, Logosnya Plato, tentulah pula terganggu oleh persoalan: Adakah pikiran
manusia itu mengandung zat atau benda pula?
10.
Pada Thesis ke-5
kekurangan Feuerbach dikemukakan lagi. Bunyinya Thesis ini: Feuerbach yang
tiada puas dengan berpikir terpisah “abstract denken” lari kepada yang nyata,
tetapi dia tiada mengganggap perbuatan pekerjaan manusia itu sebagai perbuatan
yang praktis dan nyata sebagai “Practisch critische Fatigkeit”.
11.
Thesis ke-7
menerangkan bahwa: Kehidupan itu sebetulnya praktis berdasarkan pekerjaan
manusia, nyata. Semua kegaiban tentang kehidupan itu, bisa dilemparkan
kegaibannya kalau praktek hidup sehari-hari dipelajari. (tak ada yang gaib).
Semua berasal dan berurat pada penghidupan mencari makanan, minum dan
kesenangan. Kegaiban yang terdapat ialah bikinan Logika Mystika belaka.
12.
Thesis ke-9 berarti
: Materialisme kolot termasuk Materialisme Feuerbach, yakni materialisime yang
tak mengakui perbuatan manusia itu sebagai yang nyata, berpuncak pada
pemandangan seorang individu, pada masyarakat borjuis (Pemandangan semacam ini
seperti pemandangan idealis Hume juga abstrak, terpisah dari masyarakat).
13.
Pada Thesis ke-10 Marx mengambil kesimpulan yang penting. Menurut Marx maka
Materialisme kolot itu ialah pemandangan borjuis yang individualistis, terpisah
dari masyarakatnya. Sedangkan pemandangan Materialisme Baru berdasarkan
masyarakat, berdasarkan seseorang dalam masyarakatnya bersama, kolektif.
14.
Akhirnya pada
Thesis ke-11 pada Thesis penghabisan, seperti biasa ia menutup karangannya
dengan seruan gegap gempita, tidak saja lagi sebagai pemikir, tetapi sebagai
pemimpin Proletar Dunia: “Ahli Filsafat sudah menterjemahkan Dunia ini
berlainan satu dengan lainnya. Yang terpenting ialah mengubah dunia ini”.
Jika
seorang anak menjatuhkan bola dari tangannya ke tanah, maka bola naik kembali
memukul tangannya. Inilah yang dimaksudkan dengan “melantun”, Si anak memukul
bola yang melantun tadi dengan telapak tangannya. Makin keras dia memukul, maka
akan makin kuat perlantunannya.
Jadi sebagai Thesis penutup, Marx kembali lagi
pada perbuatan Fatigkeit. Begitulah pentingnya perbuatan manusia itu sebagai
benda dianggap oleh Marx, sehingga 8 Thesis diantara 11 Thesis yang kita
bicarakan diatas langsung berhubungan dengan perbuatan itu. Tiga Thesis sisanya
dan sebagian dari beberapa Thesis yang Tan Malaka majukan diatas, tiadalah langsung
berhubungan. Hal itu tiada pula kita uraikan maknanya disini.
Kembali
kepada perkara kena-mengenanya perkara atau perlantunan benda dan paham, maka
dibawah ini adalah gambaran tentang perlantunan itu sbb :
A. PAHAM - à B. PERBUATAN
- à C. BENDA - à A. PAHAM - à
-à B. PERBUATAN -
à C. BENDA - à
- A. PAHAM, dapat dikatakan sebagai RUMAH atau GEDUNG PIKIRAN, terdiri dari 1. Tata Kodrat Jiwa ; dan 2. Idaman.
- B. PERBUATAN, merupakan PERBUATAN yang dihasilkan dari PAHAM.
- C. BENDA, merupakan DASAR/HASIL PERBUATAN, terdiri dari 1. Sifat terkhusus dari Bumi dan Iklim; 2. Bentuk Pesawat; 3. Keadaan Ekonomi; dan 4. Klas yang memegang Politik Negara.
PAHAM
yang terdiri dari 1. Tata Kodrat Jiwa dan 2. Idaman ; menurut Hegel PAHAM itu adalah awal atau dasar PERBUATAN. Dan dari PERBUATAN inilah dihasilkan BENDA.
Dari
gambaran tentang perlantunan tersebut, bagi penganut IDEALISME (Hegel), terbentuknya suatu BENDA adalah didasari (dimulai) dari suatu PAHAM, dan gambarannya adalah sbb :
A. PAHAM- à B. PERBUATAN-
à C. BENDA- à B. PERBUATAN-
à
Sedangkan bagi penganut MATERIALISME (Marx), sebaliknya, BENDA adalah awal atau dasar PERBUATAN. Dan dari PERBUATAN inilah yang dihasilkan oleh PAHAM, dan gambarannya adalah sbb :
A. BENDA - à B. PERBUATAN -->C. PAHAM - à B. PERBUATAN - à
Dari gambaran—Benda à Perbuatan à Benda—diatas, tampak bahwa hal-hal yang termasuk/tergolong BENDA yaitu dibawah (C. 1 s/d 4) menjadi Dasar Perbuatan. Perbuatan inilah yang membawa benda dapat menjadi faham.
Sedangkan hal-hal seperti Kodrat Jiwa (a) dan Idaman (b) dibawah (A.1 s/d 2) merupakan Gedung Pikiran.
Pada tingkat ke-1 BENDA (1,2,3,4) membayang ke PAHAM (pikiran)—lihat gambaran diatas . Pikiran melantun mengenai dan mengubah Benda-Dasar dengan Perbuatan menjadi Benda-Baru (lihat panah berikutnya). Perbuatan terletak di antara Benda Dasar dan Benda-Baru, oleh karena perbuatan yang berhasil mesti berpadu dengan pikiran yang berhasil pula. Jang mempertalikan benda dasar dengan pikiran adalah perbuatan.
Sedangkan hal-hal seperti Kodrat Jiwa (a) dan Idaman (b) dibawah (A.1 s/d 2) merupakan Gedung Pikiran.
Pada tingkat ke-1 BENDA (1,2,3,4) membayang ke PAHAM (pikiran)—lihat gambaran diatas . Pikiran melantun mengenai dan mengubah Benda-Dasar dengan Perbuatan menjadi Benda-Baru (lihat panah berikutnya). Perbuatan terletak di antara Benda Dasar dan Benda-Baru, oleh karena perbuatan yang berhasil mesti berpadu dengan pikiran yang berhasil pula. Jang mempertalikan benda dasar dengan pikiran adalah perbuatan.
Untuk
menjelaskan PELANTUNAN MASYARAKAT DAN PAHAM ; Tan Malaka memberi gambaran lk
sbb:
- Jika seorang anak menjatuhkan bola dari tangannya ke tanah, maka bola naik kembali memukul tangannya. Inilah yang dimaksudkan dengan “melantun”, Si anak memukul bola yang melantun tadi dengan telapak tangannya. Makin keras dia memukul, makin kuat perlantunannya.
Begitulah kira-kira kena-mengenanya benda masyarakat dengan pikiran manusia menurut Dialektika Materialisme (dimulai dari masyarakat), sedangkan menurut Dialektika Idealisme adalah sebaliknya (dimulai dari paham).
Kiranya ada baiknya jika dikemukakan disini apa yang diceritakan oleh Tan Malaka suasana hatinya sewaktu menuliskan tentang PELANTUNAN MASYARAKAT DAN PAHAM tersebut sbb :
- Kedasar laut dekat Merqui, menjelang Rangoon, saya (tan Malaka) jatuhkan beberapa buku peringatan saya, di dalamnya bermacam-macam catatan dari buku berdasarkan Dialektika dan Science. Catatan itu mau saya pakai buat “misal” dalam buku seperti yang saya tulis sekarang. Dalam buku itu mesti banyak misal yang saya boleh pakai berhubung dengan pasal seperti diatas. Tetapi yang sudah hilang semacam itu tentulah tiada berguna disesali lagi. Apalagi kalau nyata kehilangan itu dibayar dengan keselamatan diri saya. Seperti sudah saya bilang pemeriksaan douane Rangoon teliti sekali.
- Catatan yang dikumpulkan bertahun-tahun dari pelbagai macam buku, majalah dan surat kabar, tentulah tiada bisa dikumpulkan kembali dengan segera. Tetapi walaupun ada hak buat membaca kembali, pekerjaan itu tiada bisa dilakukan sekarang sebab memangnya bermacam-macam buku itu tak ada dan selama perang ini mustahil bisa diadakan. Kalau besokpun perang selesai, tak juga bisa diadakan lebih kurang dari 6 bulan, kalau uang ada pula.
- Buat penglaksanaan pasal diatas, saya terpaksa pakai cuma tiga catatan, yang saya anggap cukup buat maksud ini. ketiganya cuma tersimpan dalam “jembatan keledai” peringatan saya, sudah bertahun-tahun. Tiada heran kalau sedikit mendapat perubahan. Bajapun berkarat kalau terlampau lama disimpan.
Tan Malaka juga mengatakan bahwa pembaca yang terhormat tentulah akan berbaik
hati memberi peringatan kepada-nya, jika dia keliru. Dengan begitu kesalahan boleh diperbaiki, misalnya Thesis ke 3 dari 11 (Thesisnya Marx), yang sebagian sudah Tan Malaka sebut, kita bejumpa dengan perlantunan itu.
Bagian itu kira-kira berarti, Ilmu Materialisme, yang mengatakan bahwa seseorang itu adalah hasil dari suatu masyarakat, dan orang lain adalah hasil masyarakat lain pula, lupa bahwa masyarakat itu hasil dari pekerjaan orang pula. Begitulah si pendidik dididik.
Bagian itu kira-kira berarti, Ilmu Materialisme, yang mengatakan bahwa seseorang itu adalah hasil dari suatu masyarakat, dan orang lain adalah hasil masyarakat lain pula, lupa bahwa masyarakat itu hasil dari pekerjaan orang pula. Begitulah si pendidik dididik.
Bagaimana tepatnya perlantunan itu digambarkan oleh thesis, yang belum dikoreksi oleh Marx itu dan digali oleh Co-creatornya Frederich Engels lk sbb:
- Mula-mula masyarakat itu menghasilkan satu bentuk orang. Seseorang yang berfaham begini atau begitu, berperasaan begini atau begitu, bertabiat begini atau begitu dan akhirnya beridaman begini atau begitu.
- Kemudian idaman dan cita-cita masyarakat (orang-orang) itu menyala berkobar begitu keras dalam hatinya, sehingga bisa menggerakkan pesawat kemauannya buat bekerja mengubah masyarakatnya tersebut. Dengan perbuatan revolusioner, maka timbullah pula masyarakat baru.
- Begitulah mula-mula masyarakat mendidik orang tadi menjadi revolusioner dan akhirnya revolusioner tadi mendidik masyarakat itu sendiri jadi masyarakat baru. Perlantunan itu sudah berlaku : Si pendidik dididik pula.
Contoh
semacam ini tentulah dengan gampang bisa digali dari sejarah Dunia, terutama
sejarah Inggris, Perancis dan Rusia, kiranya tak ada salahnya kalau kita
meninjau ke masyarakat 3 negara itu. Walaupun sebagai penjajah, mereka (Inggris dab-nya itu) dimata kita telah sangat
turun derajatnya, namun bukan sifat kita (Indonesia) mengemukakan kebusukan saja (bersambung).
*
Still the teachings of the philosophers are not the commandments of the gods, but the discoveries of men, who, at the prompting of their own speculative ability, made efforts to discover the hidden laws of nature, and the right and wrong in ethics, and in dialectic what was consequent according to the rules of logic, and what was inconsequent and erroneous (Santo Agustinus)
*