Sabtu, 09 Februari 2019

JENGHIS KHAN


Ngunandiko.166






JENGHIS KHAN
(Organisasi, tipu & muslihat pasukan militer Mongol; Bag ke-2)

Peralatan berat dibawa oleh pasukan Mongol dengan gerobak yang   ter-organisasi-kan dengan baik. Gerobak itu antara lain adalah untuk membawa stok pasokan panah dalam jumlah yang besar. Hal paling utama, dalam keadaan pasokan logistic yang terbatas dalam suatu perjalanan adalah  dipastikan-nya  dapat menemukan cukup pasokan makanan dan air untuk pasukan dan hewan yang bersamanya. Dalam semua ekspedisi militer, yang memakan waktu lama, para prajurit Mongol membawa serta keluarga mereka.


6.   Komunikasi (Communication).

Bangsa Mongol membangun sistem stasiun atau pos penggantian (relaying) kuda, mirip dengan sistem yang digunakan di Persia kuno untuk transfer secara cepat pesan-pesan tertulis. Sistem surat-menurat Mongol adalah seperti sistem pertama di kerajaan Kekaisaran Romawi. Selain itu, komunikasi di medan perang, pasukan Mongol memanfaatkan bendera dan terompet isyarat. Dan pada tingkat yang lebih  rendah, dilakukan dengan isyarat panah untuk mengkomunikasikan perintah pergerakan pasukan selama pertempuran.


7.   Kostum atau Seragam  (Costumes or Uniforms).

Kostum atau seragam dasar pasukan  Mongol untuk pertempuran terdiri dari mantel berat yang diikat di pinggang dengan sabuk kulit. Pada sabuk tersebut tersimpan pedang, belati, dan mungkin kapak. Sedang mantel (jubbah) dilipat pada bidang badan di kiri 2 kali lipatan dan diamankan oleh sejenis tombol atau kancing beberapa inci di bawah ketiak kanan. Mantel tersebut dilapisi dengan bulu. Di bawah mantel, pakaian dalam seperti sebuah kemeja lengan panjang dan baju longgar, umumnya terbuat dari sutra dan benang logam. Bangsa Mongol mengenakan kaus pelindung dari sutra berat. Jika panah menembus lapisan pelindung luar atau garmen kulit luar, panah itu tidak mungkin benar-benar menembus sutra, sehingga mencegah anak panah menyebabkan suatu kematian.

Sepatu bot yang terbuat dari kulit, meskipun berat akan tetapi terasa nyaman dan cukup longgar  untuk mengakomodasi celana yang terselip sebelum dikat erat dengan tali. Prajurit Mongol mengunakan sejenis sepatu rata (heelless), tidak tinggi, disol tebal dan dilapisi dengan bulu. dengan kaus kaki, sehingga membuat kaki tidak merasa dingin.

Baju besi pipih yang dikenakan di atas mantel tebal. Baju ini terdiri dari besi dengan skala kecil, serat berantai, atau kulit keras yang dijahit bersama dengan penjepit kulit dan bila ditimbang kurang lebih 10 kilogram (22 pon) jika terbuat dari kulit saja ; dan lebih berat lagi jika lapisan baja itu terbuat dari sisik logam. Kulit lapis yang pertama ini dilunakan dengan cara direbus dan kemudian dilapisi dengan pernis mentah, menjadikannya tahan air. Terkadang mantel berat para prajurit itu hanya diperkuat dengan pelat logam saja. Mantel ini tentunya tidak terus menerus dipakai, tetapi hanya selama  melakukan pertempuran saja.

Helm yang berbentuk kerucut dan terdiri dari pelat besi atau baja dengan ukuran yang berbeda dan termasuk besi berlapis penjaga leher. Penutup muka pasukan Mongol adalah berbentuk kerucut dan terbuat dari bahan berlapis (bisa diganti pada musim dingin), dan penutup telinga.  Helm tentara dibuat dari kulit atau logam tergantung pada pangkat, tetapi pasti semua sama kuatnya, karena nilai sebuah nyawa tidak tergantung pangkat dan kekayaan-nya.


8.   Senjata Perang (Weapons).

Senjata utama pasukan Mongol adalah busur Mongol. Busur itu terbuat dari bahan komposit (otot kayu dan tanduk) untuk dapat mencapai akurasi, kekuatan, dan pencapaian. Geometri busur memungkinkan untuk dibuat relatif kecil sehingga dapat digunakan  menembak ke segala arah dari kuda. Setiap kantong panah berisi enam puluh anak panah yang diikat di punggung pasukan kavaleri. Pasukan pemanah Mongol adalah sangat terampi, mereka mampu memanah burung yang sedang terbang tepat pada sayapnya.

Prajurit & Senjatanya
Kunci kekuatan busur Mongol adalah konstruksi laminasi, dengan lapisan tanduk rebus dan untuk menambah otot kayu. Lapisan tanduk berada di bagian muka karena tahan kompresi, sedangkan bagian lapisan muka otot berada di luar karena menolak ekspansi. Semua ini memberi kekuatan busur yang besar dan membuat sangat efektif, sekalipun terhadap baju besi. Busur Mongol bisa menembakan panah keatas sejauh 5 kilometer (0,31 mil). Target tembakan itu mungkin pada kisaran 200 atau 230 meter (660 atau 750 kaki), menentukan jarak dekat taktis yang optimal untuk unit pasukan kavaleri ringan. Tembakan balistik bisa memukul unit pasukan musuh (tanpa menargetkan sasaran secara individu) pada jarak hingga 400 meter (1.300 kaki), berguna untuk mengejutkan dan menakut-nakuti tentara dan kuda lawan sebelum memulai serangan yang sebenarnya.

Pemanah pasukan Mongol menggunakan berbagai macam panah, tergantung pada target dan jarak. Chainmail (armor made of small metal rings linked together) dan beberapa baju besi logam bisa ditembus dari jarak dekat dengan menggunakan panah khusus.

Senjata pasukan Mongol berikutnya adalah pedang. Pedang itu sedikit melengkung yang digunakan untuk serangan memotong, tetapi juga mampu memotong dan menusuk, karena bentuk dan konstruksinya, sehingga lebih mudah  digunakan dari kuda. Pedang itu dapat digunakan dengan pegangan satu tangan atau dua tangan, dan memiliki pisau yang  panjangnya sekitar 2 kaki (0,61 m), dengan panjang keseluruhan pedang sekitar 3 kaki (0,91 m) dan mungkin tidak pernah lebih dari 1 meter (3 kaki 3 inchi).

 
9.   Taktik perang “Pengepungan” ("Siege" War Tactics).

Teknologi adalah salah satu aspek penting dari  peperangan yang dilakukan oleh pasukan Mongol (Jenghis Khan). Misalnya mesin (perangkat) pengepungan adalah bagian penting dari perang Jenghis Khan, terutama dalam menyerang kota-kota yang berkubu atau mempunyai benteng pertahanan. Mesin (perangkat) pengepungan itu terurai (knock down) dan dibawa oleh kuda, lalu dibangun kembali di lokasi pertempuran, tidak seperti halnya dengan tentara Eropa. Rombongan pasukan Mongol itu akan melakukan perjalanan dengan insinyur-insinyur dan teknisi terampil yang akan membangun mesin (perangkat)  pengepungan dari bahan-bahan (components) di tempat pertempuran.

Para insinyur yang membangun mesin (perangkat) itu direkrut diantara para tawanan, sebagian besar dari China dan Persia. Ketika pasukan Mongol membantai seluruh populasi, insinyur-insinyur dan teknisi, secara cepat diasimilasikan ke dalam tubuh pasukan tentara Mongol untuk menghidari ikut terbunuh.

Taktik yang juga umum digunakan adalah apa yang disebut sebagai "kharash". Selama pengepungan, prajurit Mongol akan membaur dengan kerumunan penduduk setempat atau tentara yang menyerah dari pertempuran sebelumnya, dan  menyuruh penduduk setempat atau tentara yang menyerah itu maju dalam pengepungan dan pertempuran tersebut. Ini adalah sejenis penggunaan "papan hidup" atau "perisai manusia", mereka sering menjadi korban ujung panah lawan, sehingga para prajurit Mongol pada posisi lebih aman. Kharash itu juga sering dipaksa maju didepan untuk mendobrak dinding pertahanan.


 10.               Strategi Menjaga Sang Panglima Perang (Strategy to Protect the War Commander).

Taktik pasukan Mongol di medan perang adalah kombinasi dari  hasil latihan, komunikasi yang baik, dan disiplin dalam menghadapai kekacauan di suatu pertempuran. Pasukan Mongol dilatih untuk hampir semua kemungkinan yang akan terjadi. Jadi ketika hal itu (latihan, komunikasi, dan disiplin) terjadi, pasukan Mongol itu bisa bereaksi dengan menyesuaikan diri. Pasukan tentara Mongol juga dilindungi oleh para perwira mereka dengan baik. Pelatihan dan disiplin memungkinkan melawan musuh tanpa memerlukan pengawasan atau intruksi secara terus menerus dan berantai, yang sering menempatkan posisi komandannya dalam situasi berbahaya.

Bila mungkin, komandan pasukan Mongol harus menemukan dan menempati tempat (tanah) tertinggi yang tersedia, di mana sang komandan bisa membuat keputusan dan kesimpulan taktis didasarkan pada pandangan terbaik dari peristiwa yang terjadi di medan perang. Selanjutnya, keberadaan sang komandan di tempat yang tinggi memungkinkan pasukan   lebih mudah menerima perintah yang disampaikan dengan isyarat bendera daripada perintah itu disampaikan dilevel ketinggian yang sama. Selain dari pada itu, komandan di tempatkan ditanah tertinggi membuat lebih mudah untuk menjaga dan mempertahankannya.

Tidak seperti tentara Eropa pada masa itu, yang sangat menekankan pada keberanian pribadi. Mongol menganggap pemimpin adalah sebagai aset vital. Misalnya Subutai, yang tidak bisa naik kuda di bagian akhir dari karirnya (karena usia dan obesitas), maka Subutai (dalam keadaan seperti itu) pasti akan diejek oleh hampir semua tentara Eropa waktu itu. Namun  bangsa Mongol  pasti masih mengakui dan menghormai  kekuatan insting dan strategi militer Subutai, yang telah menjadi salah satu bawahan yang Jenghis khan yang paling mumpuni dan disegani. 


11.               Intelijen dan Perencanaan ( Spying and Planning).

Bangsa Mongol adalah bangsa yang sangat hati-hati, pasukan Mongol akan  memata-matai musuh-nya sebelum melakukan invasi apapun. Sebelum invasi ke Eropa, Batu dan Subutai mengirim mata-mata selama hampir sepuluh tahun ke jantung Eropa, membuat peta jalan Romawi kuno, menetapkan rute perdagangan, dan menentukan tingkat kemampuan masing-masing kerajaan dalam melawan invasi. Batu dan Subutai   memperkirakan keinginan setiap kerajaan untuk saling membantu atau tidak, dan memprediksi kemampuan-nya  secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama.
Ketika menyerang suatu daerah, bangsa Mongol melakukan semua yang diperlukan untuk benar-benar dapat menaklukkan kota-kota  tersebut. Beberapa taktik yang dilakukan-nya antara lain adalah sbb :

(1)      Mengalihkan jalur sungai-sungai yang mengarah ke kota-kota yang akan ditaklukan ;
(2)        Menutup pasokan pangan dan menunggu penduduknya menyerah ;
(3)      Mengumpulkan warga sipil dari daerah terdekat untuk mengisi lini depan serangan sebelum mendaki dinding atau tembok pertahanan kota;
(4)        Melakukan perampokan di daerah sekitarnya lalu membunuh beberapa orang penduduk untuk menakut-nakuti ;
(5)        Membiarkan beberapa orang selamat dan melarikan diri ke ibu kota   melaporkan kerugian-nya  ke rakyat umum untuk melemahkan perlawanan sekaligus menguras sumber daya  kota karena masuknya para pengungsi secara tiba-tiba.

Taktik seperti tersebut diatas telah berkali-kali dilakukan oleh  pasukan militer Mongol, dan pada umumnya sukses.


12.     Perang Psikologis dan Tipuan (Psychological Warfare and Deception).

Pasukan Mongol berhasil menggunakan perang psikologis dalam banyak pertempuran, terutama dalam hal menyebarkan teror dan ketakutan di kota-kota musuh. Pasukan Mongol seringkali memberi kesempatan kepada musuh untuk menyerah dan membayar upeti, daripada kota-kotanya dijarah  dan dihancurkan. Pasukan Mongol juga tahu bahwa penduduk dengan populasi menetap tidak bebas untuk lari seperti pada populasi nomaden (mis : bangsa Mongol), dan bahwa penghancuran kota-kota adalah menjadi kehilangannya  yang terburuk. 

Ketika kota-kota tersebut menerima tawaran untuk menyerah (kotanya tidak akan dijarah dan dihancurkan), maka diperlukan pengorbanan lain yaitu  mendukung tentara Mongol menaklukkan daerah lainnya dengan memasok tenaga kerja, persediaan bahan makanan, dan layanan lainnya yang diminta oleh pasukan Mongol. Jika tawaran itu ditolak (tidak mau menyerah), pasukan Mongol akan menyerang dan menghancurkan kota-kota tersebut. 

Dalam keadaan seperti itu (menyerah atau menolak) memungkinkan warga sipil melarikan diri, dan beberapa diantaranya menjadi alat menebar teror dengan menceritakan kerugian dan kekejaman yang telah dialaminya. 

Cerita-cerita tersebut adalah alat penting untuk menimbulkan rasa takut pada orang lain. Namun, kedua belah pihak (penyerang Mongol maupun yang diserang) seringkali memiliki kepentingan yang sama, walaupun berbeda motivasinya dalam melebih-lebihkan dahsyatnya peristiwa tersebut. Bisa jadi reputasi pasukan Mongol itu akan meningkat, namun bisa  juga  meningkatkan semangat perlawanan terhadap pasukan Mongol.

Untuk menghadapi keadaan seperti itu, maka data spesifik (misalnya jumlah korban) yang berasal dari  sumber-sumber kontemporer perlu dinilai dengan hati-hati, lihat pula segi motivasi dari pemberitaan itu.

Dalam perang, pasukan Mongol juga menggunakan taktik tipu muslihat dengan sangat  baik. Misalnya, ketika mendekati tentara lawan yang bergerak, maka pasukan Mongol   dibagi menjadi tiga atau lebih , masing-masing kelompok  tentara berusaha untuk mengepung dan mengejutkan lawan. Hal ini menciptakan scenario adanya banyak medan perang  (battlefield),  lawan akan mengira bahwa pasukan Mongol  bisa muncul  dari mana saja, dan tampak lebih banyak dari pada kenyataan sebenarnya. Mengapit dan atau pura-pura mundur jika musuh tidak dapat diatasi  dengan mudah adalah salah satu teknik yang paling sering dipraktekkan oleh pasukan Mongol.

Teknik lain yang umum digunakan oleh pasukan Mongol adalah   perang psikologis, teknik itu digunakan untuk memancing musuh ke posisi rentan antara lain adalah sbb : 

(1). Dengan  menampakkan diri di sebuah bukit (tempat yang tinggi) atau di lokasi-lokasi yang telah ditentukan sebelumnya, kemudian menghilang dengan segera ke dalam hutan atau di belakang bukit. Sementara itu tentara Mongol  lainnya akan mengapit (menyerang dari samping kiri dan atau kanan)  dengan strategi muncul tiba-tiba seolah-olah muncul entah dari mana  (kiri, kanan atau belakang) musuh ;
(2). Di medan perang pada awal pertempuran yaitu saat pasukan Mongol masih berkemah di dekat lokasi musuh, maka di malam hari pasukan Mongol berpura-pura menunjukan keunggulan jumlah pasukannya dengan memerintahkan masing-masing unit pasukan untuk membuat kebakaran, sedikitnya ada lima tempat kebakaran. Nyala api kebakaran itu akan terlihat oleh para pengintai atau mata-mata musuh dan musuh akan mengira bahwa kekuatan pasukan Mongol adalah lima kali lebih besar dari jumlah sebenarnya ;
(3). Melakukan trik kamuflase dan teror, dengan cara mengikat cabang-cabang pohon atau daun di belakang kuda-nya dan membiarkan kuda-kuda itu menarik dedaunan dibelakangnya sehingga menyapu tanah; dengan melakukan perjalanan disertai dengan pergerakan yang sistematis dan serempak pasukan Mongol bisa menciptakan badai debu di balik bukit, hal ini dalam rangka menciptakan rasa takut dan juga kamuflase supaya tampak bagi lawan jumlah pasukan Mongol jauh lebih besar dari kondisi yang sebenarnya, sehingga memaksa lawannya untuk menyerah ;
(4). Seperti diketahui setiap orang tentara Mongol memiliki lebih dari satu kuda, maka para tahanan dan warga sipil untuk sementara waktu sebelum pertempuran berlangsung dibiarkan untuk naik kuda, tujuannya adalah kamuflase dari keunggulan jumlah pasukan itu.

Teknik seperti tersebut diatas seringkali sukses dilakukan, dan membawa kemenangan bagi pasukan Mongol.


13.               Rekrutmen Pasukan Lawan Yang Menyerah (Recruitment of surrendering troops).

Sebagaimana diketahui pasukan Mongol telah menaklukkan banyak  wilayah. Bersamaan dengan aksi menaklukkan wilayah-wilayah itu pasukan Mongol merekrut laki-laki dari wilayah-wilayah itu untuk dijadikan  bagian dari pasukan tentaranya. Hal itu dilakukan, jika wilayah-wilayah itu menyatakan menyerah dan takluk, namun jika tetap melawan akan dihancurkannya.

Misalnya bangsa Turki atau bangsa  seperti Armenia, Georgia dan lainnya yang tidak mau menyerah, maka harus siap menghadapi bayang-bayang kehancuran total, apalagi jika berani secara terang-terangan menantang perang, pasti digebuk habis oleh pasukan Mongol.

Pasukan multi nasional Mongo

Dengan cara rekrutmen seperti itu, maka jumlah pasukan Mongol  akan meningkat Hal seperti itu terjadi di dalam serangkaian invasi dan pertempuran di Baghdad, dimana tentara berbagai wilayah dan bangsa  bahu membahu menyerbu Bagdad. Pasukan Mongol menjadi pasukan multi nasional, karena terdiri dari tentara campuran berbagai wilayah dan bangsa yang berjuang di bawah kontrol dan kepemimpinan   bangsa Mongol.


14.               Taktik Pertempuran Darat (Battle Tactics)

Para Tumen biasanya akan maju di garis depan. Tiga baris pertama akan terdiri dari pasukan pemanah berkuda, dua baris terakhir terdiri dari pasukan akhli tombak. Setelah pasukan musuh berada dalam jarak jangkau senjata panah, pasukan Mongol akan mencoba untuk menghindari serangan frontal yang berisiko atau serangan secara sembrono (berbeda tajam dengan pasukan dari Eropa dan Timur Tengah). Sebaliknya pasukan Mongol akan menggunakan serangan pengalih perhatian untuk mengacaukan lokasi pertempuran utama, sementara pasukan utama Mongol berusaha  mengepung atau mengelilingi musuh. Sekenario pertama, para pemanah berkuda akan memberikan sebuah serangan cepat dengan panah api. Pasokan  panah terus ditambahkan yang dibawa oleh unta-unta yang mengikuti dari jarak dekat untuk memastikan sampai-nya pasokan amunisi itu (bersambung).

*
Strategy is about making choices, trade-offs; it’s about deliberately choosing to be different ( Michael Porter)

*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar