Ngunandiko.164
JENGHIS KHAN
(Organisasi, tipu
& muslihat pasukan militer Mongol; Bag ke-1)
I.
KATA PENGANTAR.
Pada kesempatan ini
Ngunandiko ingin membahas dan merenungkan secara singkat tentang “JENGHIS KHAN”.
Bahasan dan renungan ini disusun berdasarkan berbagai sumber informasi dan
catatan dari teman-teman.
Seperti diketahui Jenghis
Khan hidup pada bagian akhir abad ke-12 dan awal abad ke-13 (1162 – 1227). Jenghis adalah pendiri pertama keluarga besar Khan dan
Jenghis Khan menjadi sangat berkuasa dengan menyatukan banyak suku nomaden di seantero
Asia Timur Laut yaitu dataran tinggi Mongolia, semenanjung Korea, Manchuria dan
wilayah-wilayah di sekitarnya.
Setelah memperoleh gelar sebagai
Jenghis Khan, maka dibangunnya “Kekaisaran Mongol”. Dan beberapa waktu kemudian
Jenghis Khan memimpin pasukan militer
Mongol melancarkan invasi, serta menaklukkan sebagian besar Eurasia. Eurasia
adalah superbenua gabungan dari dua benua yaitu Eropa dan Asia.
Jenghis Khan |
Bahasan dan renungan ini akan menitik beratkan pada system organisasi, tipu & muslihat pasukan militer Mongol atau lazim pula disebut sebagai taktik, strategi, organisasi pasukan militer Mongol. System itu dibentuk dan dirancang oleh “JENGHIS KHAN” untuk menjaga Negara-nya dan terutama untuk menaklukkan musuh-musuhnya.
II.
PENJELASAN UMUM
Seperti telah diterangkan
dimuka sistem organisai, tipu & muslihat pasukan militer Mongol dirancang dan dibentuk oleh Jenghis. Dengan sistem
organisai, tipu & muslihat pasukan militer Mongol seperti itu, maka “Kekaisaran Mongol” menjadi sangat
kuat dan dapat menaklukkan hampir seluruh benua Asia Timur Laut, Timur
Tengah, dan bagian timur Eropa.
Pondasi dasar dari sistem organisasi,
tipu & muslihat pasukan militer Mongol
itu dikembangkan dan merupakan
kelanjutan dari gaya hidup nomaden bangsa Mongol, yang kemudian dibentuk
menjadi suatu system pasukan militer yang khas.
Disamping itu dengan dikusainya
teknologi logam (besi) untuk membuat senjata dan perlengkapan perang serta adanya
hewan kuda
sebagai kendaraan dan tunggangan yang dapat bergerak dengan cepat, maka keduanya
menjadi tiang utama dan memperkuat “sistem pasukan militer Mongol” tersebut. Dengan
system itu organisai, tipu & muslihat diterapkan dalam operasi-operasi militer di berbagai tempat oleh Jenghis Khan
; para jenderal perangnya ; dan kemudian
hal itu diteruskan oleh para penerus dinastinya dengan sukses.
Teknologi dan budaya asing,
yang dipandang berguna bagi organisasi,
tipu & muslihat pasukan militer Mongol itu, seperti sistem
pertahanan dan serangan diadaptasi atau diadopsi, kemudian diintegrasikan ke
dalam struktur komando pasukan militer Mongol.
Organisasi, tipu & muslihat pasukan militer Mongol ini disebut pula
sebagai system taktik, strategi,
dan organisasi pasukan militer Mongol. Sistem itu terdiri dari 17 butir
yaitu: (1) Organisasi dan karakteristik Pasukan; (2) Memutuskan hubungan mata
rantai kelompok Kesukuan; (3) Pelatihan dan disiplin; (4) Kavaleri atau Pasukan
Berkuda; (5) Logistik; (6) Komunikasi; (7) Kostum atau Seragam; (8) Senjata
Perang; (9) Strategi menjaga sang Panglima Perang; (10) Intelijen dan
Perencanaan; (11) Psywar (Perang Psikologis) dan Teknik Kamuflase (Tipuan);
(12) Rekruitmen Pasukan Lawan yang menyerah; (13) Taktik Pertempuran Darat;
(14) Teknik Menjepit dan Mengapit; (15) Pengepungan dan Pembukaan; (16)
Pura-pura mundur dan kabur; (17) Semangat Juang.
III.
TAKTIK,
STRATEGI, DAN ORGANISASI
Uraian dan penjelasan singkat mengenai system taktik, strategi dan
organisasi pasukan militer Mongol, yang dibentuk dan dirancang oleh Jengis Khan tersebut, lebih kurang seperti
berikut ini.
1.
Organisasi dan karakteristik Pasukan
(Organization and characteristics of Troops).
Jenghis Khan meng-organisasi-kan tentara Mongol ke dalam
kelompok-kelompok berdasarkan system decimal. Satu unit atau regu terdiri dari
14 – 60 orang, secara rekursif (“rekursi” yaitu proses pengulangan sesuatu dengan
cara kesamaan-diri) dibangun mulai dari kelompok terdiri dari 10 (Aray), 100 (Zuut), 1,000
(Minghan), dan 10,000 (Tumen). Masing-masing dengan system pelaporan, yang
dilakukan oleh para pemimpin pasukan dari tingkat rendah ke tingkat berikutnya yang
lebih tinggi. Unit-unit
regu
pasukan itu diawasi oleh seorang intendan (kepala divisi pasukan) Tumen, yang
disebut jurtchi. Total pasukan dapat
dihitung minimal sekitar 140 ribu sampai
maximal sekitar 600 ribu orang atau rata-rata sekitar 440 ribu orang “pasukan kekaisaran
Mongol”, yang tersebar di Wilayah Mongol sendiri dan wilayah-wilayah bawahannya
yang sudah ditaklukkan.
Jenghis Khan menghargai mereka
yang telah setia selama bertahun-tahun sampai
Jenghis Khan naik ke puncak kekuasaannya. Penghargaan itu diberikan oleh Jengis Khan melalui suatu surat
keputusan yang dibuat dari markas besarnya.
Dapat dikemukakan bawa para
Tumen dan Minghan diperintah oleh seorang Noyan, yang diberi tugas mengelola
wilayah yang sudah ditaklukkan secara administrative.
Sejumlah Tunmen, kira-kira
2 s/d 5 Tunmen membentuk sebuah Ordu yaitu sebuah korps gabungan tentara atau
pasukan tempur, sedangkan istilah “Horde” atau unit tentara gabungan, itu
dibentuk atas perintah para Khan atau para jenderal (Boyan).
Pasukan Mongol |
Sebuah Ordu adalah unit tentara gabungan yang diatur secara ketat, dengan system organisasi dan bentuk tampilan formasi pasukan yang seragam.
Transfer atau perpindahan
antar unit regu pasukan dilarang. Para pemimpin pada tingkat masing-masing
memiliki wewenang penuh melakukan eksekusi perintah mereka sendiri, yang danggapnya
terbaik. Struktur komando pasukan dengan system itu terbukti
sangat fleksible. Dan struktur komando seperti itu memungkinkan tentara Mongol
menyerang secara massal, dengan membagi pasukan menjadi kelompok-kelompok lebih
kecil untuk memimpin pengepungan dalam penyergapan pasukan lawan atau membagi
menjadi kelompok-kelompok kecil terdiri dari 10 (atau lebih) tentara, ketika
melarikan diri atau terpecah belah saat pertempuran berlangsung.
Setiap tentara secara
individu bertanggung jawab atas peralatan dan senjata yang mereka miliki (senjata inventaris
pasukan). Sekurang-kurangnya masing-masing tentara memiliki lima jenis senjata.
Meskipun mereka berperang sebagai bagian dari unit pasukan, tetapi keluarga dan
hewan tunggangan dari para personil pasukan akan menemaninya di setiap
ekspedisi keluar wilayah.
Di semua unit pasukan yang
ada, terdapat pasukan elit yang disebut sebagai “Keshig”. Pasukan elit itu berfungsi sebagai
penjaga “Kekaisaran Mongol”, serta sebagai
tempat pelatihan bagi para perwira muda yang potensial. Misalnya Subutai Agung (penasihat militer para pewaris Jenghis
Khan) memulai karirnya di tempat itu.
2.
Memutus mata rantai kelompok-kelompok
Kesukuan (Cut of the relationship between the Ethnic group chain).
Sebelum era Jenghis Khan,
banyak suku dan konfederasi (confederacy) di daratan Mongol, termasuk
diantaranya suku-suku bangsa Naiman, Merkit, Tatar, Mongol, dan Keraits. Suku-suku itu pada
awalnya sering saling menyerang satu sama
lain, bahkan dalam saling menyerang itu sering dilakukan dengan keroyokan (bergabung).
Permusuhan seperti itu – saling balas
dendam – telah berlangsung berabad-abad lamanya. Selain itu, banyak kelompok keluarga dan individu yang telah
dikucilkan dari suku-nya, karena berbagai alasan dan tinggal di luar
perlindungan suku. Kelompok-kelompok yang terakhir inilah yang disambut oleh
Jenghis Khan untuk bergabung dengan
pasukannya.
Ketika terjadi
penggabungan tentara baru ke dalam tentara inti, Jenghis Khan membagi tentara
di bawah pemimpin yang berbeda-beda untuk memecah hubungan sosial dan kesukuan,
sehingga tidak ada pembagian berdasarkan garis keturunan dari aliansi
suku-suku. Dengan demikian, Jenghis Khan membantu mempersatukan masyarakat yang
berbeda-beda, dan terbentuklah loyalitas baru dari setiap pasukan. Namun
demikian, identitas kesukuan lama tidak sepenuhnya hilang, masih ada pada beberapa suku yang
merupakan orang Jenghis Khan. Suku-suku itu tetap setia kepada Jenghis Khan
sepanjang masa dan secara teguh tetap mempertahankan integritas dan identitasnya.
Sedangkan suku-suku seperti Tatar, Mergids, Keraits, Naiman dan klan-klan bekas musuhnya, yang awalnya lebih kuat dari
Jenghis Khan, benar-benar telah terputus kesatuan-nya. Misalnya Tunmen
Ongut tidak pernah lagi merupakan bagian dari Tumen Tatar, padahal klan Ongut semula
adalah bagian dari suku bangsa Tartar.
Promosi jabatan diutamakan berdasar prestasi. Setiap pimpinan unit pasukan bertanggung jawab atas kesiapan
prajuritnya. Jika ditemukan dan dinilai ada ketidakcakapan dalam memimpin akan
diganti.
Promosi jabatan juga
diberikan oleh Jenghis Khan berdasar kemampuan, bukan berdasar atas identitas
asal muasal kelahirannya. Pengecualian adalah bagi para pemimpin tingkat komando tertinggi pada
hirarki pasukan. Jabatan itu diperuntukkan
bagi keluarga Jenghis Khan. Subutai,
putra seorang pandai besi (profesi yang sangat terhormat pada masa itu), tetapi tidak ditakdirkan menjadi calon pemimpin.
Dalam serangkaian invasi
penaklukan Eropa Barat dan Eropa Timur, secara normal komando dipegang oleh Batu Khan (cucu Jenghis
Khan) dan dua pangeran lainnya yang sedarah dengan Batu Khan masing-masing mengepalai sayap pasukan itu.
Tapi ketiga pangeran keturunan Jenghis Khan tersebut berada di bawah pengendalian Subutai. Setelah
menerima berita kematian Ogedei Khan (putra dan penerus Jenghis Khan) pada
tahun 1243, maka Subutai mengingatkan kepada ketiga pangeran itu tanggung
jawabnya, namun ketiganya ternyata ogah-ogahan menjalankan tugas dinasti-nya. Dan
Subutai memerintahkan para Tumen untuk kembali ke Mongol, kejadian ini
menyelamatlah Eropa dari kehancuran lebih lanjut.
Setiap tentara Mongol
biasanya memiliki dan memelihara 3 atau 4 ekor kuda. Personil pasukan sering melakukan
pergantian kuda yang tunggangan-nya, yaitu pada saat perjalanan dengan
kecepatan tinggi dan selama berhari-hari tanpa berhenti. Kemampuan tentara Mongol bertahan
hidup dari alam sekitarnya dalam situasi yang ekstrim adalah mengandalkan hewan
peliharaanya (terutama dari susu kuda-nya), hal itu membuat tentara Mongol jauh
lebih sedikit ketergantungan-nya kepada
petugas pemasok logistik kebutuhan pangan tradisional (bekal yang dibawanya).
Dalam beberapa kasus, seperti selama invasi di Hungaria pada awal 1241, tentara
Mongol melakukan perjalanan hingga 100 mil (160 km) per hari (24 jam), pada
masa itu tidak ada pasukan manapun yang mampu melakukannya.
Kemampuan bergerak
prajurit Mongol secara individu memungkinkan
misi-nya berhasil mengumpulkan
informasi intelijen tentang rute dan menemukani daerah untuk medan perang yang sesuai
dengan taktik tempur yang disukai oleh pasukan Mongol.
Selama invasi ke Kiev dan
Rusia, bangsa Mongol dapat menggunakan sungai beku sebagai jalur lintasnya. Musim yang
sangat dingin, bagi pasukan Mongol
menjadi waktu yang digunakan untuk menyerang.
Untuk menghindari hujan
panah atau senjata yang mematikan dari tentara Mongol, lawan mengantisifasinya
dengan menyebar atau mencari
perlindungan. Dengan memecah formasi seperti itu membuatnya lebih rentan terhadap incaran pasukan Mongpl,
yang ahli mengunakan tombak. Demikian
juga kalau lawan bergabung dalam satu induk pasukan besar, maka akan
menjadi lebih rentan terhadap serangan pasukan pemanah Mongol.
Setelah musuh dianggap
cukup lemah dan terpencar, para Noyan (panglima pasukan Mongol) memberi isyarat. Maka drum akan ditabuh dan
diikuti dengan isyarat bendera, itu adalah tanda bagi para pasukan yang ahli
mengunakan tombak untuk memulai tugasnya. Seringkali dengan serbuan hujan panah
sudah cukup untuk mengusir dan menghancurkan lawannya, sehingga pasukan tombak
hanya diperlukan untuk membantu mengejar dan menyergap sisa-sisa pasukan lawan
yang lari pontang-panting, menyelamatkan diri.
Ketika menghadapi tentara
Eropa, yang lebih menekankan bentuk formasi kavaleri berat, maka tentara Mongol
menghindari konfrontasi langsung. Sebaliknya tentara Mongol menggunakan
senjata panah untuk menghancurkan kavaleri
musuh dari jarak jauh. Jika baju besi bertahan dari serangan panah , maka
bangsa Mongol lalu menyerang kuda-kuda para ksatria musuh, sehingga hanya
meninggalkan pria berlapis baja yang berjalan kaki dan terisolasi. Alhasil
kesatria-kesatria Eropa itu menjadi bulan-bulanan dan santapan lezat dari para
pembantai yaitu pasukan Mongol.
Pada pertempuran Mohi,
tentara Mongol membuka celah barisannya,
hal itu menarik orang-orang Hongaria
untuk mundur melalui celah tersebut, Dan mengakibatkan pedesaan Hongaria yang telah hancur
sebelumnya menjadi tempat pelarian bagi musuh Mongol. Dan inilah saatnya para pemanah pasukan Mongol yang bersembunyi
dibalik gunung memacu kudanya secara serentak menghabisi para musuh Mongol
dengan tombak seenak hatinya. Pada
pertempuran Legnica, para kesatria berkuda Teutonik, Templar, dan Hospitaller banyak
yang terbunuh akibat diserang oleh pasukan Mongol, hanya sedikit yang mampu
turun dari kudanya serta tidak bisa berjalan apalagi berlari dengan cepat, dan
terbunuh akibat diserang oleh pasukan Mongol,. Hal itu jelas akibat pakaian perang yang digunakan oleh para
tentara Eropa, musuh Mongol itu.
3.
Pelatihan
dan Disiplin (Training and Discipline).
Unit regu pasukan tentara
Mongol terus menerus latihan berkuda, memanah, atau latihan taktik formasi
dan rotasi tempur. Latihan ini dikelola dengan disiplin keras, tapi bukan kasar atau tidak masuk akal. Latihan yang
manusiawi, latihan yang membuat tentara
Mongol lebih displin dan tangguh..
Pejabat teras seperti
biasanya diberi kelonggaran yang luas oleh atasannya dalam melaksanakan
perintah, selama tujuan yang lebih besar dilakukani dengan baik, dan perintah dipatuhi. Akibatnya tentara Mongol terhindar dari disiplin yang terlalu kaku, micro
management yang menjadi momok bagi angkatan bersenjata sepanjang sejarah.
Namun, semua anggota pasukan harus setia
satu sama lain tanpa syarat dan terlebih kepada atasan, dan lebih jauh
lagi terhadap Khan, Kaisar Mongol. Jika satu orang tentara melarikan diri dari
situasi bahaya dalam suatu pertempuran, maka sembilan rekan lainnya dari arva (kelompok
terkecil dari pasukan seperti disebutkan sebelumnya) akan menghadapi hukuman
mati bersama-sama.
Salah satu metoda latihan yang
unik orang Mongol adalah dengan cara melakukan berburu bersama dalam sekala
besar, hal itu diselenggarakan setiap tahun di stepa (area daratan luas yang
terdiri dari semak belukar). Para penunggang kuda Mongol akan membuat lingkaran
besar, dan mengusir segala macam binatang yang ada didalamnya, kemudian
digiring menuju pusat perburuan. Hal ini untuk melatih manuver bergerak bersama
secara dinamis yang sangat diperlukan di
medan perang, bangsa Mongol akan menjebak semua binatang dari berbagai jenis
dalam pengepungan, dan atas perintah komandan pembantaian dimulai. Jika pemburu
dapat membunuh setiap makhluk sebelum waktu yang ditentukan akan diberi hadiah,
atau jika ada satu binatang dapat melarikan diri dari cincin lingkaran
perburuan akan dihukum (reward and punishment). Dengan demikian bangsa Mongol
mampu melatih, menikmati rekreasi berburu, dan sekaligus mengumpulkan makanan
untuk pesta besar-besaran.
4.
Kavaleri
atau Pasukan Tempur Berkuda (Cavalry or Equestrian Combat Forces).
Enam dari setiap sepuluh
tentara Mongol merupakan pasukan kavaleri ringan dan pemanah berkuda, empat
sisanya termasuk kavaleri berat berbaju lapis baja dan ahli bersenjatakan
tombak. Boleh dikatakan tentara Mongol adalah pasukan kavaleri ringan bahkan
sangat ringan dibandingkan dengan standar kavaleri pasukan ksatria Eropa.
Sebagian besar pasukan yang tersisa 2/5-nya adalah kavaleri berat dengan
bersenjatakan tombak untuk pertempuran jarak dekat setelah pasukan pemanah membawa musuh ke dalam situasi kacau. Pasukan
pemanah ini juga biasanya secara otomatis bisa melakuan pertempuran jarak dekat
dengan senjata pedang, kapak atau senjata tempur jarak dekat lainya.
Pasukan tentara Mongol
melindungi kuda perang mereka dengan cara yang sama seperti yang dilakukan atas
diri mereka sendiri, menutupi mereka dengan baju besi pipih. Baju besi kuda
dibagi menjadi lima bagian dan dirancang untuk melindungi setiap bagian dari badan
kuda (termasuk dahi). Baju besi kuda memiliki plat khusus yang dibuat dengan
cara diikat di setiap sisi leher.
Kuda perang pasukan Mongol
relatif kecil, dan akan kalah berlalri pada jarak pendek jika adu balapan dalam kondisi yang sama dengan kuda
yang lebih besar dari daerah lain, khususnya di Eropa. Namun demikian, karena
tentara lawan perlengakapan perangnya jauh lebih berat, maka kuda pasukan
Mongol masih bisa berlari lebih cepat dari pasukan berkuda musuh dalam situasi
pertempuran. Selain itu, kuda perang pasukan Mongolia sangat tahan dikendarai
lama dan kokoh, yang memungkinkan pasukan Mongol untuk bergerak jarak jauh
secara cepat. Kadang-kadang lawan sering dikejutkan oleh suatu serangan
tiba-tiba, padahal menurut perhitungan masih
beberapa hari lagi atau beberapa minggu kedatangan pasukan Mongol itu.
Hal ini memberi efek kejut yang luar biasa, itulah salah satu keunggulan dari
tentara Mongol.
Semua kuda dilengkapi
dengan sanggurdi (tempat menyimpan anak panah). Ini keuntungan teknis yang membuat
para pemanah Mongol mudah menggerakkan tubuh bagian atas mereka, dan menembak ke
segala arah, termasuk ke belakang. Prajurit Mongol akan mengatur waktu bagi setiap
panah yang dilepaskan. Dan di ketinggian kurang lebih 2 s/d 3 meter dari tanah, parajurit Mongol
bisa mempredikisi jarak dengan lawan dari bunyi derap kuda yang ditimbulkan,
sehingga mampu memastikan dengan baik sasaran tembak.
Setiap prajurit memiliki 2
s/d 4 ekor kuda, sehingga ketika kuda itu
lelah, bisa digunakan kuda yang lain. Itulah yang membuat tentara Mongol
merupakan salah satu tentara tercepat di
dunia. Namun, hal itu adalah juga yang membuat
tentara Mongol rentan terhadap kekurangan pakan ternak; terutama jika ekspedisi
penyerangan dilakukan di daerah kering atau hutan, dengan demikian membawa
kesulitan tersendiri dan bahkan di daerah padang rumput yang ideal pun, pasukan
Mongol harus terus bergerak untuk memastikan cukup persediaan rumput sebagai
pakan untuk kuda-kudanya yang begitu besar jumlahnya, 2-4 kali lipat dari
jumlah pasukan Mongol itu sendiri.
5.
Logistik
(Logistics).
Tentara Mongol dalam melakukan perjalanan (long march) tampak sangat ringan,
dan mampu bertahan hidup dari alam sekitarnya. Peralatan untuk membantu
memenuhi kebutuhan-nya antara lain adalah kail
ikan dan alat berburu lainnya, semuanya itu dimaksudkan agar setiap prajurit
terlepas dari sumber pasokan tetap (bekal). Bahan makanan dalam perjalanan yang
paling umum adalah daging kering yang disebut "Borts", masih umum dalam masakan bangsa Mongol sampai
saat ini. Borts ringan dan mudah dibawa dalam perjalanan dan dapat dimasak
dengan air, sama dengan "makanan instan, cepat saji" jaman modern
sekarang.
Pasukan Mongol selalu memastikan,
bahwa kondisi kudanya segar bugar. Para prajurit Mongol masing-masing biasanya memiliki
2 s/d 4 ekor kuda. Sebagian besar kuda perang bangsa Mongol adalah kuda
tunggangan, dan bila perlu para prajurit itu bisa hidup dari susu kudanya.
Dalam kondisi sulit, prajurit Mongol
bisa minum sedikit dari darah kuda, dengan menyobek nadinya. Para prajurit
Mongol bisa bertahan hidup selama sebulan, hanya dengan minum susu kuda yang
dikombinasikan dengan darah kuda.
Peralatan berat dibawa
oleh pasukan Mongol dengan gerobak yang ter-organisasi-kan dengan baik. Gerobak itu antara lain adalah untuk
membawa stok pasokan panah dalam jumlah yang besar. Hal paling utama, dalam
keadaan jumlah pasokan logistic yang terbatas dalam suatu perjalanan, adalah di-pastikan-nya dapat menemukan cukup pasokan makanan dan air
untuk pasukan dan hewan yang bersamanya. Dalam semua ekspedisi militer, yang
memakan waktu lama, para prajurit Mongol membawa serta keluarga mereka (bersambung).
*
Saya
adalah utusan Tuhan untuk memberi hukuman . . . . . Jika Anda tidak melakukan
dosa besar, Tuhan tidak akan mengirim saya untuk memberi hukuman kepada Anda.
(Jenghis Khan)
*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar