Ngunandiko.166
JENGHIS KHAN
(Organisasi, tipu
& muslihat pasukan militer Mongol; Bag ke-2)
Peralatan berat dibawa oleh
pasukan Mongol dengan gerobak yang ter-organisasi-kan dengan baik. Gerobak itu
antara lain adalah untuk membawa stok pasokan panah dalam jumlah yang besar.
Hal paling utama, dalam keadaan pasokan logistic yang terbatas dalam suatu perjalanan
adalah dipastikan-nya dapat menemukan cukup pasokan makanan dan air
untuk pasukan dan hewan yang bersamanya. Dalam semua ekspedisi militer, yang
memakan waktu lama, para prajurit Mongol membawa serta keluarga mereka.
6.
Komunikasi
(Communication).
Bangsa Mongol membangun
sistem stasiun atau pos penggantian (relaying) kuda, mirip dengan sistem yang
digunakan di Persia kuno untuk transfer secara cepat pesan-pesan tertulis.
Sistem surat-menurat Mongol adalah seperti sistem pertama di kerajaan
Kekaisaran Romawi. Selain itu, komunikasi di medan perang, pasukan Mongol memanfaatkan
bendera dan terompet isyarat. Dan pada tingkat yang lebih rendah, dilakukan dengan isyarat panah untuk
mengkomunikasikan perintah pergerakan pasukan selama pertempuran.
7.
Kostum atau Seragam (Costumes or Uniforms).
Kostum atau seragam dasar pasukan
Mongol untuk pertempuran terdiri dari
mantel berat yang diikat di pinggang dengan sabuk kulit. Pada sabuk tersebut tersimpan
pedang, belati, dan mungkin kapak. Sedang mantel (jubbah) dilipat pada bidang
badan di kiri 2 kali lipatan dan diamankan oleh sejenis tombol atau kancing
beberapa inci di bawah ketiak kanan. Mantel tersebut dilapisi dengan bulu. Di
bawah mantel, pakaian dalam seperti sebuah kemeja lengan panjang dan baju
longgar, umumnya terbuat dari sutra dan benang logam. Bangsa Mongol mengenakan
kaus pelindung dari sutra berat. Jika panah menembus lapisan pelindung luar
atau garmen kulit luar, panah itu tidak mungkin benar-benar menembus sutra,
sehingga mencegah anak panah menyebabkan suatu kematian.
Sepatu bot yang terbuat
dari kulit, meskipun berat akan tetapi terasa nyaman dan cukup longgar untuk mengakomodasi celana yang terselip
sebelum dikat erat dengan tali. Prajurit Mongol mengunakan sejenis sepatu rata (heelless),
tidak tinggi, disol tebal dan dilapisi dengan bulu. dengan kaus kaki, sehingga
membuat kaki tidak merasa dingin.
Baju besi pipih yang
dikenakan di atas mantel tebal. Baju ini terdiri dari besi dengan skala kecil,
serat berantai, atau kulit keras yang dijahit bersama dengan penjepit kulit dan
bila ditimbang kurang lebih 10 kilogram (22 pon) jika terbuat dari kulit saja ;
dan lebih berat lagi jika lapisan baja itu terbuat dari sisik logam. Kulit
lapis yang pertama ini dilunakan dengan cara direbus dan kemudian dilapisi
dengan pernis mentah, menjadikannya tahan air. Terkadang mantel berat para prajurit
itu hanya diperkuat dengan pelat logam saja. Mantel ini tentunya tidak terus
menerus dipakai, tetapi hanya selama
melakukan pertempuran saja.
Helm yang berbentuk
kerucut dan terdiri dari pelat besi atau baja dengan ukuran yang berbeda dan
termasuk besi berlapis penjaga leher. Penutup muka pasukan Mongol adalah
berbentuk kerucut dan terbuat dari bahan berlapis (bisa diganti pada musim
dingin), dan penutup telinga. Helm
tentara dibuat dari kulit atau logam tergantung pada pangkat, tetapi pasti
semua sama kuatnya, karena nilai sebuah nyawa tidak tergantung pangkat dan
kekayaan-nya.
8.
Senjata
Perang (Weapons).
Senjata utama pasukan
Mongol adalah busur Mongol. Busur itu
terbuat dari bahan komposit (otot kayu dan tanduk) untuk dapat mencapai
akurasi, kekuatan, dan pencapaian. Geometri busur memungkinkan untuk dibuat
relatif kecil sehingga dapat digunakan
menembak ke segala arah dari kuda. Setiap kantong panah berisi enam
puluh anak panah yang diikat di punggung pasukan kavaleri. Pasukan pemanah
Mongol adalah sangat terampi, mereka mampu memanah burung yang sedang terbang tepat
pada sayapnya.
Kunci kekuatan busur
Mongol adalah konstruksi laminasi, dengan lapisan tanduk rebus dan untuk
menambah otot kayu. Lapisan tanduk berada di bagian muka karena tahan kompresi,
sedangkan bagian lapisan muka otot berada di luar karena menolak ekspansi.
Semua ini memberi kekuatan busur yang besar dan membuat sangat efektif,
sekalipun terhadap baju besi. Busur Mongol bisa menembakan panah keatas sejauh
5 kilometer (0,31 mil). Target tembakan itu mungkin pada kisaran 200 atau 230
meter (660 atau 750 kaki), menentukan jarak dekat taktis yang optimal untuk unit
pasukan kavaleri ringan. Tembakan balistik bisa memukul unit pasukan musuh
(tanpa menargetkan sasaran secara individu) pada jarak hingga 400 meter (1.300
kaki), berguna untuk mengejutkan dan menakut-nakuti tentara dan kuda lawan
sebelum memulai serangan yang sebenarnya.
Pemanah pasukan Mongol menggunakan berbagai macam panah, tergantung pada
target dan jarak. Chainmail (armor made of small metal rings linked
together) dan beberapa baju
besi logam bisa ditembus dari jarak dekat dengan menggunakan panah khusus.
Senjata pasukan Mongol berikutnya
adalah pedang. Pedang itu sedikit melengkung yang digunakan untuk serangan
memotong, tetapi juga mampu memotong dan menusuk, karena bentuk dan konstruksinya,
sehingga lebih mudah digunakan dari
kuda. Pedang itu dapat digunakan dengan pegangan satu tangan atau dua tangan,
dan memiliki pisau yang panjangnya
sekitar 2 kaki (0,61 m), dengan panjang keseluruhan pedang sekitar 3 kaki (0,91
m) dan mungkin tidak pernah lebih dari 1 meter (3 kaki 3 inchi).
9.
Taktik
perang “Pengepungan” ("Siege" War Tactics).
Teknologi adalah salah
satu aspek penting dari peperangan yang
dilakukan oleh pasukan Mongol (Jenghis Khan). Misalnya mesin (perangkat)
pengepungan adalah bagian penting dari perang Jenghis Khan, terutama dalam
menyerang kota-kota yang berkubu atau mempunyai benteng pertahanan. Mesin (perangkat)
pengepungan itu terurai (knock down) dan dibawa oleh kuda, lalu dibangun
kembali di lokasi pertempuran, tidak seperti halnya dengan tentara Eropa. Rombongan
pasukan Mongol itu akan melakukan perjalanan dengan insinyur-insinyur dan
teknisi terampil yang akan membangun mesin (perangkat) pengepungan dari bahan-bahan (components) di
tempat pertempuran.
Para insinyur yang membangun
mesin (perangkat) itu direkrut diantara para tawanan, sebagian besar dari China
dan Persia. Ketika pasukan Mongol membantai seluruh populasi, insinyur-insinyur
dan teknisi, secara cepat diasimilasikan ke dalam tubuh pasukan tentara Mongol
untuk menghidari ikut terbunuh.
Taktik yang juga umum
digunakan adalah apa yang disebut sebagai "kharash". Selama
pengepungan, prajurit Mongol akan membaur dengan kerumunan penduduk setempat
atau tentara yang menyerah dari pertempuran sebelumnya, dan menyuruh penduduk setempat atau tentara yang
menyerah itu maju dalam pengepungan dan pertempuran tersebut. Ini adalah sejenis
penggunaan "papan hidup" atau "perisai manusia", mereka sering
menjadi korban ujung panah lawan, sehingga para prajurit Mongol pada posisi
lebih aman. Kharash itu juga sering dipaksa maju didepan untuk mendobrak
dinding pertahanan.
10.
Strategi
Menjaga Sang Panglima Perang (Strategy to Protect the War Commander).
Taktik pasukan Mongol di
medan perang adalah kombinasi dari hasil
latihan, komunikasi yang baik, dan disiplin dalam menghadapai kekacauan di
suatu pertempuran. Pasukan Mongol dilatih untuk hampir semua kemungkinan yang
akan terjadi. Jadi ketika hal itu (latihan, komunikasi, dan disiplin) terjadi, pasukan
Mongol itu bisa bereaksi dengan menyesuaikan diri. Pasukan tentara Mongol juga
dilindungi oleh para perwira mereka dengan baik. Pelatihan dan disiplin
memungkinkan melawan musuh tanpa memerlukan pengawasan atau intruksi secara terus
menerus dan berantai, yang sering menempatkan posisi komandannya dalam situasi
berbahaya.
Bila mungkin, komandan
pasukan Mongol harus menemukan dan menempati tempat (tanah) tertinggi yang
tersedia, di mana sang komandan bisa membuat keputusan dan kesimpulan taktis
didasarkan pada pandangan terbaik dari peristiwa yang terjadi di medan perang.
Selanjutnya, keberadaan sang komandan di tempat yang tinggi memungkinkan
pasukan lebih mudah menerima perintah
yang disampaikan dengan isyarat bendera daripada perintah itu disampaikan
dilevel ketinggian yang sama. Selain dari pada itu, komandan di tempatkan
ditanah tertinggi membuat lebih mudah untuk menjaga dan mempertahankannya.
Tidak seperti tentara
Eropa pada masa itu, yang sangat menekankan pada keberanian pribadi. Mongol
menganggap pemimpin adalah sebagai aset vital. Misalnya Subutai, yang tidak
bisa naik kuda di bagian akhir dari karirnya (karena usia dan obesitas), maka Subutai (dalam keadaan seperti itu) pasti
akan diejek oleh hampir semua tentara Eropa waktu itu. Namun bangsa Mongol
pasti masih mengakui dan menghormai kekuatan insting dan strategi militer Subutai,
yang telah menjadi salah satu bawahan yang Jenghis khan yang paling mumpuni dan
disegani.
11.
Intelijen
dan Perencanaan ( Spying and Planning).
Bangsa Mongol adalah
bangsa yang sangat hati-hati, pasukan Mongol akan memata-matai musuh-nya sebelum melakukan
invasi apapun. Sebelum invasi ke Eropa, Batu dan Subutai mengirim mata-mata
selama hampir sepuluh tahun ke jantung Eropa, membuat peta jalan Romawi kuno,
menetapkan rute perdagangan, dan menentukan tingkat kemampuan masing-masing
kerajaan dalam melawan invasi. Batu dan Subutai
memperkirakan keinginan setiap
kerajaan untuk saling membantu atau tidak, dan memprediksi kemampuan-nya secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama.
Ketika menyerang suatu
daerah, bangsa Mongol melakukan semua yang diperlukan untuk benar-benar dapat menaklukkan
kota-kota tersebut. Beberapa taktik yang
dilakukan-nya antara lain adalah sbb :
(1)
Mengalihkan jalur sungai-sungai yang
mengarah ke kota-kota yang akan ditaklukan ;
(2)
Menutup pasokan pangan dan menunggu
penduduknya menyerah ;
(3)
Mengumpulkan warga sipil dari daerah
terdekat untuk mengisi lini depan serangan sebelum mendaki dinding atau tembok
pertahanan kota;
(4)
Melakukan perampokan di daerah sekitarnya
lalu membunuh beberapa orang penduduk untuk menakut-nakuti ;
(5)
Membiarkan beberapa orang selamat dan melarikan
diri ke ibu kota melaporkan kerugian-nya ke rakyat umum untuk melemahkan perlawanan
sekaligus menguras sumber daya kota
karena masuknya para pengungsi secara tiba-tiba.
Taktik seperti tersebut
diatas telah berkali-kali dilakukan oleh pasukan militer Mongol, dan pada umumnya
sukses.
12. Perang
Psikologis dan Tipuan (Psychological Warfare and Deception).
Pasukan Mongol berhasil
menggunakan perang psikologis dalam banyak pertempuran, terutama dalam hal
menyebarkan teror dan ketakutan di kota-kota musuh. Pasukan Mongol seringkali
memberi kesempatan kepada musuh untuk menyerah dan membayar upeti, daripada kota-kotanya
dijarah dan dihancurkan. Pasukan Mongol
juga tahu bahwa penduduk dengan populasi menetap tidak bebas untuk lari seperti
pada populasi nomaden (mis : bangsa Mongol), dan bahwa penghancuran kota-kota
adalah menjadi kehilangannya yang terburuk.
Ketika kota-kota tersebut
menerima tawaran untuk menyerah (kotanya tidak akan dijarah dan dihancurkan), maka
diperlukan pengorbanan lain yaitu mendukung
tentara Mongol menaklukkan daerah lainnya dengan memasok tenaga kerja,
persediaan bahan makanan, dan layanan lainnya yang diminta oleh pasukan Mongol.
Jika tawaran itu ditolak (tidak mau menyerah), pasukan Mongol akan menyerang
dan menghancurkan kota-kota tersebut.
Dalam keadaan seperti itu (menyerah
atau menolak) memungkinkan warga sipil melarikan diri, dan beberapa diantaranya
menjadi alat menebar teror dengan menceritakan kerugian dan kekejaman yang telah
dialaminya.
Cerita-cerita tersebut
adalah alat penting untuk menimbulkan rasa takut pada orang lain. Namun, kedua
belah pihak (penyerang Mongol maupun yang diserang) seringkali memiliki
kepentingan yang sama, walaupun berbeda motivasinya dalam melebih-lebihkan dahsyatnya
peristiwa tersebut. Bisa jadi reputasi pasukan Mongol itu akan meningkat, namun
bisa juga meningkatkan semangat perlawanan terhadap
pasukan Mongol.
Untuk menghadapi keadaan
seperti itu, maka data spesifik (misalnya jumlah korban) yang berasal dari sumber-sumber kontemporer perlu dinilai dengan
hati-hati, lihat pula segi motivasi dari pemberitaan itu.
Dalam perang, pasukan
Mongol juga menggunakan taktik tipu muslihat dengan sangat baik. Misalnya, ketika mendekati tentara lawan
yang bergerak, maka pasukan Mongol dibagi menjadi tiga atau lebih , masing-masing
kelompok tentara berusaha untuk
mengepung dan mengejutkan lawan. Hal ini menciptakan scenario adanya banyak medan
perang (battlefield), lawan akan mengira bahwa pasukan Mongol bisa muncul
dari mana saja, dan tampak lebih banyak dari pada kenyataan sebenarnya.
Mengapit dan atau pura-pura mundur jika musuh tidak dapat diatasi dengan mudah adalah salah satu teknik yang
paling sering dipraktekkan oleh pasukan Mongol.
Teknik lain yang umum digunakan
oleh pasukan Mongol adalah perang psikologis, teknik itu digunakan untuk
memancing musuh ke posisi rentan antara lain adalah sbb :
(1).
Dengan menampakkan diri di sebuah bukit
(tempat yang tinggi) atau di lokasi-lokasi yang telah ditentukan sebelumnya, kemudian
menghilang dengan segera ke dalam hutan atau di belakang bukit. Sementara itu tentara
Mongol lainnya akan mengapit (menyerang
dari samping kiri dan atau kanan) dengan
strategi muncul tiba-tiba seolah-olah muncul entah dari mana (kiri, kanan atau belakang) musuh ;
(2).
Di medan perang pada awal pertempuran yaitu saat pasukan Mongol masih berkemah
di dekat lokasi musuh, maka di malam hari pasukan Mongol berpura-pura
menunjukan keunggulan jumlah pasukannya dengan memerintahkan masing-masing unit
pasukan untuk membuat kebakaran, sedikitnya ada lima tempat kebakaran. Nyala api
kebakaran itu akan terlihat oleh para pengintai atau mata-mata musuh dan musuh
akan mengira bahwa kekuatan pasukan Mongol adalah lima kali lebih besar dari
jumlah sebenarnya ;
(3).
Melakukan trik kamuflase dan teror, dengan cara mengikat cabang-cabang pohon
atau daun di belakang kuda-nya dan membiarkan kuda-kuda itu menarik dedaunan
dibelakangnya sehingga menyapu tanah; dengan melakukan perjalanan disertai
dengan pergerakan yang sistematis dan serempak pasukan Mongol bisa menciptakan
badai debu di balik bukit, hal ini dalam rangka menciptakan rasa takut dan juga
kamuflase supaya tampak bagi lawan jumlah pasukan Mongol jauh lebih besar dari
kondisi yang sebenarnya, sehingga memaksa lawannya untuk menyerah ;
(4).
Seperti diketahui setiap orang tentara Mongol memiliki lebih dari satu kuda, maka
para tahanan dan warga sipil untuk sementara waktu sebelum pertempuran
berlangsung dibiarkan untuk naik kuda, tujuannya adalah kamuflase dari
keunggulan jumlah pasukan itu.
Teknik seperti tersebut
diatas seringkali sukses dilakukan, dan membawa kemenangan bagi pasukan Mongol.
13.
Rekrutmen
Pasukan Lawan Yang Menyerah (Recruitment of surrendering troops).
Sebagaimana diketahui pasukan Mongol telah menaklukkan banyak wilayah. Bersamaan dengan aksi menaklukkan
wilayah-wilayah itu pasukan Mongol merekrut laki-laki dari wilayah-wilayah itu untuk
dijadikan bagian dari pasukan tentaranya.
Hal itu dilakukan, jika wilayah-wilayah itu menyatakan menyerah dan takluk,
namun jika tetap melawan akan dihancurkannya.
Misalnya bangsa Turki atau bangsa seperti Armenia, Georgia dan lainnya yang
tidak mau menyerah, maka harus siap menghadapi bayang-bayang kehancuran total,
apalagi jika berani secara terang-terangan menantang perang, pasti digebuk
habis oleh pasukan Mongol.
Pasukan multi nasional Mongo |
Dengan cara rekrutmen seperti itu, maka jumlah pasukan Mongol akan meningkat Hal seperti itu terjadi di dalam serangkaian invasi dan pertempuran di Baghdad, dimana tentara berbagai wilayah dan bangsa bahu membahu menyerbu Bagdad. Pasukan Mongol menjadi pasukan multi nasional, karena terdiri dari tentara campuran berbagai wilayah dan bangsa yang berjuang di bawah kontrol dan kepemimpinan bangsa Mongol.
14.
Taktik Pertempuran Darat (Battle Tactics)
Para Tumen biasanya akan maju di garis depan. Tiga baris pertama akan
terdiri dari pasukan pemanah berkuda, dua baris terakhir terdiri dari pasukan
akhli tombak. Setelah pasukan musuh berada dalam jarak jangkau senjata panah,
pasukan Mongol akan mencoba untuk menghindari serangan frontal yang berisiko
atau serangan secara sembrono (berbeda tajam dengan pasukan dari Eropa dan
Timur Tengah). Sebaliknya pasukan Mongol akan menggunakan serangan pengalih
perhatian untuk mengacaukan lokasi pertempuran utama, sementara pasukan utama Mongol
berusaha mengepung atau mengelilingi
musuh. Sekenario pertama, para pemanah berkuda akan memberikan sebuah serangan
cepat dengan panah api. Pasokan panah
terus ditambahkan yang dibawa oleh unta-unta yang mengikuti dari jarak dekat
untuk memastikan sampai-nya pasokan amunisi itu (bersambung).
*
Strategy is about making choices, trade-offs;
it’s about deliberately choosing to be different ( Michael Porter)
*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar